Sederet Konflik Hewan dan Manusia di Jawa Barat Sepanjang 2024

Kaleidoskop Jabar 2024

Sederet Konflik Hewan dan Manusia di Jawa Barat Sepanjang 2024

Wisma Putra - detikJabar
Sabtu, 28 Des 2024 07:30 WIB
Tangkapan layar video viral penampakan buaya di Danau Habibie, Kabupaten Sukabumi.
Tangkapan layar video viral penampakan buaya di Danau Habibie, Kabupaten Sukabumi. Foto: Istimewa
Bandung -

Konflik satwa liar dan manusia masih terjadi di Jawa Barat pada tahun 2024 ini. Dari mulai macan tutul yang masuk ke permukiman, monyet ekor panjang hingga buaya yang menampakan diri di aliran sungai. Rusaknya habitat hingga persediaan makanan berkuran diduga menjadi alasan satwa-satwa liar terpaksa turun ke permukiman warga.

Berikut rangkuman kejadian-kejadian satwa liar masuk ke kawasan permukiman warga di Jawa Barat:

Warga Kuningan Dihantui Si 'Tutul' Buas

Seekor hewan buas yakni macan tutul menampakan diri di permukiman warga Kuningan. Si Tutul yang memiliki nama latin Panthera pardus ini berjalan di atas pohon dan kejadian itu viral di media sosial (medsos).

Kemunculan macan tutul itu dibagikan akun TikTok @kuninganmass, Jumat, 19 Januari 2024 lalu di Desa Tundagan, Kecamatan Hantara, Kabupaten Kuningan. Kemunculan macan tutul itu menjadi tontonan warga. Meski hewan itu merupakan macan tutul, sebagian warga menyebutnya maung, padahal maung dalam Bahasa Indonesia adalah harimau.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ada maung, ada maung (ada harimau, ada harimau), ada maung naek ka luhur (ada harimau naik ke atas)," teriak perekam.

Humas BBKSDA Jabar Ery Mildranaya membenarkan informasi tersebut. Namun menurutnya, hewan karnivora itu sudah kembali ke hutan. "Per tanggal 16 Januari jam 03.30 WIB, hasil pemantauan kawan-kawan resort melaporkan macan tutul sudah kembali ke hutan dan telah dikoordinasikan pula dengan Perhutani Kuningan untuk meningkatkan sinergitas pemantauan," kata Ery kepada detikJabar.

ADVERTISEMENT

"Per 17 januari hasil pemantauan melaporkan macan tidak kembali," tambah Ery.

Belum diketuai penyebab macan tutul turun ke pemukiman, menurutnya macan tutul itu masih berusia muda. Remaja," ujar Ery.

Kejadian macan tutul yang masuk ke permukiman warga Kuningan bukan pertama kali terjadi, kejadian serupa terjadi kembali pada, Selasa, 9 Juli 2024 lalu. Hewan ini hampir menyerang warga Desa Gunungmanik, Kecamatan Ciniru.

Kepala Desa Gunungmanik Juhari Haryanto mengatakan, salah satu warganya melihat penampakan macan tutul tersebut saat dalam perjalanan pulang dari saudaranya dan sempat merekam menggunakan kamera ponsel.

"Awalnya ada warga kami saat naik motor dalam perjalanan pulang dicegat oleh macan tutul, kemudian dia turun dari motor dan menjauh. Warga tersebut kemudian berusaha mengusir macan tutul tersebut, namun bukannya pergi malah berjalan memutari motor dan sempat naik ke jok motor tersebut," tuturnya.

Juhari mengungkapkan, beberapa menit kemudian, datang lima warga lain yang selesai memancing ikan diikuti seekor anjing di lokasi tersebut. Kedatangan mereka ternyata menarik perhatian sang macan tutul yang seketika menghampiri seperti hendak menyerang.

"Ternyata macan tersebut mengejar anjing dan sempat menggigit kakinya hingga pengkor. Gagal memangsa anjing milik warga tersebut, si macan kemudian masuk ke semak-semak. Tapi warga sempat merekam kehadiran macan tutul tersebut lalu melaporkannya ke perangkat desa," ungkap Juhari.

Sejak kejadian itu, warga selalu berjaga dikala malam tiba. Menurut Juhari, kemunculan binatang buas di desanya tersebut terbilang baru pertama kali terjadi. Meski diakui, kawasan hutan yang berbatasan dengan desanya tersebut memang dikenal sebagai habitat macan tutul dan tak sedikit warga yang melihatnya.

