- Tubuh Mungil Raya Digerogoti Cacing Gelang Raya Kritis Saat Tiba di Rumah Sakit Cacing Keluar dari Hidung dan Mulut Raya Dipenuhi Cacing Tanpa Akhir
- Peran Desa dan Upaya Pencegahan Sejak Dini Pemantauan Gizi dan Kondisi BGM Program Pemberian Obat Cacing
- Duka Mendalam Keluarga Raya
- Kondisi Akses Kesehatan
Duka menyelimuti Kampung Pasir Ceuri, Desa Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Seorang balita perempuan bernama Raya, berusia 4 tahun, meregang nyawa setelah tubuh mungilnya dikuasai serangan cacing gelang. Tragedi ini bukan sekadar kisah penyakit biasa, melainkan potret mengenaskan tentang kondisi kesehatan anak di pedesaan yang terlambat tertangani.
Kejadian yang menimpa Raya membuat banyak pihak terperangah. Bagaimana tidak, dari tubuh kecilnya, cacing-cacing berukuran besar, keluar satu per satu, hidup dan bergerak. Jumlahnya tak tanggung-tanggung, mencapai lebih dari satu kilogram, namun tetap terasa tidak ada habisnya.
Peristiwa ini terungkap saat Raya dirawat di RSUD R Syamsudin SH, Kota Sukabumi. Kondisinya kala itu sudah kritis, tak sadarkan diri selama sehari penuh sebelum akhirnya dibawa ke ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD). Dokter yang menanganinya mendapati tanda syok akibat kekurangan cairan parah, tapi kemudian sebuah pemandangan yang mencengangkan terjadi--seekor cacing hidup tiba-tiba keluar dari hidung Raya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tubuh Mungil Raya Digerogoti Cacing Gelang
Raya, anak yang sejak kecil sudah dipantau di posyandu karena berat badannya berada di bawah garis merah (BGM), akhirnya menyerah pada ganasnya serangan parasit. Dari tubuhnya, cacing gelang sepanjang 15 cm terus-menerus keluar, bahkan mencapai berat lebih dari satu kilogram, namun tetap tak kunjung habis. Raya tutup usia di RSUD R Syamsudin SH, Kota Sukabumi, pada 22 Juli 2025, pukul 14.24 WIB.
Raya Kritis Saat Tiba di Rumah Sakit
Balita perempuan itu masuk ke RSUD R Syamsudin SH pada Minggu malam, 13 Juli 2025. Kondisinya sudah sangat lemah.
Menurut penuturan dr Irfan, Humas sekaligus dokter IGD RSUD Syamsudin, Raya masuk ke instalasi gawat darurat pada 13 Juli 2025 sekitar pukul 20.00 WIB. Saat itu kondisinya sudah tidak sadarkan diri sejak sehari sebelumnya.
"Pasien datang dibawa keluarga dan tim pengantar dalam keadaan tidak sadar. Hasil pemeriksaan awal menunjukkan syok atau kekurangan cairan berat," ujar Irfan kepada detikJabar, Selasa (19/8/2025).
Tim medis berhasil mengatasi kondisi syok tersebut. Namun, penyebab utama penurunan kesadaran Raya masih samar. Hingga kemudian sebuah peristiwa mengejutkan mengubah arah diagnosa dokter.
Cacing Keluar dari Hidung dan Mulut Raya
Saat penanganan berlangsung di IGD, sesuatu yang tak biasa terjadi.
"Saat di IGD, tiba-tiba keluar cacing dari hidung pasien. Dari situ, kita mulai menduga ada kaitannya dengan infeksi cacing," kata Irfan.
Peristiwa itu menjadi awal terungkapnya bahwa tubuh Raya dipenuhi oleh cacing gelang. Dari hidung, mulut, hingga bagian lain tubuhnya, cacing terus keluar, dalam kondisi hidup dan bergerak.
Kejadian di IGD bukan hanya membuat tim medis terkejut, tapi juga para relawan yang mendampingi. Dalam sebuah rekaman yang diunggah lembaga sosial Rumah Teduh, terlihat jelas bagaimana cacing gelang ditarik dari hidung Raya.
"Kami sudah tunjukkan betapa mengerikannya kondisi Raya saat itu, bagaimana cacing gelang sepanjang 15 cm ditarik keluar dari hidungnya dalam keadaan hidup, juga keluar dari mulutnya," tulis akun Rumah Teduh dalam video yang dikutip detikJabar.
![]() |
Dipenuhi Cacing Tanpa Akhir
Hal lebih mengejutkan lagi, cacing tidak hanya keluar dari saluran pernapasan, tetapi juga dari kemaluan dan anus Raya.
"Sudah lebih dari 1 Kg cacing dikeluarkan dari badannya, tapi tidak juga habis-habis," demikian kesaksian relawan dalam video tersebut.
Kondisi tersebut menegaskan betapa parahnya infeksi cacing yang dialami Raya. Tubuh kecilnya telah menjadi sarang parasit dalam jumlah yang nyaris tak masuk akal.
Raya masuk RSUD R Syamsudin SH, Kota Sukabumi, pada 13 Juli 2025. Nyawanya tak tertolong saat proses penanganan medis di rumah sakit tersebut. Balita tersebut meninggal pada 22 Juli 2025, pukul 14.24 WIB.
Peran Desa dan Upaya Pencegahan Sejak Dini
Pemantauan Gizi dan Kondisi BGM
Bidan desa, Cisri Maryati, mengaku sejak lama kondisi Raya sudah menjadi perhatian.
"Ya kebetulan Raya itu sering ke posyandu, sehingga berat badannya kita kontrol, memang sejak kecil Raya termasuk BGM itu di bawah garis merah, benar-benar terpantau kalau untuk berat badannya," ujarnya.
Desa pun memberi bantuan berupa makanan bergizi: susu, telur, ayam, dan buah-buahan. Raya bahkan pernah mendapatkan program PMT lokal selama 60 hari.
"Jadi memang karena berat badannya ini BGM, sehingga bantuan dari desa pun tetap kita prioritaskan untuk Raya. Ada seperti susu, telor, ayam, buah-buahan, itu dapat Raya. Terus kemarin itu ada program PMT lokal, untuk Raya itu dapat 60 hari, jadi terpantau setiap harinya. Berat badannya juga kita pantau, udah ada kenaikan berat badannya waktu kemarin dapat PMT lokal," tutur Cisri.
Program Pemberian Obat Cacing
Pemerintah desa sebenarnya memiliki program rutin pemberian obat cacing untuk anak-anak. Raya pun termasuk penerima program tersebut. Menurut bidan Cisri, distribusi obat cacing dilakukan dua kali dalam setahun.
"Obat cacing untuk Raya dan semua anak-anak itu dapat setiap 6 bulan sekali, setiap bulan Februari dan Agustus. Jadi untuk Raya juga terakhir dapat itu bulan Februari, itu obat cacing," ucap Cisri.
Namun, meski obat sudah diberikan, kenyataannya kondisi Raya tetap memburuk. Meski sudah ada upaya untuk merujuk ke puskesmas, langkah itu selalu gagal.
"Jadi memang waktu itu sempat sama kita juga mau di rujuk ke puskesmas, sudah berkali-kali, untuk konsultasi minimal dengan ahli gizinya, cuman memang kalau jawaban dari ibunya, gak bisa, Mang Rizalnya (ayah Raya/Rizaludin) nggak bolehin, katanya begitu," tutur Cisri.
Duka Mendalam Keluarga Raya
Sarah, bibi Raya yang ikut merawat sang balita, tak menyangka keponakannya meninggal dengan kondisi seburuk itu. Ia menceritakan keseharian Raya yang masih aktif bermain sebelum akhirnya jatuh sakit.
"Biasanya kan sehari-hari gaul sama anak-anak, emang telat jalannya, sehari-hari biasa main. Waktu hari Jumat masih main, hari Sabtu dibawa berobat, engak bilang cacingan sih, bilangnya dokter paru, batuk. Hari Minggu dibawa ke klinik bilangnya paru, langsung dibawa ke dokter anak. Kan disuruh dibawa langsung, pulang lagi, jemput. Itu 13 Juli. Yang bawa berobat saya, ke Klinik Kalapanunggal. Kata dokter saat itu TB," tutur Sarah.
Keluarga baru mengetahui tentang banyaknya cacing setelah kabar kematian datang. "Jadi begitu sampai di sini, dikabari bahwa banyak cacing dan segala macamnya. Iya, baru tahunya (ada cacing) saat (Raya) sudah meninggal. Nggak tahu bisa seperti itu," ucapnya.
"Dari pola hidup, suka main di tanah si anak. Di dapur suka cumang cemong. Emang iya, sehari-harinya begitu," kata Sarah menggambarkan perilaku keseharian Raya.
Bagi Sarah dan keluarga besar, kehilangan Raya adalah luka mendalam yang sulit dilupakan. Mereka mengaku tak pernah membayangkan cacing bisa menjadi penyebab kematian.
Kondisi Akses Kesehatan
Keluarga Raya juga menghadapi keterbatasan ekonomi. Menurut Sarah, keponakannya tidak memiliki jaminan kesehatan saat sakit.
"Enggak, awalnya enggak punya apa-apa. Sekarang kondisinya, untuk keluarganya, sudah mengajukan," ujar Sarah.
Kondisi ini membuat keluarga kesulitan untuk segera membawa Raya ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap. Ketidakmampuan mengakses layanan medis menjadi salah satu faktor keterlambatan penanganan.
Saat mengenang keponakannya, Sarah tak kuasa menahan emosi.
"Sakit banget. Soalnya awalnya kan enggak lihat seperti itu. Emang enggak tahu seperti itu. Cuma lihat kondisinya (Raya) lemah gitu," ucap Sarah menutup obrolan dengan suara terbata.
(sya/bbn)