Indonesia kini menghadapi fenomena populasi menua (aging population), sebagaimana yang terjadi di banyak negara lain. Berdasarkan data Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga), jumlah lansia di Indonesia pada 2023 telah mencapai lebih dari 11 persen dari total populasi, atau sekitar 30 juta orang.
Mengutip dari detikHealth, Menteri Kemendukbangga Wihaji memperkirakan angka ini akan meningkat drastis pada 2045. "Tahun kemarin kan 10 persen, tahun sekarang 11,75 persen, dan diperkirakan tahun 2045 aging population kita itu sudah 20,5 persen. Di masa-masa emas kita 2045 itu 20,5 persen. Ini penting untuk kita pikirkan tentang bonus demografi," ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (19/12/2024).
Baca juga: Tugas Ayah Nggak Cuma Cari Nafkah |
Meskipun angka harapan hidup meningkat hingga rata-rata 76 tahun, Kemendukbangga melaporkan bahwa hanya sekitar 4 persen lansia di Indonesia yang dinyatakan sehat. Hal ini menunjukkan tantangan besar dalam upaya meningkatkan kualitas hidup para lansia. Salah satu dampak serius dari populasi menua adalah meningkatnya tren kesepian, yang dapat memengaruhi kesehatan fisik dan mental.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kesepian pada lansia tidak boleh diabaikan. Selain berpengaruh pada kesehatan fisik, secara psikis juga jelas terganggu. Sehingga bisa memiliki pikiran-pikiran yang aneh, bisa melahirkan keputusasaan," jelas Wihaji.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah perlu memberdayakan lansia melalui program yang memastikan mereka tetap produktif. Salah satu contoh inisiatif yang dilakukan adalah sekolah sehat lansia. Program ini mencakup aktivitas seperti senam, olahraga, dan interaksi positif lainnya untuk mendukung kesehatan fisik dan mental.
Skrining nasional yang dilakukan oleh Kemendukbangga atau BKKBN pada 2024 menunjukkan bahwa kesepian memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan mental lansia. Sebanyak 64,4 persen lansia dilaporkan mengalami depresi. Prevalensi depresi ini lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki, dan lebih banyak dialami oleh kelompok usia di atas 80 tahun, terutama mereka yang memiliki pendidikan rendah, tinggal seorang diri, dan belum menikah.
Risiko Meninggal dalam Kesepian
Salah satu dampak serius dari kesepian pada lansia adalah risiko meninggal dalam kesendirian. Kondisi ini sudah banyak dilaporkan di negara maju seperti Jepang, yang mencatat lebih dari 60 ribu kasus lansia meninggal tanpa pendampingan dalam setahun.
"Potensi seperti itu mungkin ada, dan mungkin juga sudah mulai kan. Seperti yang tadi saya sampaikan, ketika dulu orang hebat kemudian menyekolahkan anaknya. Kemudian harapannya kan orang-orang jadi orang yang hebat," tutur Wihaji.
"Akhirnya sama anaknya survive sendiri, punya rumah sendiri. Mungkin ada yang sampai keluar tidak balik juga ada. Yang akhirnya ya pada titik tertentu jadi masalah baru," lanjutnya.
Sebagian besar lansia berusia 60 hingga 70 tahun hidup sendirian karena anak-anak mereka sudah memiliki keluarga sendiri, sehingga tidak dapat mendampingi mereka sepanjang waktu. Kondisi ini menambah tantangan yang harus diatasi untuk meningkatkan kesejahteraan lansia di Indonesia.
Fenomena populasi menua di Indonesia membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Pemerintah, masyarakat, dan keluarga perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan lansia. Dengan pendekatan yang tepat, tantangan ini dapat diubah menjadi peluang untuk menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan peduli.
Artikel ini telah tayang di detikHealth.
(naf/sud)