Buruh Menolak dan Pengusaha Mendukung PP 51 Tentang Pengupahan

Buruh Menolak dan Pengusaha Mendukung PP 51 Tentang Pengupahan

Wisma Putra - detikJabar
Rabu, 15 Nov 2023 16:31 WIB
A large payment in Indonesian cash
Ilustrasi uang (Foto: Getty Images/iStockphoto/CraigRJD).
Bandung -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan baru tentang pengupahan, yakni Peraturan Pemerintah No 51/2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan. Federasi Serikat Pekerja (FSP) Tekstil, Sandang, dan Kulit (TSK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) menolak formula perhitungan penetapan upah minimum yang tertuang dalam PP 51 Tahun 2023.

Ketua umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto menilai, PP 51/2023 merugikan buruh dan ditolak kaum buruh diseluruh Indonesia.

"Karena sangat merugikan buruh dengan adanya pembatasan kenaikan upah minimum," kata Roy dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar, Rabu (15/11/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengungkapkan, aturan tersebut mengatur adanya batas atas dan batas bawah dan juga simbol a (Alfa) sebagaimana pasal 26 PP 51 Tahun 2023 dimana apabila Upah Minimum yang berjalan sudah di atas rata-rata konsumsi maka upah minimum tahun 2024 hanya dihitung berdasarkan pertumbuhan ekonomi kali alfa dimana simbol Alfa menjadi faktor pengurang.

"Dua rumus formula yang tertuang dalam PP tersebut menimbulkan diskriminasi kenaikan upah minimum dimana sebagian daerah upah minimum akan menggunakan formula pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi kali alfa sedangkan bagi daerah yang upah minimum nya sudah diatas rata-rata konsumsi maka hanya menggunakan rumus formula pertumbuhan ekonomi kali alfa saja tanpa penambahan inflasi, dengan rumus tersebut maka kenaikkan upah minimum diprediksi hanya 1% sampai 3%," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Roy menjelaskan, aturan itu sangat merugikan buruh. Lain dengan PNS yang upahnya naik 8% sedangkan pensiunan naik 12%. "Hal tersebut mencerminkan ketidakadilan kepada buruh, daya beli buruh pastinya akan terus merosot harga kebutuhan pokok naiknya sangat signifikan, PP 51 Tahun 2023 merupakan aturan yang pro upah murah," jelasnya.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar menyambut baik terbitnya PP No 51 Tahun 2023 tentang Perubahan Atas
PP No 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Ketua Apindo Jabar Wahyu Ning Astutik mengatakan, adanya PP ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha dan dapat menjadi panduan dalam menetapkan upah.

"Adanya kepastian hukum ini diharapkan pula mampu berdampak baik pada dunia usaha dengan menumbuhkan keyakinan para investor untuk menanamkan modalnya di Jawa Barat," kata Ning dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar.

Dalam menetapkan UMP dan UMK, Ning menyebut jika pengusaha di Jawa Barat akan taat pada aturan yang berlaku danmengikuti formulasi upah yang tercantum dalam PP No 51 Tahun 2023.

Dia menuturkan, Formulasi Upah Minimum dalam PP Nomor 51 Tahun 2023 mencakup tiga variabel, yaitu Inflasi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Indeks Tertentu. Indeks Tertentu inilah yang akan ditentukan oleh Dewan Pengupahan Daerah dengan mempertimbangkan tingkat penyerapan tenaga kerja, kondisi upah, serta faktor lain yang relevan dengan kondisi ketenagakerjaan di masing-masing daerah tersebut.

"Dengan terbitnya peraturan tersebut maka saya mengucapkan selamat bekerja untuk seluruh Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat serta seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Barat untuk menentukan besaran upah di tahun 2024," terangnya.

"Kami berharap tahun ini penentuan upah dapat berjalan dengan lebih lancar dan kolaborasi antar stakeholder dapat berjalan dengan lebih maksimal, sehingga tidak perlu lagi ada penurunan produktivitas dari hilangnya jam kerja sebagai akibat dari mogok kerja maupun demo seperti waktu waktu sebelumnya. Kami tentu amat berharap supaya kondusivitas dunia usaha dan iklim investasi di Jawa Barat dapat terjaga dengan baik, sehingga akan mampu menarik investor-investor baru," tambahnya.

Selain itu menurut Ning, Jawa Barat sangat butuh investor baru untuk terus masuk dan investor yang lama tetap bertahan di Jawa Barat, dikarenakan Jawa Barat sangat butuh lapangan kerja dengan terus bertambahnya angkatan kerja dari waktu ke waktu.

"Apalagi dengan tipe investasi yang masuk saat ini yang cenderung padat modal, maka mempertahankan investasi yang sudah ada, serta memperbanyak investasi masuk ke Jawa Barat menjadi satu keharusan," pungkasnya.

(wip/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads