Wali Kota Bandung Muhammad Farhan mengungkapkan gagasannya untuk mengurai kemacetan. Ia mengaku sedang menyiapkan skema agar durasi lampu lalu lintas atau traffic light bisa diatur ulang.
Sekedar diketahui, Bandung mendapatkan predikat dari TomTom Traffic Index 2024 sebagai kota termacet nomor satu di Indonesia. Untuk menempuh jarak 10 kilometer, TomTom membeberkan bahwa durasi waktu yang harus ditempuh sekitar 33 menit 30 detik.
"Sebenarnya saya pengin kerjasama dengan perusahaan sejenis TomTom ini, biar bisa mengetahui data analitik pergerakannya. Misalnya, lampu merah 'sepanjang masa' lampu merah Samsat (Lampu merah perempatan Kiaracondong, Kota Bandung), nanti ada waktu-waktunya yang pas lah," kata Farhan, Rabu (23/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena gini, bisa jadi tidak hanya jamnya yang berbeda dalam menentukan durasi lampu merah lampu hijaunya. Itu juga tergantung harinya, karena pasti beda," ucapnya menambahkan.
Farhan membeberkan, Pemkot Bandung sebetulnya sudah memiliki alat untuk mengatur ulang durasi lampu lalu lintas. Namun masalahnya, alat tersebut belum bisa digunakan karena terkendala masalah big data.
"Alatnya sudah siap, tapi belum ada datanya untuk dimasukin berapa menit. Karena kalau datanya masuk, dia akan mengatur sendiri. Alatnya mah udah jadi, tinggal kita belum bisa beli datanya aja," ujar Farhan.
"Saya baru kemarin ketemu sama Dishub, saya meminta untuk melakukan pengaturan juga soal ATCS (Area Traffic Control System) kasih laporan ke saya. Mereka belum dapat laporan, baru akan laporan hari Kamis," tambahnya.
Untuk itu, wacana ini pun rencananya akan coba dikaji lebih dalam. Yang jelas, Farhan menginginkan ada solusi untuk mengurai kemacetan di Kota Bandung yang selama ini menjadi sorotan.
"Saatnya Bandung jadi smart beneran. Alat-alat canggih sudah ada, tinggal dimanfaatkan dan didukung dengan data yang akurat," sahutnya. Selama ini kan masih manual. Harusnya bisa otomatis, apalagi sekarang semua sudah serba digital," pungkasnya.
Traffic Light Berbasis AI
Sementara itu praktisi lalu lintas Edwin Affandi, mengatakan Kota Bandung perlu revolusi sistem pengaturan lalu lintas melalui teknologi modern. Diakui Edwin, solusi inovatif berupa traffic light adaptif berbasis kecerdasan buatan (AI) bisa menjadi kunci untuk mengurai benang kusut kemacetan di simpang jalan.
"Sistem fixed time tidak lagi relevan untuk kondisi lalu lintas yang dinamis. Diperlukan sistem cerdas yang bisa menyesuaikan waktu hijau berdasarkan kondisi riil di lapangan," ujar Edwin.
Edwin menuturkan, terdapat tiga penyebab yang menjadi masalah utama kemacetan di simpang jalan Kota Bandung. Pertama, waktu hijau tidak responsif artinya lampu lalu lintas dengan pengaturan waktu tetap tidak menyesuaikan dengan variasi volume kendaraan yang datang, sehingga waktu hijau bisa terbuang sia-sia.
"Kedua, adanya tumpang tindih arus saat lampu hijau menyala, arus dari satu arah seringkali tertahan karena kendaraan dari simpang lain sudah memenuhi area tengah persimpangan," bebernya.
Ia menyebutkan masalah ketiga yaitu jarak dan kecepatan Kendaraan yang masih jauh saat lampu hijau menyala kerap gagal melintas. Hal itu berdampak menghambat efisiensi arus dan memperpanjang waktu tunggu berikutnya.
Selain itu, lanjut Edwin, kemacetan pun memiliki beberapa dampak yang sangat merugikan masyarakat diantaranya dapat menghambat waktu selama 25-40% waktu perjalanan, peningkatan emisi dan polusi serta memicu stres, kecemasan, serta gangguan pernapasan akibat paparan polusi.
"Disisi lain juga kemacetan berdampak pada kerugian ekonomi, karena kendaraan yang terjebak macet mengonsumsi lebih banyak bahan bakar hingga 30% dibanding kondisi normal," pungkasnya.
(ral/dir)