Balada Perempuan Jabar di 'Meja Belajar'

Balada Perempuan Jabar di 'Meja Belajar'

Sudirman Wamad - detikJabar
Selasa, 31 Des 2024 14:38 WIB
Ilustrasi PPDB SMP Negeri
Ilustrasi pelajar perempuan di SMP. Foto: iStock
Cirebon -

Indah tertunduk layu saat membicarakan tentang pendidikan. Nasibnya tak beruntung dalam menempuh pendidikan. Perempuan berusia 27 tahun itu menyesal karena tak bisa melanjutkan pendidikan hingga sekolah menengah atas.

Indah mengawali perbincangan dengan kondisi keluarganya yang berada di garis kemiskinan saat dirinya kecil. Perempuan asal Desa Pamengkang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon itu tak bisa melanjutkan sekolah menengah pertama (SMP) karena ekonomi keluarga. Indah mengalah, keluarga memilih adik dari Indah untuk tetap melanjutkan sekolah.

Sementara itu, Indah kemudian merantau ke Ibu Kota menjadi pelayan warung nasi hingga toko. "Sebenarnya ada rasa ingin melanjutkan, kan bisa kejar paket ya. Tapi, karena ekonomi dan kebutuhan, akhirnya saya tetap bekerja untuk keluarga," kata Indah saat berbincang dengan detikJabar belum lama ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indah adalah anak kedua dari empat saudara. Kegagalan Indah di 'meja belajar' menyulitkannya untuk mencari kesejahteraan. Ia mengaku sulit mencari kerja dengan hanya bermodal ijazah SD. Indah pun memilih kerja informal, seperti pelayan warung maupun toko.

"Karena nggak punya ijazah, ya kerjanya jadi pelayan toko, warung nasi, yang begitu-begitu. Risikonya begitu," ucap Indah.

ADVERTISEMENT

Setelah merantau belasan tahun di wilayah Ibu Kota dan sekitarnya, Indah akhirnya menikah dengan Rahmat warga Desa Pamengkang, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon pada 2018. Kini Indah memilih menjadi pelayan warung nasi di kantin Balai Kota Cirebon.

Dulu, Indah pernah bermimpi bisa berseragam putih-abu. Mimpi itu pupus. Kini, Indah harus menghadapi realita.

Ia berharap kepala daerah terpilih bisa membuat pelatihan dan memudahkan akses pendidikan bagi perempuan yang kesulitan ekonomi. "Ya dulu pengin sampai SMA, tapi ya itu karena faktor ekonomi. Terus, pengin ikut kejar paket, tapi kan ijazahnya tidak seperti yang sekolah SMA biasa itu. Ya jadi tidak ada pilihan lain," tutup Indah.

Indah, pelayan di kantin Balai Kota Cirebon.Indah, pelayan di kantin Balai Kota Cirebon. Foto: Sudirman Wamad/detikJabar

Pendidikan Perempuan Masih Rendah

Indah adalah salah satu potret perempuan yang terpaksa berhenti sekolah. Menurut data Kementerian dan Kebudayaan (Kemendikbud) bertajuk 'Jumlah Putus Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Status Sekolah Tiap Provinsi' 2023, total laki-laki yang putus sekolah, baik negeri maupun swasta pada 2023 di Jabar mencapai 3.059 orang. Rinciannya, 2.732 siswa laki-laki dari sekolah negeri, dan 327 siswa laki-laki dari sekolah swasta. Sementara itu, total perempuan yang putus sekolah mencapai 2.616 orang. Rinciannya, 2.348 siswa perempuan dari sekolah negeri, dan 268 dari sekolah swasta. Totalnya jumlah siswa di Jabar yang putus sekolah pada 2023 mencapai 5.675.

Sementara itu, jumlah siswa putus sekolah pada 2022 menurut data Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar mencapai 5.784 siswa. Jumlah angka putus sekolah mengalami penurunan pada 2023 dibandingkan dengan 2022.

