Tangis Imas Solihat (38) pecah saat mengingat pengakuan anak sulungnya, GS (16), remaja korban persekusi di Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi. Ia beberapa kali mengusap air mata yang deras dari sudat matanya.
Dengan suara bergetar, Imas menceritakan bagaimana putranya pasrah meski nyawanya terancam, demi mengantarkan dompet dan KTP sang ayah yang hendak bekerja ke Pulau Seribu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Anak saya cerita tadi katanya sudah pasrah banget mau diapain, mau dibunuh juga nggak apa apa, katanya, yang penting anterin dulu ini dompet bapak saya. Bapak saya mau kerja ke Jakarta katanya. Sudah pasrah dia, ya Allah, ya Rabb," kata Imas kepada detikJabar, Sabtu (9/8/2025).
Diketahui ayah GS, Nandin Sallahudin (43), adalah tulang punggung keluarga yang bekerja di bidang pariwisata. "Ke Pulau Seribu kan, kan ada panggilan bekerja bersama teman temannya, kan sudah nyampai sana, nyampai Ciareuy, ditelepon balik lagi ke sini," ucapnya.
Imas masih ingat betul kondisi putranya saat pulang ke rumah. Wajah lebam, masih ada jejak luka di wajah dan kepala putra sulungnya itu.
"Sakit hati, sangat mengenaskan muka lebam-lebam, pas datang ke rumah, mamah, langsung dipeluk ya ampun, kakak sing sabarnya, langsung ngusap pundak nya, ieu ujian, mudah mudahan ieu kakak sing anak soleh, sing dibuktiken ka hareup sing jadi jalma nu bener bener ngabanggaken orang tua, sSemoga dibuktikan ke depan bisa jadi manusia yang bisa membanggakan orang tua)," ujar Imas.
Menurutnya, darah di wajah GS sudah dibersihkan saat tiba di rumah. "Iya kan pas pulang ke rumah mah udah di bersihin, udah dibawa ke dokter katanya, jadi ke rumah mah lebam-lebam, darah udah nggak ada gitu, udah dibersihin, darah nggak ada, lebam lebam banyak, d isini ada benjolan kepala sakit katanya, dada sakit katanya, iya ka sing sabar sing sabar kak, diusap pundaknya sama saya, GS ini anak pertama dari tiga bersaudara," ucapnya.
Imas juga menceritakan soal keluarga pelaku yang datang ke rumah untuk meminta maaf. Imas memaafkan, namun proes hukum menurutnya harus tetap berlanjut. Namun menurutnya persoalan itu masih menunggu kabar dari suaminya.
Ia menilai, seharusnya warga memastikan dulu sebelum bertindak, bahkan jika sang anak bersalah pun tidak seharusnya main hakim sendiri dilakukan.
"Harusnya kan ditanya dulu yang benar-benar, meskipun misalkan anak saya salah, pastinya ditanya benar-benar dulu. Jangan main hakim sendiri, tabayun dulu kan harusnya," tegasnya.
Harapannya sederhana. "Ya mudah mudahan anak saya cepat sehat secara fisik dan mentalnya, nggak ada trauma trauma.. Untuk kasusnya iya saya sudah lapor polisi," ujarnya.
Kepala Dusun Ikut Kawal Pelaporan
Kepala Dusun, Ujang Muhammad Irfanudin, mengatakan GS adalah warganya dan masih satu RT dengannya. Ia tidak berpikir dua kali untuk mengantar keluarga korban ke Polres Sukabumi untuk membuat laporan.
"Setelah kejadian ini saya tahunya dari ibu BPD yang ngasih kabar ke saya, setelah saya pulang antar anak saya berangkat sekolah, kemudian saya langsung ke rumahnya ke sini, setelah saya lihat saya juga merasa prihatin kemudian ada apa namanya untuk lapor istilahnya, kebetulan korban ini juga teman saya juga bapaknya karena bapaknya lagi tidak ada lagi kerja, beliau istilahnya memberatkan untuk membimbing ke pihak keluarga untuk melapor kesana ke pihak kepolisian, jadi saya kemarin langsung kesana diantar sama ambulan desa, kemudian prosedur mulai dari pelaporan, BAP sampai visum selesai selesai setelah magrib," ujarnya.
Menurut Ujang, keluarga ingin keadilan. "Keluarga itu ingin keadilan yang mana para pihak yang terutama para pelaku ingin dihukum sesuai prosedur yang berlaku di negara kita, itu saja," katanya.
"Setahu saya kemarin ada beberapa pelaku yang ke sini dan dia yang merekomendasikan untuk tadi apa namanya diobati, salah satu wakilnya istri pelaku, kebetulan istri pelaku pun kemarin ikut sama kita mengawal pelaporan, kapasitasnya mungkin simpatik pada korban dan atas dasar perintah dari pelaku suaminya supaya ikut," pungkasnya.
(sya/orb)