Republik Demokratik Kongo (DRC) tengah menghadapi eskalasi konflik setelah perang saudara kembali berkecamuk. Kelompok pemberontak M23 dilaporkan telah menguasai sebuah bandara di kota Goma.
Mengutip detikNews, menurut laporan AFP, Rabu (29/1/2025), insiden ini terjadi pada Selasa (28/1) waktu setempat. Kelompok bersenjata M23, yang dipimpin oleh etnis Tutsi, disebut-sebut mendapatkan dukungan dari pasukan Rwanda. Mereka memasuki pusat kota Goma pada Minggu (26/1) malam setelah melakukan pergerakan selama berminggu-minggu.
Hingga kini, belum jelas wilayah mana yang masih berada di bawah kendali pasukan pemerintah atau sudah dikuasai pemberontak. M23 mengklaim telah mengendalikan kota tersebut selama dua hari terakhir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bandara Goma Dikuasai Pemberontak
Seorang sumber keamanan mengungkapkan kepada AFP bahwa pasukan M23 berhasil mengambil alih bandara pada Selasa. Sumber tersebut juga menyebutkan bahwa lebih dari 1.200 tentara Kongo telah menyerah dan kini ditahan di pangkalan bandara misi PBB di Kongo.
Serangan mendadak ini memperburuk kondisi di wilayah timur Kongo yang kaya akan sumber daya mineral. Daerah ini telah menjadi medan konflik antara kelompok-kelompok bersenjata yang didukung oleh kekuatan regional sejak terjadinya genosida di Rwanda pada 1994.
Selain itu, pertempuran ini memperparah krisis kemanusiaan. PBB memperingatkan bahwa ratusan ribu orang terpaksa mengungsi, menghadapi kekurangan pangan, dan mengalami gangguan terhadap distribusi bantuan. Rumah sakit juga kewalahan menangani korban, sementara risiko penyebaran penyakit semakin meningkat.
Kota Goma Mencekam
Pada Selasa (28/1), kota Goma yang berpenduduk satu juta jiwa tampak lengang setelah pertempuran hebat sehari sebelumnya. Jalan-jalan sepi, menandakan ketegangan yang masih tinggi di wilayah tersebut.
Destin Jamaica Kela, seorang warga yang berhasil melarikan diri ke perbatasan, menggambarkan kondisi mencekam di Goma. Ia mengungkapkan bahwa banyak korban jiwa yang bergelimpangan di jalan.
"Bom berjatuhan dan menewaskan orang di mana-mana, kami melihat banyak mayat," ujar perempuan berusia 24 tahun itu.
Unjuk Rasa di Kinshasa
Ketegangan tidak hanya terjadi di Goma, tetapi juga di ibu kota Kinshasa. Sejumlah demonstran menyerang beberapa kedutaan besar negara asing, termasuk milik Rwanda, Prancis, Belgia, Amerika Serikat, Kenya, Uganda, dan Afrika Selatan. Massa membakar ban di luar beberapa gedung kedutaan sebagai bentuk protes.
Akibat eskalasi ini, Kedutaan Besar AS telah menginstruksikan warganya untuk segera meninggalkan negara tersebut. Sementara itu, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mengecam serangan terhadap kedutaan sebagai tindakan yang "tidak dapat diterima" dan "sangat meresahkan".
Laporan dari rumah sakit setempat mencatat setidaknya 17 orang tewas dan 367 lainnya mengalami luka-luka dalam dua hari pertempuran.
"Situasi kemanusiaan di dalam dan sekitar Goma masih sangat mengkhawatirkan," ujar Jens Laerke, juru bicara badan kemanusiaan PBB (OCHA).
Dengan situasi yang terus berkembang, komunitas internasional terus memantau peristiwa ini dan menyerukan penyelesaian damai untuk menghindari lebih banyak korban jiwa serta memperburuk krisis kemanusiaan di Kongo.
Artikel ini telah tayang di detikNews.
(ygs/sud)