Kami ingin bermanfaat bagi masyarakat, khususnya warga miskin. Meskipun kami berempat pun hidup dalam keterbatasan.
Kalimat itu yang diutarakan Pak Anas, seorang guru honorer asal Garut ketika berbincang dengan detikJabar di kantornya, Kamis, (7/8/2025) pagi, terkait kisah Pak Anas dan tiga orang temannya, yang menginisiasi program renovasi rumah warga miskin secara swadaya.
Anas adalah pria kelahiran Garut, 7 Mei 1977. Dengan gaji di bawah Rp 1 juta, hampir setiap hari berangkat dari rumahnya di bilangan Cihuni, Kadungora, untuk mengajar olahraga di SMP Muhammadiyah 2 Kadungora dengan status guru honorer.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah 13 tahun mengabdi sebagai guru honorer," kata Anas.
Lelaki bernama lengkap Moch. Anas Nasrulloh ini, belakangan menjadi buah bibir di Garut. Setelah kisahnya bersama tiga orang kerabat, Eutik dan Deden Dani tukang ojek, serta Eva Lindia seorang guru TK yang menginisiasi renovasi rumah rusak milik masyarakat miskin secara swadaya mencuat ke publik.
Menurut Anas, perjuangan dia dengan tiga kawannya itu, telah berlangsung cukup lama. Ceritanya bermula di tahun 2021. Kala itu, Anas terenyuh dengan kondisi rumah tetangganya yang hampir roboh.
"Saat itu, saya tidak bisa berbuat banyak karena saya pun tidak punya uang. Akhirnya berbicara dengan tiga rekan saya, kemudian kita sepakat untuk membantu dengan cara yang lain," ucap Anas.
Meskipun dalam keterbatasan, akal Anas dan rekan dalam membantu sesama tak padam. Mereka kemudian menggedor pintu rumah para dermawan, untuk mengumpulkan donasi. Singkat cerita, rupiah bisa terkumpul hingga akhirnya gubuk reyot itu bisa berdiri tegak kembali.
Kebaikan dalam membantu sesama yang dilakukan, membuat mereka ketagihan. Beragam informasi terkait warga miskin yang perlu uluran tangan segera karena rumahnya rusak terus berdatangan. Hingga akhirnya, mereka kemudian meresmikan diri dengan nama Cihuni Social Community (CSC).
Tak kurang dari 12 unit rumah dan 1 unit masjid, berhasil mereka perbaiki sejak tahun 2021, tanpa sedikit pun uang dari pemerintah. "Caranya kalau ada informasi rumah rusak dan perlu segera diperbaiki, kami berbicara ke donatur. Donatur yang memberikan uang, dan kami yang eksekusi," ungkap Anas.
Anas dan teman-temannya tak sepeserpun mengambil rupiah dari dana bantuan donatur untuk renovasi masyarakat miskin tersebut. Lantas, apa keuntungan yang mereka dapatkan?
"Saya dan rekan-rekan dari CSC murni untuk sosial saja. Lillahi ta'ala niatnya menolong sesama yang butuh bantuan," katanya.
Ke-12 rumah rusak milik masyarakat miskin yang berhasil mereka renovasi terdiri dari 2 unit rumah di Kecamatan Leles, 7 unit rumah di Kecamatan Kadungora, serta 3 unit rumah di Ciaro, Kab. Bandung.
Setiap unit rumah yang mereka perbaiki, menghabiskan dana yang bervariatif. Mulai dari Rp 20-50 juta tergantung kerusakannya. Menurut Anas, dana tersebut murni dihimpun dari para donatur.
Anas sendiri mengaku perjuangan dia dengan Deden, Eva dan Eutik tidak akan berhenti sampai di sini. Usai kegiatannya banyak diketahui publik, Anas berharap mampu lebih banyak lagi membenahi rumah milik masyarakat miskin yang rusak.
Kini, hanya satu pinta Anas. Selain bisa merenovasi rumah milik masyarakat miskin lebih banyak lagi, Anas juga ingin dibantu untuk memperjuangkan masyarakat miskin bisa berdikari.
"Karena setelah renovasi, kadang bingung juga. Ini yang dibantu enggak punya pekerjaan, tidak punya penghasilan," ungkap Anas.
"Saya ingin berkolaborasi dengan pihak yang bisa. Jadi bagaimana mereka tidak hanya sekadar dibantu renovasi rumahnya, tapi juga diperbaiki taraf hidupnya agar bisa mandiri dan lepas dari kemiskinan," pungkas ayah 3 orang anak tersebut.
(dir/dir)