"Hutan ini tembusnya ke Kecamatan Subang hingga masuk daerah perbatasan Ciamis. Sudah banyak cerita warga yang masuk ke hutan bertemu dengan macan tutul, tapi biasanya mereka langsung lari. Tapi yang kemarin ini malah turun ke dekat pemukiman bahkan hampir menyerang warga dan seekor anjing jadi korbannya. Sepertinya macan tutul ini kelaparan lalu mencari makan ke dekat pemukiman warga. Ini yang membuat warga resah," jelasnya.

Kala 6 Monyet Hijrah ke Kota Bandung

Kejadian satwa liar masuk permukiman juga terjadi di Kota Bandung. Kawanan monyet ekor panjang yang tidak diketahui asal-usulnya berlompatan di atas genteng rumah warga. Kemunculan satwa yang memiliki nama latin Macaca fascicularis turun dari wilayah Dago Atas dan didokumentasikan warga Sekeloa, Kecamatan Coblong, Rabu, 28 Februari 2024.

Kawanan monyet liar itu berpindah tempat dan ditemukan di wilayah Jalan Batik Halus, Kelurahan Sukaluyu, Kecamatan Coblong. Informasi tersebut dibenarkan oleh warga sekitar bernama Rizki.

"Betul tadi ada, di sana (menunjuk ke Gedung Unisba). Monyetnya banyak, ada enam sampai delapan ekor," kata Rizki kepada detikJabar.

Rizki membenarkan jika kawanan monyet liar itu berpindah-pindah. "Pergi lagi, ke arah Jalan Batik Agung," ujarnya.

Kawanan monyet ini kembali muncul keesokan harinya di sekitar Jl Supratman-Ahmad Yani. Primata itu terlihat berkeliaran di atap ruko dan rumah warga. Monyet yang diperkirakan berusia dewasa itu berjumlah enam ekor. Satu monyet yang ukurannya lebih besar dari yang lainnya, diperkirakan merupakan pemimpin kawanan tersebut yang langkahnya diikuti oleh monyet yang lainnya.

"Kaget kok bisa sampai ke sini. Kan awalnya viral ada di Dago," ujar Rindy Nurjanah (26), salah seorang warga. Ia pun mengabadikan kehadiran monyet-monyet itu dengan menggunakan ponselnya.

"Tapi serem sih kalau ada atap yang enggak ketutup, kalau masuk ke rumah orang gimana," katanya melanjutkan.

Belum diketahui pasti dari mana kawanan monyet tersebut muncul. Ada dugaan, monyet liar itu berasal dari kawasan Tahura Djuanda. Sebab jarak dari Tahura ke wilayah permukiman Kota Bandung tidak terlalu jauh.

Pengendali Ekosistem Hutan Tahura Djuanda, Dicky mengatakan kemungkinan kawanan monyet ekor panjang yang masuk ke permukiman warga bisa saja berasal dari kawasan Tahura. Namun dia belum bisa memastikan hal tersebut. "Kita nggak bisa memastikan ya, tapi kalau kemungkinan bisa jadi. Saya belum lihat videonya," kata Dicky.

Dicky menjelaskan dari kebiasaannya, monyet ekor panjang hidup secara berkelompok dengan jumlah 20-30 ekor. Biasanya, dalam kelompok itu ada beberapa ekor pejantan yang terusir dari kelompoknya. "Apabila dia terusir bisa jadi, tapi tidak lebih dari 5 ekor, biasanya 1-2 ekor itu pejantan yang diusir dari kelompoknya atau biasanya dia bikin kelompok sendiri dan mencari area baru itu bisa jadi juga," ujarnya.

Di Tahura sendiri, menurutnya ada sekitar 275 monyet ekor panjang yang teramati. Habitat monyet ekor panjang kata dia juga ada di kawasan Parongpong, Bandung Barat. Karena itu, dia menyebut kemungkinan monyet dari Tahura turun ke permukiman warga bisa saja terjadi. Selain itu, ada juga kemungkinan monyet liar tersebut berasal dari peliharaan warga yang terlepas atau sengaja dilepas. "Kalau empat ekor bisa jadi dari kita, dan mungkin saja ada yang melepaskan atau lepas dari masyarakat yang memelihara, cuma dia tidak laporan. Itu bisa jadi ya ada dugaan," jelas Dicky.

