Ini Biang Kerok 14 Pabrik Garmen Mau Angkat Kaki dari Jabar

Ini Biang Kerok 14 Pabrik Garmen Mau Angkat Kaki dari Jabar

Rifat Alhamidi - detikJabar
Selasa, 07 Feb 2023 11:00 WIB
Bulan puasa sudah dilewati separuhnya dan jelang lebaran masyarakat mulai membeli dan membuat baju lebaran pilihan mereka. Para penjahit garmen kebanjiran order
Ilustrasi garmen (Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom).
Bandung -

Industri pabrik garmen di Jawa Barat saat ini sedang dilanda kekhawatiran. Berdasarkan laporan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar, ada 14 pabrik garmen yang mau angkat kaki dan memindah tempat produksinya ke wilayah Jawa Tengah.

Kepala Disnakertrans Jabar Rachmat Taufik Garsadi menjelaskan, ke-14 pabrik garmen tersebut sebetulnya mampu bertahan selama 4-5 tahun terakhir melalui relaksasi kebijakan dari pemerintah pusat mengenai pemberian upah. Namun karena kini situasinya berbeda, mereka diwajibkan membayar upah pekerja sesuai UMK 2023.

"Karena dulu juga sebetulnya tidak mampu, tapi beberapa tahun mendapat relaksasi dari pemerintah. Dulu ada penangguhan upah, ada upah kesepakatan, terus ada upah yang kaitan dengan pandemi gitu karena PPKM. Nah itu masih terbantu, jadi tidak membayar sesuai UMK. Sekarang sepertinya di 2023 ini, mereka tidak mampu dengan harus membayar dengan UMK," katanya, Selasa (7/2/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena sekarang diwajibkan membayar sesuai UMK 2023, Taufik menyebut kondisi pabrik garmen di Jabar ibarat bom waktu. Mereka dihadapkan kepada posisi harus memindahkan tempat produksinya atau yang paling parah yaitu memberlakukan PHK kepada karyawan secara besar-besaran.

"Ini sebetulnya seperti bom waktu, karena memang rata-rata industri manufaktur yang apparel di Jawa Barat ini sistemnya makloon, cuma ongkos produksi saja. Kalau sehari-hari itu contohnya kayak tukang jahit. Mereka bahannya dari buyer, dipotongkan, kemudian dipasang label segala macem, terus udah jadi cuma ongkos aja. Jadinya benefitnya murah," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

"Berbeda dengan perusahaan-perusahaan apparel dengan Jawa Tengah. Di Jawa Tengah itu karena produktivitasnya kurang bagus, mereka memprioritaskan pasarnya dalam negeri. Kalau garmen di Jawa Barat dari dulu sudah dipercaya buyer karena kualitasnya bagus. Tapi, akhirnya ada konsekuensi yaitu ketergantungan sama pasar luar negeri," ucapnya menambahkan.

Taufik menyadari kondisi industri yang mengandalkan sistem makloon akan memberatkan bagi pengusaha. Apalagi, UMK di Jabar terus meningkat dibanding upah di wilayah lain seperti Jawa Tengah yang lebih terjangkau oleh para pelaku industri garmen tersebut.

Saat ini, salah satu opsi yang coba ditawarkan Pemprov Jabar yaitu memindahkan kawasan industri mereka ke Kawasan Rebana seperti di Indramayu, Cirebon hingga Majalengka. Di daerah itu kata Taufik, selain upahnya masih belum terbilang tinggi, nantinya juga diproyeksikan menjadi magnet kawasan industri yang disiapkan pemprov.

"Jadi kita dorong mereka mulai beralih atau pindah ke wilayah-wilayah yang sedang dipersiapkan yaitu Kawasan Rebana. Sehingga mungkin produksi di wilayah Rebana akan lebih murah ke depan," tuturnya.

"Jadi walaupun Jawa Tengah sedang jor-joran membangun kawasan industri, kita tetep berharap kita mempunyai SDM (di bidang industri) yang lebih bagus bisa lebih eksis lagi. Bagi kabupaten/kota yang sekarang UMK-nya tinggi, kita dorong beberapa hal kayak didorong beralih dari padat karya ke padat modal. Itu upaya kita khusus untuk UMK tinggi, karena tidak mungkin juga diturunkan upahnya," pungkasnya.

(ral/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads