Hilangnya kejayaan Pasar Buku Palasari di Kota Bandung semakin terasa saat banyak toko memilih tidak membuka rolling door yang terdapat dalam setiap kios. Di pasar yang berjaya pada tahun 1990-an itu kini hanya diisi beberapa toko yang masih mencoba bertahan di tengah-tengah sepinya konsumen.
Pantauan detikJabar pada Jumat (28/4/2023) sore, rata-rata pedagang yang buka masih terduduk sambil membersihkan debu dan menata buku yang sudah siap untuk dijual. Sesekali pedagang mengeluarkan sapaan kepada setiap konsumen maupun pengunjung yang melintas.
"Cari apa? Liat-lihat dulu aja. Ada buku sekolah atau kuliah, novel juga ada," kata salah seorang pedagang menyapa orang yang melintas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suasana pasar jauh dari keramaian, hanya satu atau dua orang pengunjung ya melintas. Kebanyakan pengunjung hanya lewat dan melihat-lihat dari toko satu ke toko lainnya. Jika mendapat buku yang dicari, transaksi tawar-menawar antara penjual dan pembeli pun terjadi.
Jika buku yang dicari di satu toko tidak ada, pedagang akan membantu mencarikan buku dan menanyakannya ke toko lain. Saling membantu, keharmonisan antara pedagang bahu-membahu untuk bertahan sangat terlihat jelas di sini.
Salah satunya Taryana, lelaki kelahiran Kota Bandung tahun 1957 ini menggantungkan keberlangsungan hidupnya dengan menjual buku-buku kedokteran, agama dan umum lainnya. Buku yang dijualnya bekas dan baru yang biasa dipesan langsung dari penerbit.
Saat pedagang lain memutuskan gulung tikar berjualan buku dan sebagian lagi belum pulang dari merasakan mudik, Taryana sudah membuka kiosnya dari sejak Minggu (23/4/2023).
"Saya nggak mudik karena orang sini juga. Daripada diem, mending jualan aja, walaupun nggak tentu konsumennya ada atau nggak," tutur Taryana kepada detikJabar.
![]() |
Taryana sudah menjadi penjual buku sejak tahun 1985. Saat itu, pedagang buku di Pasar Palasari masih ditempatkan di lantai dua gedung pasar di Jalan Palasari, Kota Bandung.
Hingga akhirnya kini pedagang berpindah ke bagian depan di pinggir jalan yang awalnya merupakan tempat parkir dari pasar tersebut.
Meskipun sehari-hari penghasilan yang Taryana dapatkan dari berjualan buku hanya cukup untuk memprioritaskan kepentingan dapur saja, Taryana tetap berusaha bertahan di tengah sepinya konsumen.
Bukan tanpa sebab, Taryana gigih memperjuangkan toko bukunya karena merupakan peninggalan orang tuanya. Meski terkadang diakuinya dalam sehari tidak mendapatkan penglaris sekalipun.
![]() |
Selain itu, berjualan buku menjadi satu-satunya profesi yang bisa dilakukan Taryana. Itu karena Taryana tidak mempunyai batu loncatan lain dan hanya bisa pasrah terhadap apa yang sudah terjadi.
"Sudah takdirnya menjadi penjual buku dan saya juga merasa senang karena bisa membantu orang-orang mencari ilmu. Kebanyakan yang datang juga pelajar atau mahasiswa," kata Taryana.
Baca juga: Cinta Mendalam Sariban pada Bandung |
Saat pedagang yang lain mencoba mencari cara meningkatkan penjualan, salah satunya berjualan online, tetapi tidak dengan Taryana. Sebab kebanyakan buku yang ia jual adalah buku bekas. Taryana ingin konsumen mengetahui kondisi fisik buku seutuhnya.
"Kalau belanja buku, apalagi yang bekas, lebih enak langsung datang ke tokonya karena atmosfernya beda. Pembeli bisa baca-baca dulu atau lihat-lihat yang lain. Jadi saya belum memutuskan untuk berjualan online," pungkasnya.