Gerombolan Monyet Berjalan Rapi di Kabel Listrik di Soreang

Kejadian monyet ekor panjang juga terjadi di Kecamatan Soreang. Kejadiannya dua kali di Bulan Maret dan Bukan April. Lokasinya sama di Kampung Cibeureum, Desa Sadu, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. Kejadian kedua terjadi, Rabu, 24 April 2024.

Dari video yang beredar di medsos, segerombolan monyet itu terlihat berjalan di atas genting yang ada permukiman warga. Selain itu, kawanan monyet liat itu juga memanjat tiang dan kabel listrik di tempat tersebut. Mereka berjalan dengan mengantre di atas kabel yang ada di Jalan Raya Sadu Soreang. Warga antusias menyaksikan gerombolan monyet liar itu dan merekam momen tersebut.

"Iya benar. Kejadiannya di Kampung Cibeureum, Desa Sadu, Soreang. Kejadiannya sekitar jam 8an," kata warga sekitar Usman Hermawan (27). kepada detikJabar.

Usman saksikan langsung detik-detik monyet liar itu saat melintas kabel listrik. Menurutnya, jumlah primata itu banyak. "Ngelewatnya agak lama. Soalnya ngabring (ngantri) banyak banget. Banyak banget monyetnya. Soalnya monyet itu tuh sudah beberapa kali lewat. Iya kayaknya nyari makanan aja," ungkapnya.

Menurut Usman, kejadian itu bukan yang pertama kali. Kawanan monyet kerap melintas di wilayah tersebut, bahkan kejadian sebelumnya juga viral di medsos. "Gerombolan monyet itu sama kaya yang viral sebelumnya. Cuma sekarang mah dari arah bawah, Cadas Gantung, Desa Cilame, Kutawaringin ke arah gunung yang di seberangnya," terangnya.

Dia menduga, kawanan monyet itu berasal dari Cadas Gantung yang berada di Desa Cilame, Kutawaringin. Kemudian mencari makanan ke gunung yang ada di seberangnya. "Kalau jumlah mah kayanya 30 lebih. Bergerombol soalnya. Terus sekarang mah kelihatannya agak santai. Nggak kaya kemarin pada berlarian," tuturnya.

Periset Studi Komunikasi Lingkungan Fikom Unpad Herlina Agustin mengatakan, untuk mengetahui penyebab pasti dibutuhkan observasi lanjutan. Namun menurut Herlina, banyak penyebab yang membuat primata bernama latin Macaca fascicularis itu turun ke pemukiman warga.

"Iya saya juga dapat laporan, sepertinya mesti waspada," kata Herlina dalam keterangan tertulis yang diterima detikJabar.

Waspada dalam hal ini, Herlina menyebut dikhawatirkan jika monyet ini alami rabies. "Mesti waspada rabies," ujarnya.

Meski demikian, turunnya segerombolan monyet liar ini merespon terjadinya kerusakan habitat atau bencana alam. "Yang utama jangan panik, tetap tenang tapi waspada. Anjing dan kucing usahakan tidak berinteraksi dengan monyet liar," ungkapnya.

Herlina juga mengimbau kepada warga, jangan mencoba ingin mendekat dan memberi makan segerombolan monyet liar ini. "Jangan sekali-sekalian memberi makan, karena mereka lebih agresif jika diberi makan," ujarnya.

27 Kambing Mati Dimangsa Macan Tutul di Karawang

27 ekor kambing mati akibat dimangsa hewan buas. Kejadian ini terjadi di Kampung Taneh Bereum, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, Selasa, 4 April 2024.

"Total ternak yang mati dimakan binatang buas sudah mencapai 27 ekor, pertama kali diketahui kambing mati di ladang penggembalaan kira-kira 500 meter dari kebun warga, sampai di dalam gua di sekitar ladang," kata warga bernama Laim.

Dia mengungkapkan, berdasarkan informasi kebanyakan hewan buas itu memangsa kambing warga pada sore hari. "Biasanya sore, awalnya ada suara teriakan kambing, sampai suaranya menghilang, kemudian saat disamperin ditemukan kambing sudah mati dengan luka di leher," ungkapnya.

Karena sering terjadi, peristiwa itu kemudian dilaporkan ke Yayasan Sanggabuana Conservation Foundation (SCF), selaku lembaga pemerhati lingkungan dan satwa liar terjun ke lokasi kejadian. Pembina SCF Bernard Triwinarta Wahyudi menagatakan, peristiwa pertama matinya hewan ternak terjadi pada 19 Maret 2024, dan kejadian tersebut berulang hingga peristiwa terakhir terjadi pada 24 Mei 2024.

