Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) RI Agus Riyanto mengungkapkan, komando memiliki fungsi dalam penanganan darurat bencana hidrometeorologi basah di Kabupaten Sukabumi.
Diketahui, hingga hari ini sebanyak 39 kecamatan yang terdampak bencana masih dalam status transisi menuju pemulihan usai dihantam bencana banjir, longsor dan pergerakan tanah pada 4 Desember 2024 lalu. Bencana itu memberikan dampak bagi 9.625 kepala keluarga, 10 orang meninggal, 2 orang hilang dan kerusakan infrastruktur.
Agus mulanya mengatakan, keadaan darurat bencana merupakan suatu keadaan yang mengancam kehidupan masyarakat. Menurutnya, dibutuhkan penanganan segera dan cepat oleh unsur pemerintah pusat termasuk daerah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi dalam situasi bencana khususnya yang sudah ditetapkan menjadi tanggap darurat oleh pemerintah daerah, tidak dikotomi bahwa kalau kabupaten maka (pemerintah) kabupaten saja, tapi kan di sana pemerintah (pusat) dan Pemda sebagai penanggungjawab. Artinya dalam konteks kebencanaan ini tidak ada dikotomi seperti itu, sehingga ini urusan bersama," kata Agus dalam sambungan telepon kepada detikJabar, Senin (30/12/2024).
BNPB menilai kondisi bencana di Sukabumi cukup masif dengan tiga perempat wilayah tersebut terdampak. Oleh sebab itu, pihaknya turun untuk memberi penguatan kepada pemerintah daerah.
"Dalam hal ini maka Kepala BNPB memutuskan kebijakannya dalam sepekan, dua pekan tanggap darurat ini, BNPB memberikan penguatan di Posko Komando yang menyinergikan seluruh unsur pusat dan provinsi untuk sama-sama membantu daerah," ujarnya.
"Jadi kita buat Pos Komando dan Poslotis karena kita khawatir, awalnya posko utama itu di Palabuhanratu, saat itu kan aksesnya terganggu, ada beberapa ruas, untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi kami membentuk Pos Komando di Pendopo Bupati yang ada di Kota Sukabumi, di situ pos pengendalian yang akan meng-cover wilayah," sambungnya.
Dia menjelaskan, dengan sistem komando penanganan darurat bencana (SKPDB) maka penanganan bencana lebih terarah. Menurutnya terdapat pengambil kebijakan sesuai dengan kebutuhan utama bagi masyarakat terdampak.
"Di luar konteks itu ada paralel seperti penyebabnya, mitigasi ke depan. Jadi dalam hal ini penanganan darurat di Sukabumi mencakup juga penanganan cepat untuk pengungsi dan mitigasi, recovery yang aman dari bencana berikutnya mungkin ada relokasi, evaluasi RTRW dan sebagainya," ucap Agus.
Menurutnya, SKPDB memiliki ruang lingkup pada masa penanganan bencana, mulai dari pencarian pertolongan, layanan pengungsi hingga aksesibilitas. Peran SKPBD ini, kata dia, semakin berkurang pada masa transisi menuju pemulihan.
"Pada saat transisi tentu berangsur-angsur akan berkurang fungsi komando tersebut, nanti beralih ke fungsi koordinatif. Ada beberapa moderasi yang ditempuh melalui mekanisme pemulihan," katanya.
Selama masa transisi, pemerintah mulai memantapkan data kerusakan, melakukan asessment, mempersiapkan lahan relokasi hingga pembangunan hunian sementara dan tetap jika diperlukan.
"Idealnya, kami dan Pemda tetapkan 3 bulan transisi, setelah transisi itu apakah akan ada perpanjangan tergantung intensitas, kompleksitasnya bisa 2 tahun, tergantung kompleksitas penanganan di lapangannya, syukur-syukur bisa lebih cepat," ungkapnya.
"Sebagai rekomendasi, perkuatan sektor daerah sebagai penanggung jawab utama saat terjadi bencana perlu ditingkatkan, sehingga tidak selalu bergantung pada pihak pusat. Untuk saat ini Perkuatan dari unsur pusat masih dibutuhkan dalam pendampingan pendataan rumah dan infrastruktur terdampak, kajian wilayah yang aman untuk relokasi maupun insitu dan penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (R3P)," tutupnya.
(mso/mso)