Profesi sebagai petani saat ini tak banyak dilirik, terutama oleh generasi muda. Namun, tak demikian bagi Wisnu Saepudin, warga Kampung Baru Nyatu, RW 12, Desa Pasirlangu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Ia mematahkan stigma tersebut
Darah agraria yang mengalir dari sang ayah membuat pemuda 28 tahun itu kini nyaman bergelut sebagai petani paprika, yang boleh dibilang sukses. Padahal, kebanyakan pemuda seumurannya kini masih berkutat dengan rancangan masa depan dan kerja keras di berbagai perusahan dan sektor profesi.
Kengototan dan kegigihannya memilih profesi petani paprika kini berbuah manis. Penghasilannya setiap bulan, tentu jauh mengangkangi pendapatan mereka yang meremehkan profesi petani.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wisnu mengawali kiprahnya sebagai petani paprika pada 2012 silam. Kala itu, usianya baru menginjak 22 tahun. Tanpa pengetahuan mumpuni soal dunia tanam-menanam, Wisnu susah payah merintis ladang pertaniannya.
Lahan seluas 1.200 meter persegi pemberian orangtuanya disulap jadi green house yang kelak ditanami paprika. Wisnu tak malu terjun langsung mulai dari menanam, memupuk, merawat tanaman supaya tak diserang hama, memanen, hingga memasarkan.
"Akhirnya ikut bertani meneruskan orang tua, karena saya lihat ternyata ada hasilnya. Saya mulai itu tahun 2012, dikasih lahan sama orangtua dengan 4000 pohon. Tapi itu juga enggak langsung berhasil," ungkap Wisnu kepada detikJabar, Selasa (22/3/2022).
Kesuksesan tak langsung diraih, berkali-kali ia sempat mengalami kegagalan. Namun Wisnu tak patah arang, sampai jalan kesuksesannya menjadi seorang petani milenial terbuka saat seorang temannya semasa sekolah dulu bekerja di Pasar Caringin, Bandung.
![]() |
Temannya membutuhkan pasokan paprika yang kebetulan saat itu ketersediannya sedang kurang. Beberapa kali bertemu dan menjalin komunikasi, tercapai kesepakatan kerja sama lisan yang akhirnya mendongkrak kesuksesannya.
"Terbantu market itu dari teman sekolah yang punya kios di pasar (Caringin). Saya coba suplai dengan tambahan barang beli dari petani, ya akhirnya terbuka peluangnya dari situ sampai sekarang. Sekarang kirim juga ke Pasar Kramat Djati, supermarket, kadang ke Malang sama Bali," tutur Wisnu.
Ayah satu orang anak itu kini mulai menikmati hasil positif dari kerja kerasnya selama hampir 10 tahun yang tentunya dengan modal tak sedikit. Kini, ia sudah memiliki beberapa lahan paprika yang ditanam di dalam green house.
"Akhirnya berhasil dan tanamannya terus bertambah. Sekarang untuk saya pribadi sudah punya 25 ribu pohon paprika. Lahan totalnya kira-kira 500 tumbak (hampir 1 hektare)," kata Wisnu.
Pasang surut dalam menggeluti profesi sebagai petani paprika tentunya mewarnai hari-hari Wisnu. Kala harga paprika sedang bagus, tentunya ia tersenyum lebar lantaran bisa mengantongi omzet puluhan juta. Namun, pikirannya bakal berubah kalut ketika harga jual merosot tajam.
"Sekarang per hari bisa kirim sampai 1,5 ton. Terus harga juga lagi bagus, tapi kalau stok lagi banyak terus harga turun ya omzet juga turun. Biasanya per bulan bisa dapat Rp 20 juta," ujar Wisnu.
Wisnu berangan-angan bisa terus melebarkan sayap usahanya hingga ke luar negeri. Ia menyasar potensi ekspor paprika, namun tak tahu mesti bagaimana.
"Inginnya bisa ekspos, jadi pemerintah memasilitasi apa saja yang diperlukan. Kalau sekarang kan saya bingung mau bagaimana untuk bisa ekspor, jadi masih mengandalkan pasar dalam negeri," ungkap Wisnu.
(ors/bbn)