Selain persoalan putus sekolah, ternyata rata-rata lama sekolah (RLS) di Jabar masih tinggi laki-laki dibandingkan perempuan. Mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar, rata-rata lama sekolah laki-laki sekitar 9,12 tahun pada 2023. Sedangkan, rata-rata lama sekolah perempuan sekitar 8,54. Rata-rata lama sekolah perempuan selama tiga tahun terakhir tak menyentuh hingga 9 tahun.

Sementara itu, dari 27 daerah di Jabar, rata-rata lama sekolah perempuan yang paling rendah adalah di Indramayu, yakni 6,36 tahun pada 2023. Pada tahun sebelumnya, hanya 6,12 tahun rata-rata lama sekolah perempuan di Indramayu.

Menurut data BPS Jawa Barat Bertajuk Indeks Ketimpangan Gender 2023, persentase penduduk laki-laki usia 25 tahun ke atas yang berpendidikan SMA ke atas tidak mengalami perubahan dari tahun 2022 ke 2023, yaitu sebesar 41,24 persen. Berbeda dengan penduduk laki-laki, persentase penduduk perempuan usia 25 tahun ke atas yang berpendidikan SMA ke atas mengalami penurunan. Pada 2022, persentase perempuan usia 25 tahun ke atas yang berpendidikan SMA ke atas sebesar 35,36 persen, kemudian menurun menjadi 35,26 persen pad 2023.

Manager Monev dan Riset Fahmina Institute Rosidin tak menampik pendidikan perempuan di Jabar masih rendah. Ia menilai hal ini masih berkaitan dengan perspektif masyarakat tentang perempuan.

"Di beberapa daerah cara pandang masyarakat memang bahwa cukup laki-laki pendidikannya yang tinggi, ini cukup banyak. Anak laki-laki yang sering disekolahkan lebih tinggi. Cara pandang ini masih berkembang di masyarakat," kata Rosidin kepada detikJabar.

Rosidin pun mendesak agar pemerintah bisa berkomitmen tentang wajib belajar 12 tahun. Rata-rata lama sekolah di Jawa Barat menjadi bukti perlunya komitmen pemerintah untuk mengimplementasikan regulasi yang ada.

Paslon Pilgub Jabar Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan di Debat Kedua Pilgub Jabar 2024Paslon Pilgub Jabar Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan di Debat Kedua Pilgub Jabar 2024 Foto: Devteo Mahardika/detikJabar

Suara Calon Kepala Daerah

Soal rendahnya lama pendidikan di Jabar sempat disinggung pada debat kandidat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar ketiga yang digelar di Gedung PMLI, Kabupaten Bogor, 23 November 2024. Debat kandidat ketiga itu mengusung tema 'Bumi Subur, Masyarakat Akur, Jawa Barat Makmur'.

Pada salah satu segmen, calon gubernur peraih suara terbanyak Dedi Mulyadi mengakui masih rendahnya rata-rata lama pendidikan di Jabar. Hal ini menurut Dedi menjadi salah satu pemicu angka perkawinan yang tinggi. Pernyataan Dedi itu bermula saat Ahmad Syaikhu yang berpasangan dengan Ilham Habibie membeberkan tentang data puluhan ribu angka perkawinan anak, perceraian maupun KDRT di Jabar. Syaikhu kemudian bertanya kepada Dedi Mulyadi, bagaimana strateginya untuk menekan kasus-kasus tersebut. Seperti yang pernah diterbitkan 20Detik.

"Perkawinan di bawah umur terjadi karena usia pendidikan yang rendah. Cara mencegahnya yaitu dengan lamanya pendidikan harus ditingkatkan, anak-anak harus mengenyam pendidikan sampai SMA/SMK," kata Dedi menjawab pertanyaan Ahmad Syaikhu dalam debat tersebut.

