Santoso dan Cuan 'Empuk' dari Sarung Jok di Bandung

Serba-serbi Warga

Santoso dan Cuan 'Empuk' dari Sarung Jok di Bandung

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 30 Jan 2023 08:30 WIB
Santoso penyedia jasa servis jok motor di Bandung. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Santoso penyedia jasa servis jok motor di Bandung. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Namanya adalah Santoso (40). Sebelum bisa merasakan hasilnya seperti sekarang, bapak dua anak ini pernah mengalami masa-masa sulit saat memutuskan merantau dari kampung halamannya di Lampung ke Bandung puluhan tahun silam.

Kisahnya dimulai pada tahun 1998. Saat itu, Santoso yang baru lulus SMP memutuskan pilihan yang begitu sulit. Santoso kala itu baru berusia 15 tahun dan memilih meninggalkan rumahnya untuk mengadu nasib di tanah perantauan.

Setibanya di Bandung, meski ada sosok sang paman yang sudah lebih dulu menetap di Kota Kembang, Santoso tetap saja masih seorang remaja yang baru beranjak menjadi anak baru gede (ABG). Ia sempat kelimpungan karena memang tidak memiliki bekal kemampuan apapun saat tiba di Bandung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untungnya, sang paman punya usaha reparasi sarung jok motor yang sudah berjalan cukup lama. Santoso muda akhirnya disuruh untuk belajar dengan ikut bekerja bersama pamannya, sembari memikirkan bagaimana nasibnya ke depan.

"Jadi pertama datang ke Bandung itu ikut sama paman, di Cicaheum buka servis sarung jok. Itu saya ikut selama 8 tahun, belajar sekaligus kerja sama paman," kata Santoso saat ditemui detikJabar di lapak servis joknya, di Jalan Ir Djuanda (Dago), Kota Bandung, Minggu (29/1/2023).

ADVERTISEMENT

Perlahan tapi pasti, Santoso mulai menyerap semua instruksi sang paman kala ikut bekerja di tempat reparasi sarung jok tersebut. Setelah 8 ikut ikut bekerja dengan pamannya, Santoso memutuskan membuka sendiri usahanya.

Tahun 2006 menjadi titik balik Santoso menjalankan usaha jasanya itu. Sebagaimana merintis sebuah usaha, Santoso cukup kesulitan mendapatkan pelanggan di masa pertamanya membuka jasa reparasi sarung jok tersebut.

"Jadi setelah saya punya modal dan udah ikut 8 tahun sama paman, saya mutusin buat buka usaha sendiri. Modalnya sih yakin aja, saya tekuni karena memang udah dikasih tahu buka usaha awal-awal mah pasti harus tekun dulu kuncinya," ujar Santoso.

Meski lumayan berat di awal, Santoso tetap menekuni usahanya tersebut. Apalagi, baru dua bulan menjalankan usahanya, Santoso langsung meminang istrinya walau ia menyadari usaha yang dijalankannya belum begitu mendatangkan keuntungan yang lumayan.

Santoso penyedia jasa servis jok motor di Bandung. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)Santoso penyedia jasa servis jok motor di Bandung. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar) Foto: Santoso penyedia jasa servis jok motor di Bandung. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)

Tapi perlahan, Santoso mulai menemukan jalan hidupnya melalui servis sarung jok tersebut. Setahun setelah membuka usahanya, Santoso mulai ramai didatangi pelanggan yang menginginkan motor mereka jadi makin cantik dengan sentuhan sarung jok baru ala Santoso.

Jika dulu bagi Santoso seorang pelanggan yang datang dalam satu hari sudah dianggap cukup lumayan, kini ia bisa mendapat 7-8 pelanggan setiap harinya. Bahkan jika sudah ramai, ia biasanya melayani pelanggan hingga 15-20 orang.

Dalam sehari pun Santoso bisa mendapatkan omzet Rp 400-500 ribu dari reparasi sarung jok tersebut. Omset ini akan melonjak 2-3 kali lipat jika sudah mendekati Idul Fitri. Dalam sehari, Santoso bisa mendapatkan uang Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta dari pemilik motor yang mau mempercantik joknya sekaligus dibawa mudik ke kampung halamannya masing-masing.

"Keuntungan kotor mah rata-rata sehari Rp 400 sampai Rp 500 ribuan. Kalau bulan puasa, menjelang lebaran, itu jadi ramai. Jadi yang mudik mau ganti sarung joknya ke saya. Sehari itu saya bisa ngelayanin 25-30 orang kalau udah mendekati Lebaran," tuturnya.

Santoso pun mengaku tak pernah membayangkan kini bisa menikmati hasil keringatnya untuk kebutuhan keluarga di rumah. Sebagai seorang yang hanya lulus SMP, Santoso menyadari tak punya skill untuk bekerja di Bandung yang menjadi tanah perantauannya kala itu. Namun, ia punya prinsip, selagi itu semua dilakukan dengan tekun, maka rejeki bakal datang dengan sendirinya.

"Ya mau gimana lagi kang, saya mah cuma lulusan SMP terus datang juga dari kampung. Kalau enggak punya ketekunan dan enggak mau sabar, enggak bakal bisa kayak sekarang," paparnya.

"Kuncinya emang harus sabar, usaha mah enggak bisa mau instan. Harus ditekuni dan kasih yang terbaik buat pelanggan," pungkasnya mengakhir perbincangan dengan detikJabar.

(ral/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads