Kasus meninggalnya Raya (4), balita asal Kabupaten Sukabumi yang tubuhnya dipenuhi cacing, jadi pukulan telak bagi pemerintah daerah. Di balik duka keluarga miskin itu, Pemkab Sukabumi akhirnya mengakui ada sistem layanan sosial yang tidak berjalan, koordinasi yang mandek, dan birokrasi yang terlalu berbelit.
Kepala Bidang Perlindungan Jaminan Sosial (Linjamsos) Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi, Iwan Triyanto mengatakan, pihaknya sempat kesulitan menelusuri data keluarga Raya. Pasalnya, nama-nama anggota keluarga belum tercatat lengkap di Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG). Data kependudukan pun belum sepenuhnya sinkron dengan Disdukcapil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketika dicek di sistem, hanya nama ayahnya yang muncul. Sementara ibu dan anaknya tidak tercatat. Baru setelah konsolidasi ke desa dan kecamatan datanya masuk. Tapi memang terlambat, sehingga penanganan administratif ikut terhambat," kata Iwan di kantornya, Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Rabu (20/8/2025).
Lebih jauh, pihaknya menemukan iuran BPJS keluarga Raya ternyata menunggak. Kondisi ini membuat aktivasi kepesertaan tidak bisa dilakukan cepat. Menurutnya butuh waktu satu bulan untuk mengaktifkan kembali BPJS.
"Kami harus komunikasi dulu dengan desa, BPJS, Dinkes, dan stakeholder lain. Malam tadi sudah ada titik terang, rencananya diaktifkan kembali lewat PBI-Pemda," tambahnya.
Namun Iwan juga menyoroti cara relawan membawa kasus ini ke publik tanpa berkoordinasi dengan dinas. "Informasi langsung muncul di media sosial, jadi blunder. Harusnya dikonfirmasi dulu. Akhirnya masyarakat saling menyalahkan," tuturnya.
Sistem Tak Berjalan
Senada, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sukabumi, Wawan Godawan menegaskan, kasus Raya membuka fakta bahwa sistem perlindungan sosial belum berjalan sebagaimana mestinya.
"Kalau sistem ini berjalan dari tingkat RT, RW, desa, kecamatan, sampai ke puskesmas, saya yakin kasus ini tidak akan separah itu. Ini jadi pembelajaran penting agar jangan sampai muncul 'Raya-Raya' lain," ujarnya.
Wawan mengakui birokrasi memang kerap dianggap berbelit. Namun menurutnya, aturan itu dibuat untuk memastikan data penerima jaminan benar-benar valid.
"Logikanya, tidak mungkin tiba-tiba orang datang langsung minta dilayani tanpa data lengkap. Tapi faktanya, di lapangan ada kendala. Koordinasi tidak jalan," katanya.
Kini Pemkab Sukabumi menyebut sudah menyiapkan langkah antisipasi agar kasus serupa tidak terulang. Dari aktivasi kepesertaan PBI, memperkuat peran puskesmas, hingga rencana kembali menyiapkan anggaran bantuan bagi keluarga miskin yang harus menunggu pasien di rumah sakit.
"Catatan dari kasus ini jelas, ada lubang dalam sistem. Kita akan rapatkan dengan pimpinan agar layanan sosial berjalan, dan warga yang butuh jaminan kesehatan bisa segera ditangani," tutup Wawan.
(orb/orb)