Sungai Cidadap sedang tidak ramah hari itu. Airnya cokelat pekat, arusnya menderu liar membawa material longsor. Arusnya membongkar tebing tanah hingga 300 meter jauhnya, menghancurkan rumah-rumah warga.
Di tepian sungai yang dipenuhi lumpur setinggi mata kaki, puluhan personel dari Basarnas, Damkar dan Brimob tampak sibuk mengatur tali untuk tambat perahu karet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, di tengah dominasi seragam oranye itu, ada satu sosok yang mencuri perhatian. Seorang Polwan yang mengenakan hijab hitam, berseragam kesatuannya dengan rompi kuning bertuliskan "KAPOLSEK".
Dia adalah AKP Bayu Sunarti, Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Simpenan. Di tengah situasi genting, ia tidak memilih berdiri di posko yang kering. Ia justru melompat naik ke atas perahu karet, memegang dayung, dan menembus isolasi Kampung Cisarua.
Pelukan untuk Bayi 8 Bulan
Ketangguhan AKP Bayu diuji saat perahu yang ia tumpangi harus mengevakuasi kelompok rentan. Di tengah guncangan perahu yang melawan arus, naluri keibuannya mengambil alih.
Tangannya yang cekatan langsung mendekap erat seorang bayi berusia 8 bulan. Bayi itu terpaksa dievakuasi hanya bersama neneknya, karena kedua orang tuanya terjebak di ladang saat banjir memutus akses jembatan.
"Anak tersebut kami gendong bersama neneknya. Orang tuanya masih di ladang, jadi kami pastikan bayi ini aman sampai di seberang," tutur Bayu. Di pelukannya, bayi itu terlindungi dari cipratan air sungai yang dingin.
Tak hanya di sungai, di darat pun AKP Bayu tak henti bergerak. Ia tertangkap kamera sedang berlutut, mengoleskan minyak kayu putih ke perut dan kaki seorang anak kecil serta lansia yang menggigil kedinginan.
Ia memastikan setiap pengungsi, sekecil apa pun, merasakan kehangatan di tengah musibah.
Air Mata di Pos Ronda
Ujian kepemimpinan AKP Bayu kembali datang saat menghadapi Sarifah (40), Ketua RT yang histeris menolak dievakuasi. Sarifah duduk mematung di pos ronda, ingin menyaksikan rumahnya hancur ditelan sungai sebagai bukti bahwa ini bukan mimpi.
Alih-alih menggunakan pendekatan keras, AKP Bayu menggunakan pendekatan hati. Ia memegang erat tangan Sarifah, menatap matanya, dan membujuknya layaknya seorang saudara.
"Ayo Ibu, Ibu kan Bu RT, harus mencontohkan ke warganya. Keselamatan nomor satu, Bu," bujuknya lembut namun tegas.
Berkat kesabarannya, pertahanan Sarifah runtuh. Sang Ketua RT akhirnya mau berdiri dan berjalan menjauh dari bahaya, dipapah langsung oleh Kapolsek wanita tersebut.
Dua Minggu Menjabat
Siapa sangka, AKP Bayu ternyata baru dua minggu menjabat sebagai Kapolsek Simpenan. Belum sempat ia menghapal seluruh nama jalan di wilayahnya, alam sudah memberinya "ucapan selamat datang" berupa longsor di Ciwitali dan banjir bandang di Cidadap.
Namun, sebagai perwira, ia tidak gagap. Ia memegang teguh komando dari atasannya untuk menempatkan keselamatan warga di atas segalanya.
"Sejak pertama menjabat, saya langsung mendapat arahan dari pimpinan saya pak Kapolres AKBP Samian, untuk bergerak ke lokasi bencana," tegas AKP Bayu mengutip instruksi yang menjadi pedomannya.
Sore itu, saat hujan masih rintik-rintik, AKP Bayu masih berdiri di lokasi. Wajahnya lelah, seragamnya tak lagi rapi, namun senyumnya tetap merekah. Sebagai satu-satunya perempuan di tim evakuasi hari itu, ia telah membuktikan bahwa kelembutan dan keberanian bisa berlayar dalam satu perahu.
"Alhamdulillah, saya satu-satunya yang perempuan hari ini. Walaupun perempuan, tapi tetap semangat, naluri saya sebagai petugas kepolisian menghantarkan saya untuk tetap bersama mereka yang butuh uluran tangan bantuan," pungkasnya.
(sya/sud)










































