Mamat dan Si Baron yang Setia Tunggu Pelancong Datang Berwisata

Serba-serbi Warga

Mamat dan Si Baron yang Setia Tunggu Pelancong Datang Berwisata

Rifat Alhamidi - detikJabar
Minggu, 16 Feb 2025 18:30 WIB
Mamat, kusir delman di kawasan ITB.
Mamat, kusir delman di kawasan ITB. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Bandung -

Kerutan memang sudah memenuhi tubuhnya. Tapi soal etos kerja, pria satu ini tak bisa dipandang sebelah mata. Namanya adalah Mamat. Di usianya yang sudah menginjak 75 tahun, dia masih setia bekerja sebagai kusir delman dengan kuda yang diberi nama Baron sebagai tunggangan.

Jika akhir pekan datang, Mamat sedari pukul 05.30 WIB akan bersiap-siap berangkat dari rumahnya di wilayah Kopo, Bandung. Menempuh perjalanan sekitar satu jam, Mamat dan Si Baron lalu mangkal di Jalan Skanda, di kawasan Institut Teknologi Bandung (ITB).

"Hari ini baru 4 orang, sep (sebutan untuk orang tua kepada para anak muda di kalangan warga Sunda). Sepi terus sekarang mah," begitulah perbincangan dengan Mamat saat ditemui detikJabar di atas delman miliknya, Sabtu (15/2/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mamat masih ingat, sudah 40 tahun dia menggantungkan nafkah untuk keluarganya dari pekerjaan sebagai kusir delman. Sejak saat itu, dia memilih tidak berpindah-pindah tempat meski kawasan wisata di Bandung telah menjamur di mana-mana.

Sayangnya memang, animo wisatawan untuk naik delman saat ini, kata Mamat, telah berkurang. Padahal jika akhir pekan tiba, beberapa tahun lalu, Mamat dipastikan mengantongi uang sedikitnya Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu di tangan.

ADVERTISEMENT

"Sekarang mah nyari setengahnya aja udah ngek-ngekan. Sementara pengeluaran makin tinggi, belum buat beli makan kuda. Enggak seimbang jadinya, sep," ucap Mamat menceritakan keluhannya.

Tak hanya mengandalkan akhir pekan. Untuk tambahan penghasilan, Mamat memilih menarik delman di wilayah Pasar Sayati, Kopo di hari-hari yang lain. Hasilnya pun lumayan. Kata Mamat, ada saja penumpang yang menggunakan jasanya seperti pekerja kantoran, warga yang datang ke pasar hingga anak-anak yang berangkat ke sekolah.

Namun memang, kondisinya jauh berbeda dibanding dahulu. Penumpang Mamat mulai berkurang lantaran mereka sudah punya kendaraan pribadi yang membuat delmannya perlahan ditinggalkan. "Jadi kalau Sabtu-Minggu, di sini di ITB, pakai roda empat. Kalau sehari-hari, narik di pasar pakai roda dua," ucapnya.

Meski dalam kondisi serba pas-pasan, Mamat tetap bersyukur di umurnya yang sekarang masih tetap diberi kesehatan. Mamat sendiri dikarunia empat anak yang telah berkeluarga semua, dan memiliki 8 orang cucu.

Mamat, kusir delman di kawasan ITB.Mamat, kusir delman di kawasan ITB. Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar

Jadi, Mamat sudah tak begitu terbebani lantaran anak-anaknya masing-masing telah punya pekerjaan. Ditambah, dia baru ditinggalkan sang istri yang meninggal pada lima bulan yang lalu.

"Sering dilarang sama anak sebetulnya. Tapi gimana, abah mah suka kesel kalau di rumah. Kalau 2-3 hari nganggur misalnya, badan jadi pararegel. Soalnya dari muda udah biasa kerja nguli panggul, sep," cerita Mamat seraya menunjukkan senyum lebarnya.

Kemudian, jika akhir pekan, Mamat sampai rela menginap di pinggir Jalan Skanda. Keesokan harinya setelah seharian narik delman, dia lalu pulang ke rumah meski penghasilannya sudah jauh berkurang.

Mamat pun membuka jasanya dengan harga Rp 50-60 ribu untuk sekali putaran dengan rute Jalan Skanda-Jalan Gelap Nyawang-Jalan CiungwanaraCiungwanara-Jalan Ganesa. Tarif itu diberlakukan untuk satu keluarga yang berjumlah 3-4 orang.

Namun, Mamat nampak tak mengeluh dengan kondisi sekarang. Baginya, selagi masih sehat, ia lebih memilih keluar rumah dan mencari pundi-pundi rupiah. "Ngereyeuh weh sep abah mah. Selagi masih kuat, badan masih jagjag, disyukuri aja. Toh rezeki mah enggak bakal ketukar," tutup Mamat mengakhiri perbincangannya.

(ral/iqk)


Hide Ads