"Pemerintah harus meningkatkan pendidikan sebuah lingkungan, keterjangkauan sekolah, ketersediaan ruang sekolah, sehingga masyarakat bisa lebih lama bersekolah. Pemerintah provinsi harus bisa mengendalikan perkawinan di bawah umur supaya tidak terjadi, dengan seluruh izin perkawinan melalui desa dikontrol, sehingga tidak boleh terjadi perkawinan di bawah umur," tutur Dedi menambahkan.

Dalam debat kandidat itu, tak singgung mengenai ketimpangan gender di dunia pendidikan. Dari hasil penelusuran cek fakta, jejak digital Dedi Mulyadi selama periode jelang hingga masa kampanye Pilgub Jabar, memang tak secara eksplisit bicara soal perempuan dan pendidikan. Dedi Mulyadi lebih banyak bicara pendidikan dan kearifan lokal. Salah satunya saat menjadi bakal calon gubernur dan menghadiri acara di milad ke 38 Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM) Suryalaya Tasikmalaya, Kamis (5/9/2024). Seperti yang dimuat detikJabar berjudul 'Dedi Mulyadi Berencana Benahi Pola Pendidikan Dasar di Jabar'.

"Ini kan ingin mengembangkan pendidikan yang diarahkan kepada kemampuan berkompetisi di era industri. Saya menyarankan sederhana saja. Misalnya pendidikan dasar, orang Tasik itu kan keterampilannya menganyam, menenun, menyulam dan kerajinan. Nah itu harus menjadi pendidikan dasar, karena kan membentuk karakter orang untuk dia sabar, tekun dan ulet, ya itu," papar Dedi.

Isu perempuan sejatinya disuarakan paslon Acep Adang Ruhiat-Gitalis Dwinatarina. Gitalis kerap selalu bicara soal perempuan saat kampanye. Salah satunya saat kampanye di Indramayu yang diunggah pada 19 Oktober 2024 di akun Instagram @gita_forjabar yang dikolaborasikan dengan @jabarbahagiaofficial. "Teh Gita siap menjadi garda terdepan untuk perempuan di Jawa Barat," katanya.

Suara Gita soal keberpihakan pada perempuan juga pernah diunggah akun Instagram @JabarBahagiaOfficialyang dikolaborasikan dengan @gita_forjabar pada 18 Oktober 2024. Gita hadir dalam acara silaturahmi Muslimat NU di Cianjur. "Jawa Barat butuh sosok Perempuan untuk membela perempuan-perempuan di Jawa Barat," ucap Gita.

Namun, paslon Acep-Gita kalah di Pilgub Jabar. Paslon ini meraih 2.204.252 suara. Selisih jauh dari paslon Dedi Mulyadi-Erwan yang meraih 14.130.192 suara.

Sementara itu, Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon Marzuki Wahid mengatakan, masih rendahnya pendidikan perempuan di Jabar merupakan bukti kegagalan pemerintah dalam pemenuhan akses warganya di bidang pendidikan. Marzuki Wahid mendorong agar Pemprov Jabar, utamanya calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar terpilih Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan mengevaluasi sistem pendidikan di Jabar.

Marzuki Wahid juga menyayangkan tak banyak disinggungnya isu perempuan dalam visi-misi paslon gubernur dan wakil gubernur. "Ini menjadi satu indikator bukti bahwa kesadaran gender tidak paralel dengan pendidikan, banyak pendidikan tinggi dan pengalaman tinggi tapi tidak memiliki kesadaran dan kadilan gender. Kedua, juga menurut saya para pejabat belum banyak yang memiliki pemahaman soal kesetaraan gender. Ini harus dievaluasi" ucap Marzuki.

"Padahal UUD 45 kita memosisikan laki-laki dan perempuan setara. Jadi, pejabat harus memiliki kesadaran dan kesetaraan keadilan gender," ucap dia menambahkan.

Marzuki menegaskan bicara tentang keadilan di berbagai bidang sejatinya adalah yang melibatkan perempuan dan kelompok rentan lainnya. "Karena mereka tidak punya suara, maka itu harus disuarakan juga oleh mereka (kepala daerah) dan pemerintah," kata Marzuki.

(sud/bbn)


Hide Ads