Lika-liku Penetapan UMK 2023 di Jawa Barat

Round-Up

Lika-liku Penetapan UMK 2023 di Jawa Barat

Tim detikJabar - detikJabar
Minggu, 11 Des 2022 13:30 WIB
Counting money
Ilustrasi (Foto: Getty Images/iStockphoto/Yamtono_Sardi).
Bandung -

Upah minimum kabupaten/kota (UMK) Jawa Barat 2023 resmi ditetapkan. Melalui Surat Keputusan Gubernur (Kepgub) Jabar No 561.7/Kep.776-Kesra/2022, Pemprov Jabar mengesahkan UMK tahun depan rata-rata kenaikan 7,09 persen.

Sebelum disahkan pada Rabu (7/12/2022), gelombang aksi massa dari serikat pekerja dan serikat buruh telah berdatangan sejak Senin (5/12/2022). Buruh mendatangi Gedung Sate karena menuntut kenaikan UMK bisa mencapai 10 persen.

Meski di bawah tekanan gelombang aksi buruh, Pemprov Jabar punya keputusan sendiri. Pemprov mengacu kepada Permenaker 18 Tahun 2022, dan mengesahkan kenaikan UMK rata-rata 7,09 persen. Ketetapan ini pun lebih rendah dibanding tuntutan buruh yang menginginkan kenaikan UMK bisa mencapai 10 persen.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Memutuskan, menetapkan besaran upah minimum kabupaten/kota di daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2023," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar Rachmat Taufik Garsadi saat membacakan Kepgub No 561.7/Kep.776-Kesra/2022 tentang UMK Jabar 2023.

Setelah disahkan, kenaikan UMK paling tinggi dialami Kabupaten Karawang. Pada 2022 UMK Karawang senilai Rp 4,798,312, kemudian naik Rp 377.867,07 menjadi Rp 5.158.248,20 pada UMK 2023 atau mengalami kenaikan 7,88 persen.

ADVERTISEMENT

Adapun UMK paling rendah untuk 2023 yaitu Kota Banjar. Pada 2022 UMK di Kota Banjar Rp 1.852.099,52, lalu pada UMK tahun depan naik Rp 146.019,53 menjadi Rp 1.998.119,05 atau mengalami kenaikan 7,88 persen.

Berikut tabel rincian UMK 2023 di Jawa Barat:

Pengesahan UMK 2023 mengalami berbagai reaksi di daerah. Di Kabupaten Subang, Wakil Bupati Agus Masykur Rosadi meminta buruh menerima keputusan tersebut. Meskipun, kenaikan yang diputuskan Gubernur Ridwan Kamil tidak sesuai atau lebih rendah dari yang direkomendasikan Pemkab Subang.

Sebelumnya Pemkab Subang merekomendasikan kenaikan UMK di tahun 2023 sebesar 10 persen atau menjadi Rp 3.370.639. Hal tersebut sesuai dengan tuntutan buruh di Subang yang ingin naik 10 persen.

"Kalau bicara sesuai, tentunya membutuhkan penilaian provinsi, provinsi memang memiliki penilaian dan pertimbangan. Kalau bicara terkait harapan buruh yang menuntut naik 10 persen, kita tunggu perkembangan selanjutnya. Mudah-mudahan buruh bisa dapat menerima," katanya.

Namun berbeda dengan diCianjur, Kabupaten Bandung Barat (KBB) danMajalengka. Para serikat pekerja di 3 daerah itu kecewa karena penetapanUMK 2023 tidak sesuai dengan tuntutan mereka.

Di Cianjur, perwakilan Aliansi Serikat Buruh Hendra Malik mengatakan kaum buruh kecewa dengan putusan kenaikan UMK yang hanya 7,16 persen. Sebab sebelumnya buruh menuntut agar kenaikan bisa di atas 15 persen.

Menurut Hendra, buruh Cianjur menuntut kenaikan upah 15 persen agar Umk kota santri bisa di atas Rp 3 juta. Sebab UMK di beberapa daerah yang mengelilingi Kota Santri sudah di atas Rp 3 juta, bahkan Kabupaten Purwakarta sudah di atas Rp 4 juta.

"Jadi dibandingkan kota/kabupaten tetangga UMK Cianjur ini yang terendah, masih di bawah Rp 3 juta. Padahal untuk kebutuhan hidup sama dengan daerah lain," ucap dia.

Meski begitu, Hendra mengaku tidak bisa berbuat banyak. Serikat buruh saat ini akan berfokus pada pengawasan agar UMK 2023 diterapkan oleh semua perusahaan.

"Kalau sudah diputuskan mau bagaimana lagi, ditambah kan kita sudah tiga tahun tidak naik upah. Jadi diterima dulu saja meski kecewa. Untuk sekarang kita akan fokus ke pengawasan, memastikan tidak ada perusahaan yang mengabaikan UMK 2023," ungkapnya.

Suara kekecewaan juga diungkapkan buruh di Bandung Barat. Pemprov Jabar menetapkan UMK KBB 2023 naik 7,16 persen atau sebesar Rp 232.512. Saat ini UMK KBB sebesar Rp 3.248.283, nantinya naik menjadi Rp 3.480.759 sesuai Permenaker nomor 18 tahun 2022.

"Kita pasrah saja, sudah ada SK-nya jadi mau menolak juga percuma. Ya kita tinggal menunggu implementasinya saja," ujar Ketua DPC Serikat Pekerja Nasional (SPN) KBB, Budiman saat dihubungi.

Budiman mengaku kalangan buruh di Bandung Barat sebetulnya kecewa kenaikan UMK tersebut karena besarannya sangat jauh dari rekomendasi yang dilayangkan Pemda KBB ke Pemprov Jabar.

"Kecewa ya pasti, karena kan kita lihat SK gubernur, kenaikannya di bawah 10 persen semua. Jauh dari rekomendasi UMK yang diajukan, KBB itu kan 27 persen," tutur Budiman.

Ketua Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Majalengka, Maulidin juga mengaku kecewa dengan keputusan tersebut. Ia menilai kenaikan yang ditetapkan itu tidak sesuai dengan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) di Jawa Barat.

"Kecewa dengan keputusan Gubernur Jawa Barat karena berdasarkan LPE dan inflasi tahun sekarang Jawa Barat meningkat cukup signifikan ditambah lagi kenaikan harga BBM juga harus menjadi pertimbangan bagi pemerintah," ujar Maulidin.

"Belum lagi, rekomendasi UMK Majalengka pun itu hasil dari sidang pleno Depekab Majalengka sesuai dengan regulasi yang ada, yaitu menggunakan Permenaker 18 tahun 2022 atau batas maksimum 10 persen," sambungnya.

Disinggung akan kembali menggelar aksi ke jalan, Mauludin akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan para buruh yang ada di Majalengka.

"Itu (demo) akan kita rapatkan dulu bersama Aliansi Buruh Majalengka (ABM)," jelas dia.

Halaman 2 dari 2
(ral/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads