Potensi PAD Sektor Pabrik di Jabar Capai Rp 60 Triliun, Tapi...

Potensi PAD Sektor Pabrik di Jabar Capai Rp 60 Triliun, Tapi...

Rifat Alhamidi - detikJabar
Senin, 10 Okt 2022 21:31 WIB
Coronavirus / Covid-19 Small Business Administration Paycheck Protection Program -  US small business administration response to the coronavirus pandemic a paycheck protection program application and tax documentation to help small businesses survive the pandemic and recession.
Ilustrasi (Foto: Getty Images/iStockphoto/mphillips007).
Bandung -

Sejumlah anggota DPRD Jawa Barat mengingatkan Gubernur Ridwan Kamil untuk membuat aturan yang jelas mengenai keberadaan pabrik di wilayah Jabar. Pasalnya, terdapat potensi pendapatan hingga Rp 60 triliun yang selama ini tidak dioptimalkan untuk masuk ke kas daerah.

Salah satunya disampaikan anggota DPRD Jabar dari Fraksi Gerindra Persatuan Daddy Rohanady. Ia menyebut, ada semacam jokes atau candaan tentang keberadaan pabrik di Jawa Barat yang hanya numpang membuang kotoran, sementara pendapatannya masuk ke daerah lain.

"Saya cukup sering menyampaikan ini di forum Banggar, soal PPH 21 dan PPH 25 badan. Karena ada semacam jokes, kenapa mereka cuma buang kotoran aja di Jawa Barat. Semestinya PAD Jawa Barat mirip-mirip dengan DKI," kata Daddy saat interupsi di sela-sela rapat paripurna DPRD Jabar, Senin (10/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ridwan Kamil pun diminta untuk membuat regulasi yang tegas mengenai hal itu. Sebab jika potensi itu bisa dimaksimalkan, pendapatan Jawa Barat bisa diatas DKI Jakarta.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil lalu merespons interupsi sejumlah anggota DPRD di rapat paripurna tersebut. Ia memastikan, sudah membuat edaran supaya kantor pabrik yang berada di Jakarta wajib membuat kantor cabang di Jawa Barat, agar ada pendapatan yang turut masuk ke kas daerah.

ADVERTISEMENT

"Untuk peningkatan PAD, kami sudah lakukan edaran agar kalau kantornya di Jakarta, pusatnya, tapi kalau punya pabrik di Jawa Barat, NPWP-nya harus punya NPWP kantor cabang. Jadi solusinya adalah mereka wajib membuat kantor cabang, bayar pajaknya di kantor cabang, sehingga PPH yang diambil pusat bisa lebih besar di Jawa Barat," kata Ridwan Kamil.

Namun, Ridwan Kamil mengaku belum memantau kembali mengenai surat edaran tersebut. Termasuk soal dampak seberapa besar peningkatan pajak yang diterima Jawa Barat dari regulasi tersebut.

"Itu sudah dilakukan, hanya belum kami monitor dampak dari edaran ini seberapa besar dalam peningkatan bagi hasil kepada Jawa Barat. Mudah-mudahan Rp 60 triliun tadi suatu hari bisa kita kembalikan ke Jawa Barat," ucapnya.

Usai paripurna, Ridwan Kamil kembali menjelaskan mengenai regulasi tersebut. Menurutnya, dengan adanya kewajiban pabrik harus membuat kantor cabang di Jawa Barat, pajak penghasilan dari para buruh melalui PPH 21 dan PPH 25 badan bisa masuk ke kas daerah Jabar.

"Jadi kan kalau seorang buruh pabrik itu digaji itu, pajak penghasilannya itu dibayarkannya di kantor pusatnya. Karena kantor pusatnya di Jakarta, walaupun buruhnya di Purwakarta, maka masuknya nanti bagi hasilnya dianggap oleh pemerintah pusat seolah-olah itu perusahaannya di Jakarta. Kan itu yang membuat tidak adil, padahal ribuan karyawannya kan di Jawa Barat," terangnya.

"Oleh karena itu kita bikin edaran mewajibkan agar perusahaan-perusahaan itu yang bayar pajaknya di pusat yang ngantor di Jakarta, kalau dia tinggal di Purwakarta, Jawa barat, bayarlah PPH-nya di kantor cabang. Mudah-mudahan dengan begitu nanti bagi hasil dari pusat ke Jawa barat bisa lebih ada sesuai haknya," ujarnya.

(ral/mso)


Hide Ads