Para perajin tahu dan tempe di sejumlah daerah sempat melakukan aksi mogok produski imbas mahalnya harga kedelai. Kondisi membuat warga kesulitan mendapat tahu dan tempe di pasaran.
Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menyatakan harga tahu dan tempe akan mahal bahkan langka jika bahan baku kedelai harganya tetap tinggi. Meski pemerintah memberikan stimulus berupa bantuan permodalan, gas, listrik atau bangunan tidak akan berdampak karena stimulan itu dianggap tidak ada.
"Sering kali bantuan itu tidak semua akan mendapat bantuan, kemudian yang kedua bantuan tidak bisa dibaca sebagai regulasi pasar, jadi menurut pandangan saya walau itu mekanisme pasar tetap pemerintah harus intervensi bagaimana harga kedelai turun. Dan kedelai harus tersedia karena tidak mungkin turun kalau barangnya tidak tersedia," ujar Dedi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Diplomasi Kuliner ala Ridwan Kamil |
Menurutnya sudah menjadi kebiasaan di Indonesia pedagang atau produsen di level terkecil sampai besar jika mendapat stimulus dari pemerintah tidak pernah berimbas pada konsumen. Namun jika ada kesusahan pedagang atau produsen akan 'curhat' hingga berpengaruh ke konsumen.
Sehingga, kata Dedi, pemerintah harus tetap mengintervensi harga kedelai dibanding dengan memberikan stimulus. "Kalau tidak diintervensi harga kedelai pasti mahal, kalau harga kedelai mahal walaupun listrik dibantu, gas dibantu, bangunan dibantu tetap tahu tempe akan mahal. Karena tetap bantuan itu tidak akan diakui oleh pengusaha sebagai komponen menurunkan harga produksi," katanya.
Mantan Bupati Purwakarta ini menilai warga Indonesia sudah terbiasan dengan lonjakan harga. Dari rata-rata kasus, menurutnya masyarakat tidak pernah protes harga naik asal barang tetap tersedia. Berbeda dengan pedagang atau produsen yang kerap protes karena tidak mampu lagi menjual barang pada masyarakat.
"Sekarang ini kan yang protes bukan pembeli, yang protes itu kan para produsen bahwa tidak punya lagi kemampuan untuk menjual kepada warga yang mayoritas pelanggan tahu tempe adalah kelas menengah ke bawah dan mereka gak tega," ucapnya.
Pria yang juga Wakil Ketua Komisi IV DPR RI itu juga merasa heran pemerintah tidak bertindak cepat untuk mengatasi kenaikan harga kedelai. Padahal kedelai adalah bahan pokok untuk kebutuhan bagi puluhan juta orang di Indonesia.
"Lagi-lagi kita ini selalu aneh kenapa sih kalau berbicara kebutuhan publik yang begitu luas, menyangkut perut puluhan juta rakyat Indonesia, ya ngeluarin subsidi mengintervensi pasar dengan membayar selisih harga pasar kedelai dunia ini kenapa gak mau cepet dilakukan," tuturnya.
"Kenapa sih kita selalu berargumen mekanisme pasar. Logika ini harus segera diubah, kalau menyangkut kebutuhan publik jangan ngomong mekanisme pasar karena publik tidak mengerti itu. Publik hanya ingin makan. Gizi yang paling bisa didapat oleh mereka adalah protein dari tahu tempe, kalau itu saja mereka tidak kebeli masa masyarakat harus makan dengan garam lagi," lanjut Kang Dedi.
Ia tak ingin kedelai selalu menjadi isu tahunan yang tak ada habisnya. Pemerintah seharusnya bisa melakukan langkah cepat dengan memberi subsidi harga kedelai. Sementara untuk jangka panjang pemerintah bisa memberi subsidi pertanian untuk petani kedelai agar tidak selalu merugi.
"Kita jujur-jujuran saja ada di antara kita yang bahagia dengan semakin tingginya angka impor. Semakin impor tinggi mereka bahagia, semakin tinggi produksi dalam negeri mereka tidak bahagia. Impor itu kan hitungnya gampang, beli di luar sekian jual di sini sekian sudah ada selisih untung. Berbeda dengan tanam sendiri yang susah terima untungnya," beber Kang Dedi.
Saat ini, lanjut Dedi, Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tinggal duduk bersama untuk merumuskan langkah jangka pendek dan jangka panjang dalam mengatasi isu tahunan kedelai. Jangan sampai setiap kementerian memiliki visi yang berbeda sehingga malah merugikan masyarakat.
Tidak hanya dua kementerian itu saja, Dedi juga meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mulai saat ini memiliki visi terhadap pembangunan pertanian di Indonesia. Sehingga ke depan Kemenkeu memiliki kebijakan yang memberikan perlindungan terhadap petani.
"Yang ditunggu masyarakat saat ini harga tahu tempe turun, itu harus dimulai dari harga kedelai yang turun. Apapun caranya pemerintah pasti tahu bagaimana menurunkan harga kedelai. Agar tidak terjadi lagi perilaku kita seperti keledai, gak boleh lagi peristiwa tahun sekarang harga kedelai berdampak pada kenaikan tahu tempe terjadi lagi pada tahun depan. Karena hanya keledai yang terperosok ke lubang yang sama," pungkas Kang Dedi Mulyadi.
(mso/tya)