"Kejadian itu dilaporkan pertama kali 19 Maret, sampai yang terakhir 24 Mei kemarin. Jadi total semua kambing ternak warga yang meninggal mencapai 27 ekor dalam kurun waktu tersebut," kata Bernard, saat ditemui detikJabar, di Kawasan Wisata Puncak Sempur, Kabupaten Karawang.

Menurut Bernard, warga pernah memergoki hewan pemangsa ternak mereka, yang tak lain merupakan macan yang bercorak tutul. Kemudian, saat didatangi, macan yang memangsa kambing tersebut lari ke hutan meninggalkan

"Terkait jenis satwa yang memangsa ternak warga dari laporan Ranger kami, ada jejak sekaligus ciri-ciri serangan pada leher ternak yang mati, bahwa itu bisa jadi macan tutul, bahkan senada juga dengan kesaksian warga, bahwa sang pemangsa adalah Panthera pardus melas," tuturnya.

Lokasi satwa liar tersebut, dijelaskan Bernard memang masih habitat dari macan tutul jawa. Kawasan tersebut masih merupakan kawasan lindung bagian dari Karst Pangkalan.

"Lokasinya berada Blok 1A hutan Perum Perhutani BKPH Pangkalan, ini masih masuk kawasan Karst Pangkalan, dan hutannya masuk dalam koridor karnivora besar yang menyatu dengan hutan kawasan Pegunungan Sanggabuana, termasuk sampai ke hutan di sisi selatan Waduk Jatiluhur," ujar Bernard.

Di luar dari kerugian ternak masyarakat akibat serangan macan tutul, Bernard juga melihat sisi positif dari peristiwa itu. Salah satunya menjadi bukti bahwa di area Karst Pangkalan ternyata juga mempunyai keanekaragaman hayati yang langka, berupa satwa top predator.

"Ini sisi positif tentu dari segi indikator ekosistem lingkungan, bahwa harus ada perubahan di Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Pangkalan ini, sebab masih ditemukan satwa top predator yang mengartikan hutan tersebut harus dilindungi," ungkapnya.

Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 Tahun 2012, kata Bernard, Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Pangkalan terdiri dari 2 kelas yaitu kelas 2 dan kelas 4, dengan adanya satwa-satwa kunci di area Karst Pangkalan, mestinya statusnya dinaikkan menjadi kelas 1. "Ini menjadi bukti masih ada satwa kunci, seharusnya sebagian besar Karst Pangkalan dinaikkan kelasnya menjadi KBAK Kelas 1, tentu untuk melindungi keanekaragaman hayatinya, termasuk sumber daya yang ada, terutama tata air," pungkasnya.

Macan Tutul Mondar-mandir di Teras Warga

Bukan hanya ditemukan di Kuningan dan Karawang. Macan tutul turun gunung ke permukiman di Cikupa, Kecamatan Lumbung, Kabupaten Ciamis. Bahkan seorang warga berhasil merekam macan tutul yang mondar-mandir di halaman rumah menggunakan kamera ponsel.

Video rekaman macan tutul tersebut pun beredar luas melalui aplikasi WhatsApp. Dilihat dalam video berdurasi 1 menit 39 detik itu nampak seekor macan tutul berukuran sedang terlihat terdiam, kemudian bergerak mondar mandiri diduga mencari mangsa hewan ternak.

Warga merekam macan tutul itu dari dalam rumah. Tak lama kemudian perekam pun mengusir macan tersebut. Lokasi rumah warga tersebut berada di ujung kampung dekat kaki Gunung Sawal. Dalam beberapa Minggu ini, macan tutul dikabarkan sering turun ke permukiman warga. Hal ini membuat masyarakat menjadi resah dan was-was, khawatir macan tutul itu menyerang manusia, terakhir macan tutul itu muncul pada Senin, 1 Juli 2024.

"Ya benar terekam tadi malam oleh warga yang rumahnya berada di sebelah ujung kampung, sekitar pukul 21.00 WIB," kata Kasi Ekbang Desa Cikupa Dodi kepada detikJabar.

