Mumetnya Perajin Tempe di Cimahi gegara Harga Kedelai Meroket

Mumetnya Perajin Tempe di Cimahi gegara Harga Kedelai Meroket

Whisnu Pradana - detikJabar
Selasa, 14 Nov 2023 19:30 WIB
Produksi tempe di tempat pengolahan di Cimahi
Produksi tempe di tempat pengolahan di Cimahi (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar).
Cimahi - Kusnanto tengah dibikin pusing oleh kenaikan harga kedelai yang terjadi sebulan belakangan. Bisnis tempe miliknya di Jalan Amir Machmud, Kota Cimahi, kembang kempis.

Harga kedelai impor belakangan memang sedang melonjak, hingga menyentuh Rp12.700 per kilogram dari harga sebelumnya Rp10 ribu per kilogram. Tak pelak, kondisi itu berdampak pada produksi tempe yang dijalankan para perajin.

"Kedelai sekarang harga di Rp12.700 per kilogram. Ya dampak kedelai naik ini kita agak kerepotan," kata Kusnanto saat ditemui, Selasa (14/11/2023).

Di tempat pengolahan tempe miliknya, aktivitas memang tetap berjalan. Dua pekerja nampak bertelanjang dada mencuci biji-biji kedelai impor dalam sebuah drum berwarna biru. Lalu di bagian dalam, dua pekerja lainnya membungkus kedelai yang sudah dicampur ragi ke dalam plastik di atas cetakan.

"Kalau produksi tetap jalan, cuma ga untuk pengolahannya itu anjlok sampai 50 persen. Padahal biasanya kalau kedelai naik paling anjloknya hanya 20 sampai 30 persen. Sehari kita pakai 4 kuintal, setelah naik ini ya hanya setengahnya," kata Kusnanto.

Untuk meminimalisir margin kerugian di tengah melonjaknya harga kedelai, Kusnanto menyiasati kenaikan harga ini dengan memperkecil ukuran tempe yang dibuatnya. Hal itu menjadi rutinitas yang dilakukan setiap tahun saat harga kedelai naik.

"Ada yang pakai kedelai kualitas murah, tapi kan jelek. Kalau pakai yang bagus, harga enggak terkejar. Jadi sekarang saya mengecilkan ukuran, kadang pembeli komplain naha kecil. Tapi kalau nggak dikecilin biaya produksi kita sudah tinggi. Kita ambil jalan tengahnya, sama-sama mengerti kondisi," ujar Kusnanto.

Produksi tempe di tempat pengolahan di CimahiProduksi tempe di tempat pengolahan di Cimahi (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar).

Kusnanto mengatakan, tidak bisa menaikkan harga jual tempe buatannya. Sebab belakangan daya beli masyarakat, terutama kelas ekonomi rendah mengalami penurunan yang juga sangat terasa.

"Kalau menaikkan harga sulit, ya itu tadi solusinya hanya mengecilkan ukuran. Daya beli masyarakat turun, lihat saja sekarang yang belanja ke pasar juga sedikit," kata Kusnanto.

Mogok Produksi Bukan Solusi

Menurut pria yang juga menjabat sebagai Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) itu, mogok produksi bukan solusi yang bijak menanggapi melonjaknya harga kedelai.

"Rencana demo atau mogok produksi saya kira nggak begitu berpengaruh. Paling segebrakan saja, ibaratnya syok terapi. Sedangkan syok terapi yang kita inginkan berkelanjutan, jangan hanya seperti ritual saja yang cuma sesekali," kata Kusnanto.

Termasuk dengan pemberian subsidi pada perajin tempe dan tahu yang bukan juga jadi solusi jangka panjang. Sebab ketika subsidi yang diterima lalu disetop, maka harga kedelai bakal kembali ke kondisi sebelumnya.

"Memang kemarin-kemarin ada subsidi, tapi subsidi itu hanya bersifat sementara, nggak jangka panjang. Kita bukan menolak subsidi, tapi setelah subsidi dicabut kedelai naik lagi," kata Kusnanto.

Kunci penting pengendalian harga kedelai ini ada di tangan pemerintah. Menurut Kusnanto, pemerintah mesti tegas untuk mengatur impor kedelai yang dimonopoli hanya satu dua kelompok saja.

"Kalau bisa pemerintah turun tangan mengendalikan harga kedelai ini. Kita nggak bisa menentukan harga karena impor menggunakan dollar. Padahal transaksi kita kan dengan rupiah. Kemudian rembuk semua, guyub untuk impor kedelai," kata Kusnanto.

"Nah yang terpenting sekarang adalah tata kelola impor kedelai itu sendiri yang harus ditangani dengan baik oleh pemerintah. Memang sekarang masih bisa dibeli, tapi repot untuk kelas masyarakat bawah. Padahal itu sumber penghasilannya perajin tempe dan tahu," imbuhnya. (mso/mso)



Hide Ads