Leona Hargreaves, seorang wanita asal Inggris, berbagi kisah perjuangannya melawan migrain hemiplegia, sebuah kondisi langka yang dapat menyebabkan gejala mirip strok.
Mengutip dari Wolipop, kondisi ini memengaruhi satu dari 10.000 orang dan menimbulkan berbagai gangguan seperti kelemahan otot, kesulitan berbicara, hingga kehilangan penglihatan sementara.
"Tiba-tiba sisi kiri tubuh saya melemah, saya kehilangan kemampuan berbicara, dan penglihatan di mata kiri saya menjadi buram," kenang Leona saat menggambarkan serangan pertama yang dialaminya pada Oktober 2024, seperti dikutip dari Mirror.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diagnosis yang Mengubah Hidup
Leona pertama kali mengalami migrain umum pada usia 13 tahun. Selama tiga tahun, ia harus menghadapi sakit kepala parah dan penglihatan buram. Anehnya, gejala tersebut menghilang saat ia berusia 16 tahun dan tidak muncul kembali selama satu dekade. Namun, kehidupan Leona berubah drastis pada Oktober 2024 ketika serangan mendadak dengan gejala mirip stroke terjadi.
"Saat itu, semua orang mengira saya terkena stroke. Saya merasa sangat panik dan berpikir, 'Apakah ini akhir hidup saya?'" ujarnya dengan penuh emosi.
Setelah pemeriksaan medis, dokter mendiagnosisnya dengan migrain hemiplegia, sebuah kondisi yang jarang ditemui. Sejak itu, Leona harus menyesuaikan hidupnya dengan serangan yang sering terjadi setiap dua minggu sekali.
Dampak Migrain Hemiplegia pada Kehidupan Sehari-hari
Kondisi ini tidak hanya memengaruhi fisik Leona tetapi juga membatasi aktivitas hariannya. Kini, pada usia 26 tahun, ia sering menggunakan tongkat untuk membantu mobilitas selama dan setelah serangan.
"Setiap serangan membuat saya takut, apakah kali ini saya tidak akan bisa berjalan lagi," ungkapnya.
Leona juga menghadapi tantangan besar dalam dunia kerja. Ia terpaksa mengurangi jam kerja dari penuh waktu menjadi hanya tiga hari dalam seminggu karena serangan yang kerap terjadi.
"Saya merasa seperti harus menyerah sedikit demi sedikit. Tapi setidaknya, dengan tongkat, saya masih bisa keluar rumah dan tidak harus selalu membatalkan rencana," tambahnya.
Leona juga menyampaikan bahwa banyak orang salah memahami migrain. Menurutnya, migrain bukanlah kondisi yang selesai dalam sehari.
"Orang berpikir migrain hanya berlangsung sehari, dan setelah sakit kepala hilang, semuanya kembali normal. Padahal, ada tahap persiapan sebelum serangan, serangan itu sendiri, dan fase pemulihan yang bisa berlangsung hingga seminggu," jelasnya.
Mencari Pengobatan yang Tepat
Dalam upaya mengatasi migrain hemiplegia, Leona mencari pengobatan di National Migraine Centre di St. John's Wood, London. Beberapa opsi pengobatan yang tersedia meliputi obat anti-epilepsi, suntikan botox untuk otot, dan Vydura untuk meredakan gejala migrain. Hingga kini, Leona masih mempertimbangkan langkah terbaik yang sesuai dengan kondisinya.
Baca juga: Alasan di AS Sering Terjadi Kebakaran Hebat |
Kisah Leona menggambarkan betapa beratnya perjuangan melawan migrain hemiplegia, sebuah kondisi yang sering kali disalahpahami. Dengan upaya yang terus dilakukan, ia berharap dapat meningkatkan kualitas hidupnya sekaligus memberikan kesadaran kepada masyarakat tentang kompleksitas migrain.
Artikel ini telah tayang di Wolipop.
(kik/sud)