Kisah memilukan datang dari Kampung Pasir Ceuri, Desa Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Raya, balita perempuan berusia 4 tahun, meninggal dunia setelah sebelumnya diketahui mengalami gangguan kesehatan serius.
Temuan mengejutkan muncul saat ia dirawat di rumah sakit. Dari tubuh mungilnya diduga keluar sejumlah besar cacing, bahkan diduga bersarang hingga ke bagian otaknya. Informasi tersebut diketahui dari penanganan medis yang dilakukan di RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut penuturan dr Irfan selaku Humas sekaligus dokter IGD RSUD Syamsudin, Raya masuk ke instalasi gawat darurat pada 13 Juli 2025 sekitar pukul 20.00 WIB. Saat itu kondisinya sudah tidak sadarkan diri sejak sehari sebelumnya.
"Pasien datang dibawa keluarga dan tim pengantar dalam keadaan tidak sadar. Hasil pemeriksaan awal menunjukkan syok atau kekurangan cairan berat," kata Irfan kepada detikJabar, Selasa (19/8/2025).
Syok berhasil ditangani, tetapi penyebab penurunan kesadaran masih samar. Hingga kemudian sebuah kejadian mengejutkan terjadi di ruang IGD. "Saat di IGD, tiba-tiba keluar cacing dari hidung pasien. Dari situ, kita mulai menduga ada kaitannya dengan infeksi cacing," ujarnya.
Raya kemudian dirujuk ke ruang PICU untuk perawatan intensif. Dari pemeriksaan lanjutan, dipastikan ia terserang askariasis, penyakit akibat cacing gelang (Ascaris lumbricoides).
"Infeksi bisa terjadi ketika telur cacing tertelan, baik melalui makanan, minuman, maupun tangan yang kotor. Telur akan menetas di usus, lalu berkembang jadi larva yang bisa menyebar lewat aliran darah ke organ-organ, bahkan otak. Itu sebabnya pasien bisa tidak sadar," jelas Irfan.
Dalam video yang diunggah lembaga Filantropi Rumah Teduh, Raya sempat diminta untuk pindah layanan medis namun relawan menolak saran pemindahan karena kondisi Raya kritis.
"Kami sudah tunjukkan betapa mengerikannya kondisi Raya saat itu, bagaimana cacing gelang sepanjang 15 cm ditarik keluar dari hidungnya dalam keadaan hidup, juga keluar dari mulutnya, dan ratusan cacing keluar dari kemaluannya dan anusnya, dalam keadaan sebagian besar hidup. Sudah lebih dari 1 Kg cacing dikeluarkan dari badannya, tapi tidak juga habis-habis." Kutip detikJabar dalam video.
Sebelumnya, Bidan desa, Cisri Maryati, membenarkan bahwa kondisi kesehatan Raya memang sudah menjadi perhatian sejak lama. "Ya kebetulan Raya itu sering ke posyandu, sehingga berat badannya kita kontrol, memang sejak kecil Raya termasuk BGM itu di bawah garis merah, benar-benar terpantau kalau untuk berat badannya," ujarnya.
Cisri mengatakan pihaknya sudah berupaya melakukan rujukan ke puskesmas agar Raya mendapat penanganan lebih lanjut, terutama konsultasi gizi. Namun, keluarga menolak dengan alasan ayah tiri Raya tidak mengizinkan.
"Jadi memang waktu itu sempat sama kita juga mau di rujuk ke puskesmas, sudah berkali-kali, untuk konsultasi minimal dengan ahli gizinya, cuman memang kalau jawaban dari ibunya, gak bisa, Mang Rizalnya (ayah Raya/Rizaludin) gak bolehin, katanya begitu," jelas Cisri.
Pemerintah desa pun tetap menyalurkan bantuan khusus untuk Raya berupa makanan bergizi.
"Jadi memang karena berat badannya ini BGM, sehingga bantuan dari desa pun tetap kita prioritaskan untuk Raya. Ada seperti susu, telor, ayam, buah-buahan, itu dapat Raya. Terus kemarin itu ada program PMT lokal, untuk Raya itu dapat 60 hari, jadi terpantau setiap harinya. Berat badannya juga kita pantau, udah ada kenaikan berat badannya waktu kemarin dapat PMT lokal," tambahnya.
Obat cacing pun rutin diberikan dalam program layanan dasar anak-anak di desa.
"Obat cacing untuk Raya dan semua anak-anak itu dapat setiap 6 bulan sekali, setiap bulan Februari dan Agustus. Jadi untuk Raya juga terakhir dapat itu bulan Februari, itu obat cacing," imbuhnya.
Kabar bahwa tubuh Raya dipenuhi cacing baru diketahui pihak desa setelah ada laporan dari relawan yang membawanya ke rumah sakit.
"Ada, tau, karena dari pihak relawannya juga menghubungi kami. Jadi kita diberitahukan kondisi Raya seperti ini, dirawat di RS Bunut, kondisinya seperti ini, cacingnya banyak. Waktu itu udah dapat sekitar 1 Kg kalau tidak salah," ungkap Cisri.
Sarah, bibi Raya, yang sehari-hari ikut merawat balita itu, juga tak menyangka kondisi keponakannya memburuk sedemikian rupa.
"Biasanya kan sehari-hari gaul sama anak-anak, emang telat jalannya, sehari-hari biasa main. Waktu hari Jumat masih main, hari Sabtu dibawa berobat, gak bilang cacingan sih, bilangnya dokter paru, batuk. Hari Minggu dibawa ke klinik bilangnya paru, langsung dibawa ke dokter anak. Kan disuruh dibawa langsung, pulang lagi, jemput. Itu 13 Juli. Yang bawa berobat saya, ke Klinik Kalapanunggal. Kata dokter saat itu TB," tutur Sarah.
Keluarga baru tahu soal banyaknya cacing setelah menerima kabar kematian Raya.
"Jadi begitu sampai di sini, dikabari bahwa banyak cacing dan segala macamnya. Iya, baru-nya udah meninggal waktu lihat itu-nya. Gak tau bisa seperti itu. Dari pola hidup, suka main di tanah si anak. Di dapur suka cumang cemong. Emang iya, sehari-harinya begitu," ujarnya dengan suara lirih.
Menurut Sarah, saat itu Raya tidak memiliki jaminan kesehatan.
"Enggak, awalnya gak punya apa-apa. Sekarang kondisinya, untuk keluarganya, udah mengajukan," katanya.
Saat mengenang keponakannya, Sarah tak kuasa menahan emosi.
"Sakit banget. Soalnya awalnya kan gak lihat seperti itu. Emang gak tau seperti itu. Cuman lihat kondisinya lemah gitu. Lihat gitu langsung gak enak," pungkasnya.
(sya/sud)