Dodi mengungkapkan, macan tutul yang turun itu ukurannya tidak terlalu besar. Diduga usianya masih remaja yang baru dilepas oleh induknya untuk mencari makan sendiri. "Ukurannya tidak terlalu besar, mungkin baru mulai dilepas oleh induknya supaya bisa mencari mangsa sendiri," ungkapnya.

Dodi menyebut warga pun kini resah dan merasa tidak nyaman dengan kemunculan macan tutul di permukiman. Warga khawatir macan itu menyerang manusia. "Ya bisa dilihat di video, macannya mondar-mandir di depan rumah. Informasinya memangsa satu anak kucing, mungkin kelaparan. Kejadian ini sudah dilaporkan ke BKSDA Ciamis," katanya.

Kepala Resort Gunung Sawal BKSDA Ciamis Rendi Herdian membenarkan kejadian dan video yang merekam macan tutul mondar-mandir di depan rumah warga. "Sementara berdasarkan hasil wawancara dengan yang bersangkutan (warga yang merekam macan) memang benar," ujarnya.

Pihaknya pun, langsung melakukan penelusuran dan observasi bersama pemerintah desa dan warga sekitar. Bidang KSDA Ciamis pun berupaya untuk melakukan penghalauan agar macan tidak kembali ke permukiman warga.

Ternak Warga Sukabumi Diteror Macan Tutul

Macan tutul juga muncul di Kabupaten Sukabumi pada Juli dan Agustus 2024 kejadian itu terjadi di dua kecamatan. Kejadian pertama terjadi di Kecamatan Cikidang dan kedua terjadi di kawasan yang berbeda yakni di Kecamatan Cikakak. Hewan itu memangsa satu ekor kambing milik warga di Kampung Legok Jabon, Desa Cirendang, Kecamatan Cikakak. Secara letak geografis, antara kejadian pertama di wilayah Cikidang dengan Cikakak, masih berada satu hamparan di bawah perbukitan kawasan Gunung Salak.

"Satu ekor kambing warga dimangsa. Saya cek ternyata benar, kondisi kambing itu diseret sejauh beberapa meter dari kandang," kata Tisna (40), warga setempat kepada detikJabar, Jumat, 9 Agustus 2024.

Trisna mengungkapkan, kondisi hewan itu awalnya memang sudah ditemukan dalam keadaan mati, dengan kondisi leher terluka. Namun entah bagaimana, si hewan itu diduga kembali lagi dan menyeret bangkai kambing peliharaan itu lebih jauh hingga ditemukan dengan keadaan lebih mengenaskan.

"Warga menggiatkan ronda malam, terutama di kandang-kandang peliharaan. Khawatir hewan itu kembali meneror dan memangsa ternak lagi," sambungnya.

Sebelum itu, kejadian serupa menimpa warga di kaki bukit Gunung Paok, kawasan perbukitan Gunung Salak tepatnya di Desa Cikarae Thoyyibah, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi. Ada 8 ekor kambing peliharaan milik Tarip Kasim (50) yang semuanya mati.

"Hewan itu diduga memangsa jam 03.00 WIB - 04.00 WIB, ketahuan jam 06.00 WIB, Sabtu (3/8/2024) pagi. Kenapa begitu, karena pas tengah malam saya kontrol peliharaan saya itu masih ada," lirih Tarip, kepada awak media.

Tarip mengaku kaget saat akan memberi makan kambing peliharaannya. Delapan ekor tergeletak dengan kondisi bagian leher tercabik, sementara dua ekor lainnya dalam keadaan lemah. "Mau kasih makan kambing kaget, kondisi kambing sudah tergeletak, leher berlubang yang dua selamat kita langsung sembelih, kondisi leher yang dua itu juga nyaris putus. Kandang kambing sengaja jauh dari rumah karena kan enggak nak ke lingkungan ya," lirihnya.

"Saat datang ke kandang sudah banyak darah kirain ada yang motong ternyata akibat luka di leher, mirip gigitan kemudian ada bekas cengkeraman. Dulu pernah kejadian juga seperti ini, itu karena Macan Tutul," lanjutnya dengan yakin.

Resort Konservasi Wilayah VI Sukabumi BBKSDA pun telah memastikan hewan buas yang memangsa ternak warga di wilayah Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi beberapa waktu lalu adalah Macan Tutul. "Ya, dilihat dari jejak, hasil penelusuran tim gabungan KSDA, TNGHS, Perhutani itu macan tutul," kata Isep Mukti Miharja, Kepala Resort Konservasi Wilayah VI Sukabumi BBKSDA,

Isep juga mengatakan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi di tatanan tokoh masyarakat dan pihak desa setempat. "Sosialisasi baru ke pa kades dan tokoh masyarakat di sekitar lokasi. Kemungkinan macan muncul yang paling dekat ke hutan lindung Perum Perhutani petak 30," ujarnya.

