Paguyuban Warga Pedagang Pasar Induk Gedebage (PWPPIG) angkat bicara terkait gurun sampah atau tumpukan sampah yang ada di Pasar Induk Gedebage, Kota Bandung. Ketua PWPIG Agus Kustiana mengatakan, penanganan sampah di Pasar Induk Gedebage, sebelum dikelola oleh PWPIG pernah dikelola dahulu oleh Perumda Pasar Juara.
"Penanganan sampah Pasar Gedebage dulu dilakukan oleh Perumda Pasar Juara termasuk retribusi sampah, ketika Perumda Pasar Juara menarik retribusi sampah hanya menghasilkan kisaran Rp900 ribu sampai Rp1.2 juta dalam sehari, kemudian terjadi penumpukkan sampah baik di sekitar kios maupun di belakang Pasar Gedebage," kata Agus dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar, Rabu (12/2/2025).
Agus mengungkapkan, PWPIG yang dulunya bernama Paguyuban Pedagang Pasar Induk Gedebage mendampingi petugas dari Perumda Pasar Juara untuk menarik retribusi sampah dan berhasil menghasilkan pemasukan Rp2 juta sampai Rp2.5 juta dalam sehari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Akan tetapi setelah itu penarikan retribusi sampah dilakukan oleh PWPIG dan hasil retribusi sampah diserahkan ke PT GS. PT GS menyerahkan ke PWPIG dengan mewariskan hutang sekitar Rp363 juta, kemudian dikarenakan tidak ada dana untuk biaya mengangkut sampah ke TPA, Paguyuban yang diketuai Guru Yana, meminjam uang ke Koperasi sekolah sebesar Rp40 juta, akhirnya sampah dapat diangkut," ungkapnya.
"Kemudian Guru Yana pun menundurkan diri dari Ketua Paguyuban dan utang ke Guru Yana pun belum dibayar," tambahnya.
Selain itu, pihaknya juga mengolah sampah secara komposting dengan menghabiskan anggaran dana pinjaman Rp100 juta, akan tetapi hasil komposting menumpuk dikarenakan tidak ada yang membeli, meskipun sudah ditawarkan ke berbagai instansi pemerintah maupun swasta.
Kemudian, kepemimpinan dilanjutkan oleh Agus Kustiana dan paguyuban juga sama tidak memiliki dana untuk membayar biaya angkut sampah dan akhirnya meminjam Rp50 juta ke bank keliling dengan cicilan Rp500 ribu sehari dan saat ini utang sisa ke Rp 8,5 juta. Kemudian untuk memberikan upah PHL, pihaknya meminjam ke perorangan dan hutang saat ini mencapai Rp45 juta.
"PWPIG membuat kesepakatan dengan pedagang bahwa penarikan retribusi sampah ke pedagang sebagai biaya opersaional angkut dari toko/kios ke tempat pembuangan sampah sementara di belakang Pasar Induk Gedebage dan hingga saat ini tidak ada dana untuk membayar ke DLH Kota Bandung agar diangkut, ditambah adanya pembatasan ritase ke TPA Sarimukti dan penghentian pembuangan sampah ke TPA Pasir Bajing Garut," jelasnya.
Dalam hal ini, PWPIG juga mendapatkan bantuan mesin sampah dari DLH Kota Bandung dan mesin itu dioperasikan, namun proses operasional tidak bisa dilakukan lama karena mesinnya sudah tua dan cepat panas, sehingga tidak maksimal.
![]() |
Kemudian PT GS juga mempunyai mesin, akan tetapi sama sekali tidak dioperasikan. Selain itu, kendaraan roda 3 yang dipakai oleh PWPIG sering mogok karena sudah tua, bahkan sudah disambung pakai kayu dan diikat besi beton.
"PWPIG membeli R4 untuk mengangkut sampah dari kios ke TPS Pasar Induk Gedebage," tambahnya.
Dalam hal ini, pihaknya meminta kepedulian kepada Pemerintah Kota Bandung, khususnya kepada Perumda Pasar Juara untuk bersama-sama menuntaskan permasalahan sampah di Pasar Induk Gedebage.
Seperti diketahui, dalam hal ini Perumda Pasar Juara melalui pengelola pasar mendapatkan keuntungan dari sewa kios, papan reklame, parkir dan bisnis lainnya.
"Retribusi sampah yang diambil oleh PWPIG dalam sehari memperoleh Rp2,5-2,7 juta atau jika dirata-ratakan sekitar Rp2,5 juta, penghasilan itu dikurangi cicilan utang ke perorangan Rp1 juta ke si A, Rp1 juta ke si B, dan Rp500 ribu ke si C, alhasil habis dibayarkan cicilan. Untuk membiayai kasbon PHL, haki, mencari pinjaman dan mengadaikan mobil sebesar Rp35 juta" terangnya.
"Terkait pemindahan siswa PAUD, itu bukan oleh Perumda Pasar Juara, akan tetapi oleh Ketua RW yang juga merupakan sesepuh dan pembina PWPIG. Sampah ditangani Perumda Pasar Juara dulu tetap numpuk, ditangani PT Ginanjar Saputra sama menggunung, sama PWPIG menggunung baru saat ini ya. Bahkan mendapatkan informasi bahwa Perumda Pasar Juara mengangkut sampah di Pasar Gedebage mendapatkan dana dari APBD, sedangkan kami, tak pernah dapat bantuan," pungkasnya.
"Pengolahan sampah organik dengan metode maggotisasi telah dilaksanakan pengembang biakan bibit maggot, pembuatan rak dan biopond saat ini untuk pakan harian 50-100kg/ hari," kata Humas Perumda Pasar Juara dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar, Selasa (11/2/2025).
Selain maggotisasi, Perumda Pasar Juara juga telah menyediakan sarana komposter. Namun, salah satu penyebab utama penumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Pasar Gedebage adalah banyaknya kendaraan pengangkut sampah dari berbagai wilayah yang menumpuk di lokasi. Kendaraan tersebut bahkan terkadang menginap beberapa hari sembari menunggu mobil pengangkut dari DLH yang jumlahnya terbatas.
Perumda Pasar Juara menegaskan pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas persoalan ini adalah Paguyuban Pedagang Pasar Induk Gedebage (PPIG). Pasalnya, PPIG mengutip retribusi kebersihan dan menerima bantuan mesin dari DLH, namun mesin tersebut tidak dioperasikan. Alih-alih mengelola sampah dengan baik, paguyuban justru membuang sampah langsung ke TPS tanpa membayar jasa pelayanan angkut sampah ke DLH.
"Yang seharusnya bertanggung jawab adalah yang mengambil keuntungan (tipping fee) yaitu Paguyuban Pedagang Pasar Induk Gedebage (PPIG) karena paguyuban mengutip retribusi kebersihan dan mendapat bantuan mesin dari DLH namun tidak beroperasional dan kegiatannya hanya membuang sampah di lokasi TPS serta tidak membayar jasa pelayanan angkut sampah ke DLH," katanya.
Di tengah situasi ini, Perumda Pasar Juara juga mengambil langkah cepat dengan memfasilitasi pemindahan kegiatan belajar siswa PAUD ke lokasi yang lebih aman. "Sekolah PAUD sempat di fasilitasi untuk kegiatan belajar di halaman Masjid Al-Hasan," katanya.