Liberika adalah salah satu dari tiga jenis kopi yang diakui dunia saat ini. Dibandingkan dua saudara dekatnya, liberika dikenal memiliki karakteristik rasa unik karena mampu menghadirkan aroma nangka yang khas.
Keunggulan lain dari kopi liberika yaitu terletak pada ketahanannya. Spesies yang berasal dari Liberia ini dapat tumbuh di tanah kering hingga lahan gambut. Proses perawatannya pun tergolong mudah. Apalagi kopi liberika cukup kuat untuk bertahan dari serangan penyakit.
Meski memiliki banyak keunggulan, nyatanya kopi liberika termasuk langka di pasaran. Bahkan produksinya hanya menyumbang 1 persen dari total hasil panen pada perkebunan lokal Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun perlahan tapi pasti, kopi liberika mulai mendapatkan tempat di hati para pecinta kopi. Karena langka dan keunikannya, banyak petani di sejumlah daerah melirik spesies ini untuk dikembangkan. Salah satunya dilakukan oleh Kelompok Tani Kopi Liberika Desa Cipasung, Kecamatan Darma, Kabupaten Kuningan.
Sejak 2017, para petani kopi liberika di Desa Cipasung mulai menanam benih varietas tersebut. Mengadopsi sistem demplot atau mini plantation, kerja keras mereka terbayarkan dengan hasil panen yang berkualitas. Kopi liberika kini naik kelas sebagai komoditi premium.
"Sekarang untuk kelompok tani kopi, jenis pembenihan liberika hanya di kita. Kita masih swadaya kelompok, bagi petani kopi sekitar benihnya kita kasih gratis. Yang penting mau nanam. Kalau disuruh beli, mereka pasti mundur. Kita bertahap melakukannya," kata Ketua Kelompok Tani Kopi Liberika Desa Cipasung, Taufik Hernawan kepada detikJabar belum lama ini.
Kopi liberika yang ditanam di Kabupaten Kuningan kualitasnya sudah diakui di pasaran. Taufik mengaku, dalam beberapa tahun terakhir permintaan untuk memasok kopi liberika ke sejumlah kedai sampai kafe modern terus berdatangan. Bahkan peminatnya ada juga yang berasal dari Australia, Belanda dan Inggris.
Dalam setahun, produksi kopi liberika di Kecamatan Darma khususnya tercatat mencapai 1-2 ton. Jumlahnya memang masih sedikit, untuk itu Taufik dan kelompoknya membatasi proses distribusinya.
"Per 100 gram harga Rp 35 ribu. Dulu kami suplai ke kedai, tapi sekarang karena jumlahnya masih terbatas kita kurangi dulu. Untuk yang proses natural harganya Rp 230 ribu per kilogram. Sedangkan proses wide Rp 300 ribu per kilogram. Permintaan juga datang dari Australia, Belanda dan Inggris," ujar Taufik.
Keberhasilan pengembangan kopi jenis ini tak sebatas soal jumlah produksinya. Paling penting, berkat kecermatan Taufik dan kelompoknya liberika sudah mendapatkan pengakuan. Padahal dahulu liberika dicap sebagai kopi yang kurang enak.
Taufik menyadari bahwa setelah dipanen kopi liberika mesti diperlakukan khusus. Treatment berbeda harus diberikan. Sekarang, stigma negatif yang melekat pada kopi liberika dapat dipatahkan. Tak hanya kuat dirasa nangka, kopi liberika dari Desa Cipasung akhirnya punya ciri khas aroma gula aren.
"Ketiga kopi ini semuanya berbeda. Mulai dari pohon, buah, bentuk daun sampai cita rasanya. Kalau liberika di Jawa itu terkenal dengan sebutan kopi nongko atau nangka. Jadi lebih unggul di fruit, punya rasa buah. Tapi rasa buahnya kaku, hanya nangka. Kita coba memodifikasi lagi. Bagaimana kita ciptakan rasa lain. Kita treatment dan olah lagi. Akhirnya kita berhasil mematahkan stigma yang melekat jika kopi ini tidak enak," tuturnya.
Dahulu, lanjut Taufik, petani di kampungnya tidak mengetahui proses untuk mengolah kopi liberika. Sehingga stigma buruk yang disematkan pada varietas ini bertahan sampai bertahun-tahun. Untungnya, jerih payah yang dilakukan Taufik telah membuahkan hasil.
Kopi liberika di Kabupaten Kuningan menjadi tanaman endemik. Walaupun di beberapa tempat ada yang membudidayakannya, namun keunikan liberika khas Kuningan sangat berbeda. Hal ini kemudian mengantarkan kopi liberika untuk mendapatkan pamornya kembali.
"Untuk liberika sendiri jual terbatas. Tidak bisa sporadis. Supaya semua orang merasakan. Apalagi permintaan pasar itu tinggi, yang beli antre. Kita sedang fokus budi daya dan perkebunan. Kita bangun dulu sumbernya, karena kopi yang kita dapat hasil panennya bukan dari perkebunan. Kadang-kadang di satu lahan petani itu terdapat dua pohon. Kita kumpulkan. Sekarang yang saya pingin bentuk roadmap dari hulu ke hilir," ucap dia.
Lahan perkebunan, utamanya yang terletak di lereng Gunung Ciremai menjadi tempat yang cocok untuk budi daya berbagai jenis kopi. Baik itu arabika, robusta dan liberika.
Pada kesempatan berbeda, Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan, dan Perindustrian (Diskopdagperin) Kabupaten Kuningan, U. Kusmana mengatakan, kualitas kopi yang dipanen di perkebunan rakyat dari Kuningan sudah diuji dan diakui kualitasnya oleh para ahli. Sehingga peluang ekspor komoditas tersebut sangat terbuka lebar.
![]() |
"Kopi Kuningan ini telah diakui kualitasnya. Sudah tembus ke Amerika Serikat dengan optakernya di Bandung," ungkap Kusmana.
Mengesampingkan dulu liberika, produksi kopi di Kuningan sendiri masih didominasi arabika dan robusta. Kuantitas hasil panennya pun tidaklah sedikit.
Kusmana menyebut, pada 2022 kemarin petani kopi di Kuningan mampu memproduksi kopi robusta sampai 1.200 ton. Kopi tersebut ditanam pada areal perkebunan di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Subang, Selajambe dan Cilebak. Di mana total luas sekitar 1.800 hektar.
"Kita punya potensi dan produk yang sudah tembus pasar internasional. Salah satunya adalah kopi. Luas lahannya hampir 1.800 hektar yang bisa menghasilkan kopi mencapai 1.200 ton per tahun ini. Berdasarkan data ini, kuantitasnya tidak sedikit," kata Kusmana.
Sementara, untuk arabika sendiri sudah lama ditanam di Kabupaten Kuningan. Kusmana mengaku para petani mampu menghasilkan 85 ton kopi di tahun kemarin, dari luas lahan perkebunan sekitar 100 hektar.
Kusmana tak menampik jika banyak petani kopi di Kuningan yang terkendala dalam proses distribusi produknya. Untuk itu dia mendorong supaya ada optaker dari Kuningan mau menyerap hasil panen petani kopi. Sehingga jumlah pasokan yang dikirim ke luar negeri semakin banyak. "Walaupun sudah diekspor, datanya kita belum terhimpun berapa ton yang sudah diekspor," pungkasnya.
Simak Video "Video Keluhan Warga soal Kabel Semrawut di Kuningan"
[Gambas:Video 20detik]
(dir/dir)