"Memahami hakikat macan tutup sebagai top predator atau puncak jaringan rantai makanan, bila diburu akan berakibat pada satwa di bawahnya seperti babi, monyet, ular akan merajalela, meningkatkan penjagaan dan perondaan, mengokohkan kandang domba dari mudahnya macan mengganggu domba," tuturnya.

Monyet Ekor Panjang Hebohkan Warga Lembang

Kawanan monyet ekor panjang menginvasi kawasan permukiman penduduk di Desa Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB). Video serbuan kawanan monyet itu viral di media sosial. Dalam rekaman video yang beredar, terlihat hewan dengan nama latin Macaca fascicularis itu melompat di atas atap rumah warga.

Dari keterangan Ayi yang merupakan warga sekitar, monyet ekor panjang itu sudah masuk ke pemukiman sejak beberapa hari belakangan. Biasanya mereka datang pada pagi dan sore hari.

"Jadi sudah beberapa hari ini muncul, di RW 01, sekarang ke RW 04. Biasanya muncul pagi, kata warga lain malah sudah seminggu bolak-balik," kata Ayi warga setempat saat dikonfirmasi, Selasa, 10 September 2024.

Menurut Ayi, monyet itu mengambil makanan dari sebuah warung. Setelah itu monyet berjalan lagi di atas atap dan merayap di kabel tiang listrik.

"Katanya ambil roti dari warung, ya kalau seperti itu berarti monyetnya ini kelaparan. Kalau datangnya dari mana, sepertinya dari hutan Maribaya, karena enggak terlalu jauh," ujar Ayi.

Sementara itu, pencinta binatang sekaligus pelestari lingkungan, Steve Ewon menyebut masuknya primata ke permukiman warga sebagai konsekuensi atas kerusakan alam yang merupakan habitat satwa liar. "Itu sesuatu yang disampaikan alam, dalam arti komunikasi alam dengan manusia bahwa sekarang alam sudah rusak," ungkap Steve Ewon.

Kerusakan habitat hewan itu kemudian memberikan efek domino pada berkurangnya makanan mereka yang biasanya disediakan alam. "Di teritorial mereka pepohonan sudah sangat berkurang karena alih fungsi lahan dan hutan. Ya kemudian menyebabkan mereka akhirnya keluar dari habitatnya dan datang ke permukiman manusia untuk mencari makanan," tutur Ewon.

Diteror Babi Hutan Raksasa Hantui Warga Ciamis

Babi hutan berukuran besar atau raksasa masuk ke permukiman warga di Dusun Sukamukti, Desa Sukawening, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis. Hewan jenis mamalia ini memiliki ukuran yang cukup besar dan babi hutan ini berhasil ditangkap warga.

Kemunculan babi hutan ini sudah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Hal tersebut membuat warga menjadi resah, karena teror yang dilakukan babi hutan ini. Selain masuk ke pemukiman, babi hutan ini juga masuk ke perkebunan milik warga.

Kepala Desa Sukawening Hendi Hermawan mengatakan, babi hutan yang meneror warga itu berhasil ditangkap, penangkapan babi hutan itu mendapatkan bantuan pemburu. Tak mudah untuk menangkap babi hutan ini, warga dan pemburu harus memasang perangkap jaring dan akhirnya babi hutan ini berhasil ditangkap.

"Memang babi hutan itu sering masuk ke perkebunan dan permukiman warga. Karena meresahkan warga mencoba menangkapnya dengan melibatkan pemburu. Kemarin alhamdulillah berhasil ditangkap," kata Hendi saat dihubungi detikJabar, Jumat, 25 Oktober 2024.

Hendi mengungkapkan, sebetulnya ini merupakan babi kedua yang berhasil ditangkap. Warga menangkap babi hutan berukuran kecil sebulan lalu, namun untuk yang sekarang ukurannya lebih besar mencapai berat 1 kuintal.

Menurut Hendi, babi hutan tersebut kerap muncul di blok Rompe Dusun Sukamukti di perbatasan antara kaki Gunung Sawal dengan permukiman warga. Meski populasinya tidak sebanyak dulu, babi hutan masih ada tapi menjarah makanan sampai ke perkebunan masyarakat.

