Setiap pagi, ribuan warga Bandung melintasi jalanan kota dengan satu harapan sampai tepat waktu. Tapi harapan itu kerap harus berhadapan dengan kemacetan, dari Jalan AH Nasution di timur hingga perempatan Samsat Soekarno Hatta yang dikenal warga sebagai Setopan Kircon.
Di Jalan AH Nasution, kemacetan bukan sekadar kejadian sesekali. Bagi Sudiana Diman (43), pengendara motor yang setiap hari menempuh rute Cilengkrang ke Pasteur, pagi hari adalah waktu paling kritis.
"Kalau jam segini mah udah pasti macet," katanya saat ditemui Selasa (17/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia sudah hafal betul pola kepadatan lalu lintas di jalur itu. Justru karena macet kerap lebih parah sebelum pukul 07.00 WIB, ia memilih berangkat agak siang.
"Makin pagi sebelum jam 7, lebih macet, orang sekolah, berangkat kerja kan," lanjutnya.
Dengan jarak tempuh 10 kilometer, Sudiana bisa menghabiskan waktu hingga satu jam di jalan. Jika tidak macet, ia bisa tiba dalam waktu lebih cepat, tapi waktu tempuh itu sudah jadi ukuran aman agar tidak terlambat masuk kerja.
"Berangkat jam 7 kalau macet bisa jam 8 lebih (sampai), kalau gak macet bisa kurang," ungkapnya.
Kemacetan di AH Nasution, menurut Sudiana, diperparah oleh banyaknya persimpangan jalan yang memperlambat arus lalu lintas. "Parah macetnya kalau pagi, yang bikin macet persimpangan, pertigaan, banyak yang keluar masuk kendaraan," keluhnya.
Sandy (33), pengguna mobil, punya cerita serupa. Perjalanan dari rumahnya di kawasan AH Nasution menuju tempat kerja di Ciganitri, Kabupaten Bandung, bisa memakan waktu hingga satu setengah jam.
"Pake mobil dari rumah ke Cicaheum bisa 40 menit dengan tingkat kemacetan parah, ke tempat kerjaan bisa 1 jam 30 menit," katanya.
Baginya, macet adalah menu sarapan sehari-hari. Beberapa titik yang menurutnya paling padat adalah di sekitar Arcamanik, RS Hermina, hingga Terminal Cicaheum.
"Tiap hari lewat sini, macet di sini parah, kalau dari tingkat kemacetan banyak pertigaan itu yang bikin macetnya. Kalau sudah lewat Arcamanik pom bensin lancar, macet lagi setelah Hermina," tuturnya.
"Kalau siang agak sedikit lancar, lebih pagi lebih macet soalnya ngejar jam kerja," imbuhnya.
Tak jauh berbeda, di jalur utama lain seperti Jalan Soekarno Hatta, kemacetan menjadi bagian dari rutinitas yang tak bisa dihindari terutama di perempatan Samsat Soekarno Hatta alias Setopan Kircon,
Sejak pukul 07.30 WIB, penumpukan kendaraan mulai terlihat di berbagai arah, dari Jalan Ibrahim Adjie ke Kiaracondong, dari Ciwastra, hingga arah sebaliknya. Pelajar dan pekerja tumpah ruah di jalan, membuat antrean kendaraan menjulur hingga setengah kilometer.
Sumber masalahnya? Tak hanya karena traffic light dengan durasi panjang, tapi juga kehadiran kendaraan ekspedisi dan angkot yang ngetem sembarangan. Meski punya empat lajur, jalan itu tetap tak cukup menampung padatnya arus lalu lintas.
"Pokoknya kalau lewat setopan Kircon (Perempatan Samsat Soekarno Hatta) mah harus banyak-banyak sabar. Satu-satunya jalan bagi kita soalnya cuma lewat sana," ujar Kamal, warga yang setiap hari melintasi jalur itu dari Ciwastra.
Kamal punya strategi berangkat pagi-pagi usai mengantar anak sekolah agar bisa sedikit menghindari puncak kemacetan.
"Kalau saya biasanya habis nganter anak sekolah langsung berangkat. Jadi biar sampe sini (perempatan Samsat Soekarno Hatta) enggak begitu macet. Jadi pas sampe kantor, masih punya waktu buat ngopi bentar sebelum kerja," ucapnya.
Sementara Rudi, pedagang di sekitar lokasi, menyebut bahwa kemacetan di Setopan Kircon nyaris tak kenal waktu. "Wah di sini mah kalau udah macet enggak kenal waktu, a. Terus weh dari pagi sampe malem enggak berhenti, lowong juga paling sesekali aja," singkatnya.
(bba/orb)