Akibat kondisi tersebut, harga kopi di Indonesia sangat bergantung pada kondisi pasar kopi dunia. Namun, fluktuasi yang terjadi tidak berbanding lurus dengan produksi kopi yang ada. Intinya, walau jumlah produksi meningkat, harga kopi di pasaran tidak menjadi lebih baik.
Dari fenomena tersebut, sekelompok anak muda di Bandung tergerak untuk mencoba cara baru dengan membentuk kolaborasi ekonomi bersama para petani kopi, komunitas tersebut ialah Komunal Kopi.
Mulai dibentuk pada 2016, Komunal Kopi berjejaring dengan pecinta kopi termasuk para petani kopi dengan sistem pengelolaan dan pengembangan usaha secara kolektif demi terciptanya unsur keadilan.
Angga, anggota dari Komunal Kopi, mengungkapkan jika selama ini permasalahan yang terjadi pada industri pertanian termasuk kopi terletak pada struktur pasar yang cenderung seperti segitiga terbalik. Artinya, bahan yang diproduksi memiliki volume lebih besar pada hulu (pengolahan primer), kemudian semakin mengerucut ke bawah (bahan yang diproduksi) semakin kecil serapan pasarnya.
Dalam industri kopi, bahan yang berada di hulu (produk yang di hasilkan) berupa buah kopi atau biasa disebut ceri oleh para petani. Umumnya, ceri dijual begitu saja kepada para pengolah atau bandar (tengkulak) dan hanya menghasilkan keuntungan kecil.
Dari ceri, tahap selanjutnya diolah untuk menghasilkan material mentah berupa biji kopi mentah. Komunal Kopi membantu para petani untuk belajar tentang pengolahan yang pada hasilnya mereka bisa mengolah sendiri dan dapat menjual kopi dengan harga tinggi dan lebih menguntungkan dibanding dalam bentuk ceri.
Sedangkan peran anak muda Bandung yang tergabung di Komunal Kopi ialah sebagai perpanjangan tangan para petani untuk menyalurkan hasil produksi mereka yang berupa biji kopi mentah untuk selanjutnya diolah menjadi kopi dan disalurkan ke kedai-kedai maupun restoran.
"Dari kepemilikan kolektif, kita membangun secara swadaya segala macam, dan terciptalah tempat ini (Kendai Kopi Communal Coffee), dan ini menjadi tempat representatif bagi bertumbuhan Komunal Kopi ke depannya. Yang tadinya dari hulu sampai industri tengahnya untuk suplai, kita sekarang punya nih untuk industri hilir," kata Angga, belum lama ini.
Namun, kedai kopi sebagai industri hilir yang dimiliki oleh Komunal Kopi bukanlah andalan, coffee roastery tetap menjadi unggulan, dan produk dari para petani berupa biji kopi mentah disebarkan ke banyak wilayah, tidak terpusat hanya di Bandung.
"Kita ngelihat penetrasi pasarnya ini sebetulnya piramida terbalik, semakin di atas ini hasil atau volume yang diproduksi ini besar yang di hulu, kemudian semakin mengerucut ke bawah semakin kecil serapan pasarnya. Dari piramida terbalik ini, kita melihat bahwa keuntungannya itu keterbalikannya, marjinnya semakin hilir semakin besar, semakin atas lini industrinya semakin kecil," jelas Angga.
Dampak dari Kolaborasi Komunal Kopi dengan Petani Kopi
Angga menjelaskan jika dampak yang paling signifikan dari kolaborasi yang dilakukan bersama para petani adalah terbentuknya kesadaran dan terbangunnya pengetahuan akan sistem usaha yang bisa berdampak lebih baik.
"Transfer knowledge, kenapa transfer knowledge ini penting? Dikarenakan, kita melihat terjadinya gap pengetahuan untuk tumbuh kesadaran dalam aspek usaha. Petani sendiri belum benar-benar memahami bagaimana sih konteks untung dan rugi ketika mereka berproduksi. Nah, hal ini lah yang memicu kita untuk menjadi keperbedaan dari yang lain, konsep kita adalah belajar bersama-sama," jelas Angga.
Sasaran yang dituju oleh Komunal Kopi adalah terciptanya kedaulatan harga bagi para petani, sehingga harga tidak lagi ditentukan oleh harga pasar. Tetapi, petani memiliki nilai tawar terhadap kondisi riil di lapangan.
"Misal harga pasar ternyata Rp9 ribu, harga riil Rp9 ribu itu ternyata hanya HPP (Harga Pokok Penjualan). Artinya, petani harus bisa menjual di atas Rp9 ribu untuk mendapat keuntungan. Misalkan harga jualnya itu adalah Rp9 ribu, mereka tidak mendapatkan untung," kata Angga
Angga mengatakan jika hal tersebut bisa diperbaiki secara bersama dengan menerapkan pola transparansi dan independensi ekonomi kolektif. Komunal Kopi juga memiliki slogan "unity, quality, prosperity" yang masih dipakai hingga sekarang.
Mereka meyakini jika pembentukan kesejahteraan dan kemakmuran secara bersama-sama diperlukan kebersatuan. Selanjutnya setelah kebersatuan tercapai barulah bisa menghasilkan kualitas produk yang baik, dan setelah berhasil membuat produk yang berkualitas secara konsisten, juga mencoba berbagai inovasi baru. Pada akhirnya upaya tersebut akan menciptakan unsur-unsur kesejahteraan.
Sejauh ini Komunal Kopi bekerjasama dengan kelompok petani kopi di Tanjungsari, Sumedang dan di Bantu Lonceng, Desa Sunten Jaya, Lembang, Bandung Barat. Salah satu media sosial Komunal Kopi yang bisa dikunjungi ialah @communalcoffee di Instagram. Kedai Kopi Komunal Kopi berada di Jl. Citra Green Dago no.17 Kota Bandung.
(iqk/iqk)