"Kalau populasi tidak sebanyak dulu. Kalau sekarang mungkin makanan di gunung berkurang sehingga merambah ke kebun dan permukiman warga. Itu menurut informasi warga," ungkapnya.

Hendi mengisahkan, warga di Sukawening memiliki kenangan pahit dengan babi hutan. Di mana seorang warga tewas setelah diserang babi hutan saat sedang berkebun. Peristiwa itu terjadi 10 tahun lalu. "Dulu 10 tahun ke belakang ada warga yang sempat diserang babi hutan hingga meninggal. Ibu-ibu sedang ke kebun. Jadi warga khawatir dan resah," jelasnya.

Setelah berhasil ditangkap, babi hutan itu langsung diserahkan warga kepada pemburu. Hal itu dilakukan karena warga tidak ingin ambil pusing. Dengan penangkapan ini, warga berharap babi hutan tidak merambah ke kebun dan permukiman warga.

Buaya Putih Muncul di Sukabumi

Pada Bulan November, beberapa ekor buaya putih muncul dan tengah bersantai di tepi Sungai Cimandiri Kampung Benteng, Desa Jayanti, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Kejadian itu membuat heboh warga dan viral di media sosial.

Yayas, salah seorang warga sekitar menceritakan pada titik yang berada di dekat kandang sapi dan kawasan pabrik es tersebut, ada dua buaya yang memang sering terlihat di kawasan itu. Ia menduga buaya-buaya itu muncul setelah aliran sungai meluap.

"Biasanya memang jarang terlihat ada buaya di Sungai Cimandiri. Terlebih setelah banyak aktivitas warga menambang pasir secara tradisional," katanya.

Para penambang pasir tradisional pun jadi merasa waswas. Sebab buaya kerap muncul diduga tidak jauh dari lokasi mereka bekerja. Buaya berwarna putih itu juga diperkirakan berukuran lumayan besar, yakni sekitar empat meter.

Sementara itu, Lubis (34), salah satu penambang pasir mengaku belum pernah melihat langsung buaya tersebut. Namun ia sering mendengar informasi dari rekan-rekan tentang kemunculannya di belakang pabrik es di kawasan itu. "Dari dulu memang sering muncul buaya, sebelum ada perusahaan PLTU juga ramai soal buaya. Sekarang muncul lagi, bahkan ada yang putih," tutur Lubis.

Para penambang merasa khawatir, apalagi aktivitas penambangan dilakukan setiap hari di lokasi yang sama. Mereka berharap buaya-buaya tersebut tidak sampai mengganggu warga atau naik ke permukiman, terutama karena banyak anak-anak dan keluarga yang bermain di sekitar sungai. "Kalau mengganggu belum pernah, tapi tetap saja waswas," tutup Lubis.

Penelusuran detikJabar, posisi buaya ditemukan tepat di belakang lokasi peternakan sapi dan kambing di Kampung Benteng. Buaya itu berwarna hitam, ukurannya sekitar 2,5-3 meter. Ia terlihat diam tak bergerak di antara lumpur. Penampakan buaya di Sungai Cimandiri ini memang bukan fenomena baru. Menurut warga sekitar, keberadaan buaya di sungai tersebut sudah terlihat kurang lebih dalam enam bulan terakhir.

Salah satu warga, Gio, yang sehari-harinya mencari pakan ternak di sekitar sungai, berhasil merekam penampakan buaya tersebut dalam sebuah video yang kini viral di media sosial. "Terlihat hampir enam bulan ini, ada di bawah situ dari (ukurannya) kecil sudah terlihat. Kemarin pas rekam itu awalnya iseng-iseng saja lalu kelihatan itu buayanya, itu sore, karena memang biasanya kelihatan siang kalau tidak juga sorean," ungkap Gio kepada detikJabar.

Menurutnya terdapat dua ekor buaya yang sering muncul di lokasi tersebut. Salah satu buaya memiliki warna kuning keperakan, berbeda dengan anggapan masyarakat bahwa buaya itu berwarna putih. "Tiap hari ada di sini, ada dua ekor yang saya lihat, yang hitam satu, yang agak kuning keperakan satu, jadi bukan putih. Selama ini enggak ganggu, saya sendiri aktivitas sehari hari di sini cari rumput buat ternak," tuturnya.

(wip/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads