Persaingan bisnis di era digital sekarang ini tidak bisa dihindari. Ibarat dua sisi mata uang, persaingan tersebut bisa saja mendatang cuan menggiurkan atau malah menjadi bumerang yang menumbangkan pelaku usahanya.
Contohnya saja bisa terlihat sekarang. Di Bandung, pasar-pasar yang biasanya menjadi pusat perbelanjaan pakaian, kini tak lagi ramai seperti zaman kejayaannya. Sementara mereka yang mencoba banting setir ke dunia digital, juga banyak yang tidak bisa bertahan dalam persaingan.
Baca juga: Awan Kelam di ITC Kebon Kalapa Bandung |
Namun di balik getirnya kondisi yang dialami para pedagang, terselip kisah dari salah seorang pengusaha clothing asal Bandung yang mampu bertahan di era gempuran bisnis digital itu. Namanya Muhamad Rofik Rifai, pria yang sedari kecilnya tumbuh di wilayah bernama Cigondewah dan terkenal sebagai sentra bahan pakaian di Kota Kembang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat berbincang dengan detikJabar, Rofik bercerita ia sudah merintis bisnis yang digelutinya sekarang itu dari tahun 1998. Rofik pun tertarik memulai menjalankan bisnis ini karena faktor lingkungan usaha yang telah membentuk wawasannya tentang bisnis sedari SMA.
Maka, sejak SMA, Rofik sudah punya usaha konveksi baju secara mandiri. Bahkan di tahun tersebut, ia sudah punya tim untuk menggarap desain, sablon hingga jahitan baju yang semuanya dihasilkan melalui karya tangannya sendiri.
"Kebetulan saya lahir di tempat industri kain, di Cigondewah. Jadi gimana caranya buat saya pribadi, dari hulu ke hilir kita konsep sendiri dan dijual sendiri. Jadi sudah dari dulu saya sudah buka konveksi, dan mungkin termasuk pendiri clothing awal-awal di Bandung kalau generasi saya di tahun 98 itu," katanya belum lama ini.
Bisnis Rofik pun dimulai dengan cara pendekatan ke sejumlah komunitas-komunitas di Bandung. Mulai dari komunitas seni seperti para musisi hingga komunitas BMX, sudah ia jajaki untuk bisa membangun bisnis yang digelutinya tersebut.
Berkat kekonsistennya, bisnis Rofik pun akhirnya berkembang. Selain memiliki brand clothing sendiri, klien juga banyak berdatangan yang memesan produk untuk bisa digarap oleh Rofik dan timnya. Dan puncaknya, bisnis yang ia jalani saat itu telah merambah ke mancanegara seperti Malaysia dan Singapura.
Namun sayangnya, saat mulai menikmati hasil konsistensinya di dunia bisnis clothing-an, pandemi COVID-19 saat itu menyerang dunia pada tahun 2020. Bisnis Rofik pun ikut terdampak yang membuat omzet pemasukannya turun secara signifikan.
Setahun setelah pandemi berlalu, Rofik mulai memutar konsep penjualan. Jika dulu ia lebih fokus menggarap penjualan secara grosiran, usai pandemi itu, Rofik menjajal bisnis ke era digital supaya tidak ketinggalan zaman.
Perlahan, geliat usaha yang dibangun Rofik akhirnya bangkit kembali. Konsep usaha yang ia jalankan masih tetap dipertahankan. Dengan sedikit modifikasi, Rofik saat itu merambah ke dunia digital supaya usahanya bisa bertahan.
"Jadi setahun setelah COVID, baru kita running yang tadinya offline menjadi online," ungkapnya.
"Kebetulan saya pribadi, di luar brand, produksi sendiri juga. Dulu fokusnya di grosir, terus brand distro mungkin se-Indonesia produksinya itu di warehouse saya. Begitu ada COVID, sempat down. Sejak saat itu, gimana caranya menghidupi tim saya kayak tukang jahit, tukang sablon, saya update akhirnya. Jadi setahun setelah COVID, tadinya kita ke grosiran, beralih ke digital buat ngebesarin brand sendiri di dunia digital," tuturnya menambahkan.
Kini, Rofik pun bisa keluar dari masa kelam runtuhnya industri perdagangan selepas pandemi COVID-19. Ia sekarang punya sejumlah brand clothing seperti pakaian untuk kalangan millennial, pakaian anak-anak hingga merambah industri busana muslim.
Bagi Rofik, persaingan dunia usaha di era digital pun sebetulnya tak melulu begitu kelam. Justru menurutnya, dengan perkembangan zaman, orang-orang sudah bisa menjadi pengusaha dan berjualan produknya secara digital.
"Di era sekarang plusnya itu orang mudah jadi pengusaha, bisa jualan dengan mudahnya. Kalau zaman dulu pas offline, kita susah, jual ke mana produknya. Otomatis harus punya relasi. Kalau sekarang, orang kreatif pasti bisa mudah menjadi pengusaha, tinggal mempelajari sisi-sisi lainnya," tuturnya.
"Dari segi marketing mudah, antara laku dan laku kan tinggal ke orangnya, produknya apa dan target pasarnya siapa kan menentukan juga. Jadi, sebenarnya ada keuntungannya buat yang mau usaha," kata Rofik menambahkan.
Namun, ada syarat yang harus dilakukan pengusaha tersebut jika ingin bertahan usaha di dunia digital. Salah satunya, dia harus punya karya berupa produk sebagaimana yang Rofik jalankan selama ini di bisnis clothing-annya.
Baca juga: Suara Getir Pedagang di Pasar Andir Bandung |
"Yang pasti jangan patah semangat, terus pelajari, ikuti era digital, tapi tetep punya karya sendiri. Jualan fashion itu harus punya konsep sendiri dan yakin dengan karyanya sendiri. Terus tinggal bentuk tim, banyak kok anak muda yang masih kuliah bisa diikutsertakan, jadi digital marketingnya, jadi conten creator, tergantung kebutuhan," ungkapnya.
"Jadi tinggal melahirkan karya sendiri dan pertahanin kualitasnya. Kalau berpatokan mainsetnya ke nominal, pasti colaps. Yang saya rasa yah. Saya bertahan hampir 25 tahun, yang saya rasa nikmati aja. Selain karena hobi dan kecintaan saya di sana, saya juga ngikutin era, tapi jangan lupa punya karya sendiri," pungkasnya.
(ral/iqk)