Tulang kaki sapi bekas mie kocok atau sop iga biasanya menjadi limbah yang tak berguna. Namun di tangan pria ini tulang tersebut disulap menjadi kerajinan yang bernilai Rupiah.
Perajin itu bernama Idin (66) asal Kampung Pasir Tukul, Desa Cileunyi Wetan, Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Dia sulap tulang-tulang itu menjadi karya seniyang memukau.
Tulang kaki sapi tersebut diukir menjadi sebuah karya seni, seperti pipa rokok, kalung kujang, hingga tongkat komando. Semua karya seni tersebut dikerjakan murni menggunakan kedua tangannya tanpa adanya bantuan mesin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat dikunjungi detikJabar, Idin nampak tengah sibuk mengerjakan sebuah tulang kaki sapi. Dirinya terlihat tengah memuluskan sebuah tulang menggunakan besi.
![]() |
Di sebuah ruangan kecil di pinggir kediamannya sebuah karya seni tersebut lahir. Dalam pembuatannya dirinya hanya duduk sambil diterangi sebuah lampu berwarna putih.
Sambil mengerjakan, Idin mengaku, mendapatkan tulang kaki sapi tersebut dari beberapa pengusaha kuliner di wilayah Bandung Timur. Salah satunya, kata dia, dari penjual mie kocok.
"Iya tulang-tulang ini dari bekas mie kocok. Biasanya saya ngambil dari Majalaya dan Ciparay. Jadi memang sudah langganan," ujar Idin, saat ditemui detikJabar di kediamannya.
Setelah mendapatkan tulang tersebut dirinya langsung mengolahnya. Berbagai cara mengolah tulang tersebut supaya menjadi keras atau kuat.
"Biasanya kita rendem pakai teh atau kopi buat ngilangin bau hanyir. Kalau pengen ngerasin tulangnya direbus pakai kapur sirih. Direbus beberapa jam lah," katanya.
![]() |
Meski begitu, Idin mengaku, saat ini lebih banyak memproduksi pipa rokok. Pasalnya produk tersebut yang masih ada pemesanannya hingga saat ini.
"Alhamdulillah sekarang mah pesenan banyaknya dari pipa rokok. Jadi udah nggak buat yang lain-lain. Pipa ukuran 10 cm sampai 12 cm harganya Rp 35 ribu per biji. Kalau yang agak besar sekitar Rp 60 ribu," kata Idin.
Karya seni yang dibuatnya telah dijual ke berbagai kota di Indonesia. Mulai dari Cilacap, Surabaya, Jepara, Pekalongan, Purwokerto, Garut, Tasik, Cianjur, Bogor, Bandung, dan lain-lain.
Dia mengawali karir sebagai pengrajin adalah mengikuti jejak sang ayah. Menurutnya sang ayah mengawali usaha tersebut pada puluhan tahun yang lalu.
"Kalau saya mah dari tahun 1974 lah. Bapak saya mah nggak tahu lah dari tahun berapa-berapanya mah. Pokonya sekarang saya dan kakak-kakak saya nerusin usaha bapak saya," bebernya.
![]() |
Meski begitu, saat Idin kecil mengingat betul bahwa sang Ayahnya mengawali usaha dalam pembuatan kancing saat zaman penjajahan. Kemudian, kata dia, usaha tersebut tak berselang lama.
"Katanya pas saat zaman Jepang Bapak saya mah. Terus ganti ke ukiran kayu yang kaya dipakai di Bali, terus berhenti ada ide bikin sumpit dari luyung atau tangkal kawung (pohon aren). Berhenti sumpit, dilanjutkan ke tulang dibentuk naga. Selanjutnya ada ide bikin kapal-kapalan (cinderamata) dari tulang. Setelah itu bikin cindera mata aja dari tulang," jelasnya.
(mso/mso)