Perjuangan dan Keberkahan di Balik Lezatnya Mie Kocok Cepay

Cerita Warga Biasa

Perjuangan dan Keberkahan di Balik Lezatnya Mie Kocok Cepay

Sudirman Wamad - detikJabar
Rabu, 20 Jul 2022 02:30 WIB
Mamat Rohman sang pioner mie kocok cepay.
Foto: Mamat Rohman sang pioner mie kocok cepay (Sudirman Wamad).
Bandung -

Kota Bandung identik dengan romantisme, wisata dan sejarah perjuangan kemerdekaan. Bandung juga menawarkan kuliner khas yang wajib dicicipi, salah satunya mie kocok.

Sangat mudah mencari tempat wisata kuliner di Bandung. Memang, Kota Kembang ini bikin lidah bergoyang-goyang. Perut juga kenyang. Nah, spot kuliner yang cocok untuk menikmati makanan khas mie kocok adalah Gor Pajajaran. Di Gor Pajajaran terdapat kuliner mie kocok legendaris. Namanya mie kocok cepay.

Soal rasa mie kocok cepat tak perlu ditanya. Sebab, mie kocok ini hadir sejak 1975. Sebelum berbicara soal rasa, detikJabar akan mengulas tokoh inspiratif di balik tetap eksisnya mie kocok cepay. Namanya, Mamat Rohman. Berkat kesabaran dan kelembutan kasihnya menjaga warisan kuliner, mie kocok cepay masih digandrungi. Rasa yang juara, hadirkan nostalgia hingga jadi makanan atlet jawara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mamat Rohman lahir dari keluarga pas-pasan, sebut saja tak mampu. Sebelum ia merintis mie kocok cepay, Mamat sempat bekerja sebagai pelayanan mie kocok pada periode 1970-an. Hanya beberapa tahun Mamat menjadi pramusaji tanpa gaji. Pria yang sudah haji itu, dulu hanya dibayar satu mangkok setiap hari.

"Saya lihat, saya pelajari. Akhirnya, tahun 1975 jualan sendiri. Jualan keliling, karena sudah bisa membuat mie kocok," kata bapak beranak tiga itu saat berbincang dengan detikJabar di kedai mie kocok cepay di Gor Pajajaran, Selasa (19/7/2022).

ADVERTISEMENT

Bermodal keberanian dan uang sekitar Rp 400, Mamat Rohman mengadu nasib sebagai penjual keliling mie kocok. Saat itu usianya sekitar 13 tahun. Mamat Rohman merelakan masa remajanya. Hidup yang pas-pasan membuat Mamat Rohman banting tulang. Kaki mungilnya menjelma menjadi bertenaga. Pundaknya dipaksa untuk kuat memikul dagangan.

"SD tidak tamat. Jajan dulu nggak pernah. Dikasih duit itu setahun dua kali, saat kenaikan kelas sekolah dan lebaran Idul Fitri," kata Mamat Rohman sembari tersenyum.

Matanya berkaca-kaca. Kelopak mata bagian bawahnya menahan air mata yang hendak jatuh. "Sedih dulu mah. Ingat masa lalu, ingat kepahitan," kata Mamat Rohman.

Pria berusia 59 tahun itu kembali menunjukkan senyumnya. Makan nasi jagung, nasi gaplek, hingga mengontrak di kamar ukuran 2x3 meter menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidup Mamat Rohman. Motivasinya, demi hidup yang berkecukupan hingga menjaga kuliner warisan.

"Alhamdulillah, 1978 mulai terkenal. Mulai menetap menggunakan gerobak di Gor Pajajaran. Istri juga Alhamdulillah menemani saat tinggal di kontrakan sempit, sampai sekarang Alhamdulillah," kata Mamat Rohman.

Kecintaan Masyarakat Tionghoa

Kala remaja, Mamat Rohman kerap gigit jari karena tak bisa bermain sepak bola atau bola voli. Cuan dan hidupnya yang berkecukupan adalah pilihannya. Perlahan, mie kocoknya dikenal. Bahkan, mie kocok Mamat Rohman menjadi makanan favorit masyarakat Tionghoa. Hingga kini pun masih sama.

Nama mie kocok cepay pun lahir dari kalangan Tionghoa. Kata cepay merupakan modifikasi pelafalan dari cepe, atau seratus.

