Efek Harga Solar Industri Naik di Jabar, Nelayan Jadi Enggan Melaut

Efek Harga Solar Industri Naik di Jabar, Nelayan Jadi Enggan Melaut

Sudirman Wamad - detikJabar
Minggu, 03 Jul 2022 10:27 WIB
Jelang Lebaran, nelayan di Indramayu, Jawa Barat, libur melaut. Sejumlah perahu tampak terparkir di Pelabuhan Karangsong.
Pelabuhan Karangsong Indramayu (Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)
Bandung -

Produksi hasil tangkap ikan nelayan di Jawa Barat (Jabar) perlahan mulai stabil dibandingkan awal pandemi. Namun, masalah lain muncul, yakni kenaikan harga BBM jenis Solar industri.

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jabar tak menampik kenaikan harga BBM itu membuat nelayan enggan melaut. Imbasnya, produksi perikanan tangkap terganggu.

"Sudah jalan lagi, sudah biasa lagi tapi memang lagi ada masalah ini. Ada aturan-aturan, masalahnya karena BBM jenis Solar naik," kata Kabid Perikanan Tangkap Dede Hermawan kepada detikJabar, Minggu (3/7/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2020 produksi perikanan tangkap di Jabar mencapai 234.256 ton. Menurun dibandingkan tahun 2019, yakni 248.778 ton. Dede mengaku belum mengetahui secara persis laporan tentang jumlah produksi perikanan tangkap tahun lalu dan saat ini. Namun, Dede memastikan produksi perikanan tangkap tahun ini bakal meningkat dibandingkan sebelumnya.

"Penurunan karena BBM ini mungkin hanya sebulan dua bulan ya. Karena harganya itu untuk nelayan industri bisa Rp 16.900 hingga Rp 18.000 per liter," kata Dede.

ADVERTISEMENT

Dede mengaku telah bersurat ke Pertamina terkait solusi untuk nelayan. Ia berharap ada solusi untuk nelayan. Sehingga, kesejahteraan nelayan bisa terbantu.

Karangsong Indramayu

Dede menjelaskan selama ini Kabupaten Indramayu menjadi penyumbang produksi perikanan tangkap terbesar di Jabar, tepatnya di TPI Karangsong. Sebab, Dede menyebut nelayan Indramayu mencari hasil tangkapan ikan hingga ke wilayah Indonesia Timur.

"Di sana banyak kapal-kapal besar yang melaut sampai Papua. Jadi, kapal besar di Indramayu itu melaut, kemudian tiga bulanan mendarat di Karangsong lagi," kata Dede.

Data BPS menyebutkan dari total produksi perikanan tangkap di Jabar yang mencapai 234.256 ton, sebanyak 146.480 ton berasal dari Indramayu. Atau, menyumbang hingga Rp 2,6 miliar, dari total nilai produksi perikanan tangkap Jabar yang mencapai Rp 5,3 miliar.

"Sebulan itu bisa miliaran Rupiah di Indramayu. Dikelola oleh koperasi juga," kata Dede menambahkan.

Dede mengatakan wilayah pesisir selatan Jabar mayoritas nelayan kecil, berbeda dengan di Indramayu. Namun, lanjut Dede, masalah nelayan di selatan tak jauh berbeda dengan lainnya yakni BBM.

"Cuman kan kalau nelayan mereka (selatan) banyaknya kapal-kapal kecil ya. Tapi tetep aja masalahnya ya di itu, di BBM. Karena nelayan tidak boleh beli Pertalite. Kalau Pertamax itu rata-rata belinya pakai jeriken, itu jadi masalah juga," ucap Dede.

(sud/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads