Dua siswi SMA Negeri 2 Cilacap menciptakan sebuah inovasi berupa kotak makan pintar yang mampu mendeteksi kondisi makanan apakah sudah basi atau masih layak konsumsi. Karya yang mereka beri nama Ompreng ini muncul sebagai bentuk keprihatinan atas maraknya kasus keracunan makanan. Di sekolah, alat tersebut kini dipakai untuk mengecek menu Makan Bergizi Gratis (MBG) sebelum dibagikan kepada siswa.
Adalah Alya Meisya N (16) dan Felda Triana W (16), pelajar kelas XI jurusan fisika-matematika, yang merancang perangkat ini. Ide mereka tercetus beberapa bulan lalu, jauh sebelum kasus keracunan MBG ramai terjadi.
"Kami menciptakan alat ini awalnya itu karena prihatin banyak kasus keracunan makanan. Nah alat ini bisa untuk mendeteksi kebasian makanan, terutama makanan MBG yang dibagikan di sekolah-sekolah. Akhir-akhir ini banyak kasus keracunan yang bikin anak-anak sampai masuk rumah sakit," kata Alya yang diaminkan oleh Felda saat ditemui di sekolahnya, Kamis (2/10/2025).
Bentuk alatnya menyerupai kotak makan besar, dengan sensor yang terpasang di bagian tutup. Cara kerjanya pun praktis: sampel makanan dimasukkan ke dalam kotak, lalu setelah ditutup sensor akan membaca hasil dalam waktu 3-5 menit.
Hasil pendeteksian ditampilkan melalui indikator. Jika makanan tidak aman, akan muncul tulisan 'terdeteksi'. Di bagian atas terdapat simbol MQ135 sebagai indikator untuk bahan pangan hewani, dan MQ3 untuk pangan nabati.
"Itu untuk daging angka indikator 100-400 masih aman di konsumsi. Kalau di atas itu artinya sudah hampir basi. Kalau yang sudah basi angkanya mencapai 1.000. Terus untuk buah-buahan dan sayuran. Yang aman di angka 100-500. Kalau di atas itu sudah mengandung gas yang hampir basi. Sebaiknya tidak dikonsumsi," terangnya.
Alat tersebut juga terhubung dengan aplikasi Android Blynk IoT sehingga hasilnya dapat dipantau secara daring lewat ponsel.
"Jadi koneksinya lewat WiFi. Aplikasi ini bisa terhubung angkanya. Kalau misal sambil menunggu waktu pengecekan bisa ditinggal dan dipantau lewat handphone," jelasnya.
Alya menuturkan, sistem kerjanya mengandalkan sensor suhu, warna, dan gas. Ia berharap alat ini dapat ditingkatkan fungsinya untuk mendeteksi bakteri berbahaya.
"Jadi alat ini mendeteksi gas yang keluar. Masih mau disempurnakan lagi biar bisa mendeteksi berbagai macam bakteri diantaranya e-coli dan salmonella," ungkap dia.
"Sebenarnya alat ini untuk mendeteksi kebasian tetapi penyebab dari keracunan bisa disebabkan oleh makanan terkontaminasi basi," tambahnya.
Ompreng telah diuji di laboratorium dan bahkan berhasil meraih penghargaan di tingkat regional.
"Alhamdulillah kami dapat juara 2 dalam ajang AHM Best Student (AHMBS) Regional Jateng-DIY 2025 yang digelar Astra Honda Motor secara daring, 11-23 September lalu. Juara 1 nya kalau tidak salah dari Jogja," ujarnya.
Keduanya berharap karya tersebut bisa terus dikembangkan agar memberi manfaat lebih luas.
"Harapannya pengin dikembangin lagi bisa bermanfaat bagi masyarakat di Indonesia. Bisa mengurangi masalah-masalah keracunan yang ada di Indonesia," pungkasnya.
Kepala SMA Negeri 2 Cilacap, Masripah, menyampaikan apresiasinya. Ia menilai karya ini lahir dari riset yang menjawab kebutuhan masyarakat.
"Itu karya anak-anak yang berbasis riset. Kami selalu dorong siswa untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar bermanfaat buat masyarakat," kata dia.
Ia menambahkan, sekolah mendukung penuh riset siswa dengan menyediakan pembimbing. Saat ini, alat tersebut sudah dipakai untuk mengecek makanan MBG.
"Iya, kami ambil sampel MBG dulu sebelum dikonsumsi siswa. Kalau misal hasilnya tidak layak, langsung kita hentikan pembagiannya. Semua demi keamanan siswa," ujar dia.
Artikel ini telah tayang di detikJateng
(yum/yum)