"Dulu harganya Rp 100. Banyak orang-orang Tionghoa yang suka makanan. Katanya ribet kalau ngomong mie kocok Mamat Rohman, jadi diganti pakai mie kocok cepay. Waktu itu harganya cepe soalnya, Rp 100," ucap pria asal Ciwidey Kabupaten Bandung itu.

Cara Mamat Rohman menceritakan kegetiran hidup hingga mendulang keberkahan dari mie kocok adalah bukti kesabaran dan ketulusannya. Berkat mie kocok, tiga anak Mamat Rohman sarjana. Ia juga sudah berhaji.

"Alhamdulillah. Banyak berkah hidup dari mie kocok," kata suami dari Entat (53) tahun itu.

"Pelanggan setia masih ada. Mayoritas memang Tionghoa. Ada juga atlet, sampai sekarang atlet masih makan di sini. Ada yang turun temurun juga" kata Mamat Rohman menambahkan.

Kini harga mie kocokcepay dijual Rp 25 ribu untuk satu porsi yang biasa. Sedangkan, untuk porsi spesial pakaikikil Rp 35 ribu, dan untuk porsi spesial isi daging Rp 40 ribu.

Gandrung Menabung

Pahit, pahit dan pahit. Kata yang sering diucap Mamat Rohmah saat mengenang masa remajanya. Akrab dengan rasa lapar. Keluarga menitipkan ilmu menabung. Ilmu yang juga membawa Mamat Rohman bisa hidup berkecukupan. Sebab, Mamat Rohman tak ingin anak-anaknya dan cucunya merasakan kepahitan hidup.

Mamat Rohman memiliki rumus 50:50 dalam hidupnya. Hasil jualan mie kocok, 50 persennya ia tabung. Ia amankan untuk masa depannya.

"Kalau dapat Rp 1.000, jadi Rp 500 itu ditabung. Cukup itu bagaimana kita mengolahnya. Insy Allah cukup," kata Mamat Rohman.

Mamat Rohman memang gandrung menabung. Hasilnya ia tunaikan untuk berhaji, membeli rumah pribadi hingga menjadikan tiga anaknya sarjana. Ia juga mengajarkan agar anaknya untuk bisa menabung untuk kebutuhan dan berbuat kebaikan.

"Hidup mah tak mungkin sampai 1.000 tahun," ucap Mamat.

Pahit hingga manisnya hidup sudah Mamat Rohman rasakan. Kini usianya mulai senja. Penghasilan mi kocok juga sudah tak seperti sediakala. Pandemi jadi biang keroknya.

"Ya dulu biasanya Rp 4 juta per hari. Sekarang mah rata-rata Rp 2 jutaan, ini kotornya. Kecuali akhir pekan ya. Alhamdulillah, kita syukuri. Ini kita belum hitung bayar pegawai dan lainnya," kata Mamat Rohman.

Menjaga Kuliner Warisan

Mi kocok cepay dulu memiliki lima cabang. Kuliner legendaris itu kini hanya fokus membuka pelayanan di Gor Pajajaran. Sebab, tenaga Mamat Rohman tak sekuat dulu. Mamat pun telah meminta salah satu anaknya untuk meneruskan usahanya.

"Alhamdulillah, anak saya ada yang mau. Jadi nanti diteruskan," kata Mamat Rohman.

Mamat Rohman tak ingin mie kocok cepat punah. Sebab, mie kocok adalah kuliner warisan leluhur. Selain itu, mie kocok cepay adalah keberkahan hidup Mamat Rohman dan keluarganya.

"Ini sejarah. Jangan sampai hilang. Ada perjuangan orang tua, dan kuliner khas juga," ucap Mamat.

detikJabar mencicipi mi kocok cepay spesial kikil. Aroma dan rasanya khas. Sebab, mie kocok cepay ini teknik memasaknya menggunakan arang kayu. Rasanya autentik. Bikin lidah bergoyang, dan meninggalkan kenang.

Disarankan dimakan saat masih panas atau hangat. Dijamin, mie kocok cepay menyisipkan memori manis untuk dikenang saat berada di Kota Kembang.

Halaman 2 dari 2
(sud/mso)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads