Balada Penjual Bambu Sumedang, Demi Keluarga Rela Jalan Kaki 20 Km

Serba-serbi Warga

Balada Penjual Bambu Sumedang, Demi Keluarga Rela Jalan Kaki 20 Km

Nur Azis - detikJabar
Jumat, 27 Jan 2023 09:30 WIB
Penjual Bambu Sumedang.
Penjual Bambu Sumedang (Foto: Nur Azis/detikJabar).
Sumedang -

Tiga orang laki-laki tampak terengah-engah saat mendorong masing-masing gerobaknya yang dipenuhi oleh gelondongan bambu. Deru kendaraan disertai dinginnya semilir angin menjadi tantangan tersendiri yang harus mereka hadapi.

Mereka adalah keluarga Adib (75). Adib yang telah lanjut usia bersama kedua anaknya, yakni Ojo (44) dan Rosyadi (31) merupakan penjual bambu yang berasal dari Dusun Sumbersari, Desa Ciptasari, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang.

Aktivitas mereka sering dijumpai oleh para pengendara yang biasa melintas di Jalan Raya Tanjungsari, Sumedang. Mereka biasanya akan terlihat pada waktu malam atau sekitar pukul 22.00 WIB hingga 12.00 WIB atau lebih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka mendorong gerobaknya secara beriringan di antara saling silangnya suasana sunyi dan deru mesin kendaraan yang melintas malam itu.

Mereka tampak khusyuk menyusuri tepian jalan dengan jarak tempuh yang harus dicapai sejauh 20 kilometer. Atau, dari mulai Kawasan Pamulihan, Sumedang hingga Kawasan Masjid Agung Rancaekek, Kabupaten Bandung yang menjadi lokasi tujuan.

ADVERTISEMENT

Nyala lampu cempor di depan gerobak menjadi ciri khas akan keberadaannya. Lampu cempor itu berguna agar tidak terserempet oleh arus kendaraan yang berseliweran.

Tak terbayangkan tekad yang harus mereka kumpulkan saat hendak memulai aktivitasnya. Sebab, pekerjaannya itu dimulai justru saat kebanyakan orang tengah membuka lipatan selimut untuk beristirahat. Terlebih bagi Adib yang telah berusia lanjut usia.

Namun, kesan sebaliknya justru berbeda saat berkesempatan berbincang dengannya di sekitaran Tanjungsari, Sumedang. Tidak sedikit pun ucapan keluh kesah keluar dari mulutnya.

Adib diketahui telah menjadi penjual bambu sejak usianya 30 tahun. Meski tubuhnya tampak telah renta namun ia mengaku masih cukup kuat menjalani pekerjaannya tersebut.

"Masih, masih kuat," ucapnya singkat kepada detikJabar, Rabu (25/1/2023) malam.

Adib biasa memulai pekerjaannya dari mulai pukul 22.00 WIB. Ia mulai menyusuri sepanjang jalan dari mulai Jalan Rancakalong lalu tembus ke Jalan Raya Bandung-Cirebon di Kawasan Pamulihan. Lalu berturut-turut ke arah Tanjungsari, Jatinangor, Jalan Raya Bandung-Garut hingga ke Kawasan Masjid Agung Rancaekek tempatnya berjualan.

"Istirahat biasanya di sekitar Tanjungsari dan Jatinangor," ucapnya.

Bambu yang dijual Adib diketahui merupakan hasil membeli dari pohon-pohon bambu yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggalnya. Bambu-bambu itu lalu dikumpulkan untuk kemudian dijual setiap dua hari sekali.

Keuntungan yang didapat dari setiap menjual bambu tersebut, diakui Adib, dikisaran Rp100.000,00 sampai Rp150.000,00. Keuntungannya itu, ia pergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari.

Adib diketahui tinggal berdua bersama istrinya. Ia memiliki lima orang anak yang semuanya telah berumah tangga dan telah tinggal terpisah di rumahnya masing-masing. Tiga di antaranya laki-laki dan dua lainnya perempuan.

Dua dari tiga anaknya yang laki-laki mengikuti jejaknya sebagai penjual bambu, sementara satu orang lainnya bekerja sebagai buruh tani. Sementara yang perempuan berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

Salah satu anak Adib, yakni Rosadi menuturkan, dirinya mulai turut serta berjualan bambu dari usianya 17 tahun.

"Awal itu hanya ikut-ikutan saja setelah lulus sekolah, hingga pada akhirnya kini menjadi mata pencaharian saya," ucapnya.

Berjualan bambu sebenarnya bukanlah cita-cita Rosadi. Akan tetapi, keterbatasan pendidikan akibat faktor ekonomi menjadikannya tidak punya pilihan lain.

"Bukan, bukan cita-cita saya, tadinya saya hanya membantu orang tua tapi lama kelamaan jadi kebiasaan," ungkap Rosadi yang diketahui hanya lulus sampai sekolah dasar tersebut.

Dalam sekali berjualan, Rosadi biasa membawa sebanyak 25 gelondongan bambu dengan gerobaknya. Harga per gelondongan bambu, dihargainya antara kisaran Rp20.000,00 hingga Rp25.000,00.

"Keuntungan dari jualan bambu kadang 150 ribu rupiah, kadang 200 ribu rupiah, bagaimana miliknya saja," terangnya.

Meski keuntungannya tidak sebanding dengan usahanya, Rosadi tampak begitu ikhlas menjalani pekerjaannya tersebut. Pekerjaan Rosadi bahkan telah mampu menghidupi bukan hanya dirinya tapi istri dan juga dua buah hatinya.

"Kalau sekarangmah ya dijalani saja, sekarang mah disyukuri saja yang ada," ucapnya.

(mso/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads