Rekomendasi Badan Geologi soal Longsor di Cimahi

Rekomendasi Badan Geologi soal Longsor di Cimahi

Wisma Putra - detikJabar
Sabtu, 07 Des 2024 03:00 WIB
Material TPT yang Longsor-Hantam Rumah di Cimahi
Material TPT yang Longsor-Hantam Rumah di Cimahi. (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar)
Bandung -

Tiga bocah alami luka akibat tertimpa reruntuhan dua rumah dan tembok penahan tanah (TPT) yang mengalami longsor di Perumahan Mandalika Residence (Sebelumnya ditulis Bumi Cibogo Living), Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Senin, 7 Oktober 2024 lalu.

Dalam kejadian ini Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi (PVMBG) melakukan kajian terhadap kejadian tersebut. Dari hasil penyelidikan, morfologi wilayah tersebut berada di kemiringan lereng landai-curam, beberapa tempat ada di atas 33Β° (curam).

"Kemiringan lereng curam ini memungkinkan air permukaan mengalir lebih cepat dan menciptakan kondisi tanah yang cenderung rentan mengalami erosional dan pergerakan. Daerah bencana merupakan perbukitan bergelombang menengah dengan kemiringan curam dan berada pada ketinggian 600-700 meter di atas permukaan laut," kata Kepala Badan Geologi M Wafid dalam keterangan yang diterima detikJabar, Jumat (6/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wafid mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, material penyusun atau litologi kawasan tersebut merupakan endapan batuan vulkanik. Setidaknya terdapat 4 (empat) lapisan piroklastika dari endapan vulkanik yang terbentuk pada lereng. Bagian atas merupakan tanah pelapukan lempung pasiran berwarna coklat, lunak, jenuh, porositas sedang, plastisitas rendah, mudah hancur, kekerasan tanah 0,5-2,5 kg/cm2 dan ketebalan kurang dari 1,5 meter.

Kemudian perselingan antara jatuhan piroklastik lanau tufaan, berkomposisi batu apung, lapili berwarna putih kekuningan, porositas tinggi, kekerasan tanah 1-2,5 kg/cm2 ketebalan 50-80 cm dengan lapisan lempung pasiran produk aliran piroklastik berwarna coklat, lunak, tingkat plastisitas sedang-tinggi, kekerasan 1,5-3,5 kg/cm2 dengan ketebalan 1-3 meter.

ADVERTISEMENT

Karakteristik tanah pelapukan piroklastika memiliki tingkat kelembapan yang tinggi, mudah jenuh serta tekstur tanah yang kurang stabil. Bagian bawah berupa batas diskontinuitas dengan batuan breksi tufaan berkomposisi andesit berukuran kerikil hingga bongkah.

"Deformasi batuan terlihat dari pecahan batuan menyudut, kekar tidak beraturan, mudah lepas, pecah-pecah mudah hancur, dengan ketebalan di atas 10 meter. Karakteristik breksi di lokasi pemeriksaan memiliki tingkat permeabilitas yang tinggi, mudah pecah serta tekstur batuan yang mudah runtuh," ungkapnya.

Sementara itu, berdasarkan peta Geologi, lokasi gerakan tanah termasuk dalam Tuf Batuapung (Qyt) yang tersusun oleh pasir tufan, lapili, bom-bom, lava berkomposisi andesit.

"Keairan identik dengan batasan plastis suatu lapisan tanah. Pada kedalaman 3-9 meter, kondisi kandungan air cukup baik, sedangkan lebih daro 10 meter kondisi air tanah sulit ditemukan karena memiliki porositas dan permeabilitas batuan yang berbeda. Drainase permukiman belum dilakukan penataan dan masih menggunakan metode resapan ke dalam tanah. Air permukaan juga sangat liar, terkhusus pada area longsoran," tuturnya.

Selain itu, penggunaan lahan berupa pemukiman yang berada pada lereng atas, lereng tengah berupa ladang campuran, jarang ditemukan pohon besar, sebagian besar ilalang. Penggunaan lahan pada lereng bawah berupa pemukiman warga. Berdasarkan peta prakiraan wilayah mah, berpotensi terjadi aliran bahan rombakan dan gerakan tanah atau longsoran terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang tinggi dan erosi kuat.

"Gerakan tanah di wilayah tersebut berupa longsoran tanah dan bahan rombakan serta jatuhan batu dengan arah longsoran N 350 - 5 oE (arah utara) yang sebagian besar materialnya berupa material timbunan. Longsoran material bahan rombakan ini akibat runtuhnya dinding penahan yang menopang beban dan hilangnya kekuatan tanah untuk menopang beban timbunan pada proses cut and fill lereng. Adapun dimensi longsoran adalah tinggi lereng sekitar 35 m, lebar mahkota longsoran: 42,2 m dan panjang landasan longsoran: 61,26 m. Setengah panjang dinding penahan tanah yang dibangun dan terdapat di atas lereng juga ikut longsor karena tidak kuat menahan beban diatasnya," jelasnya.

Jika melihat situasi di sekitaran lokasi bencana masih terdapat rekahan-rekahan dan penurunan permukaan tanah yang bervariasi dari 5-15 cm dan mengarah ke Kompleks Bukit Cibogo Living (BCL) yang berada kaki lereng. Lokasi bencana masih berpotensi untuk terjadinya gerakan tanah susulan dan dapat meluas jika tidak dilakukan mitigasi. Luas area landaan yang mengalami gerakan tanah sekitar 1.513 m2.

"Secara umum faktor penyebab terjadinya gerakan tanah antara lain, morfologi lereng yang curam dan gangguan terhadap lereng, sistem dinding penahan lereng yang gagal dalam menahan beban tanah, sistem drainase yang kurang tertata sehingga akumulasi air permukaan liar dan tanah penyusun daerah bencana berupa lempung pasiran yang memiliki plastisitas rendah, yang membuatnya mudah jenuh air dan dapat kehilangan kestabilannya saat terjadi getaran atau erosi air permukaan," tuturnya.

"Tanah organik atau soal pada umumnya lunak dan mempunyai daya dukung tanah yang rendah. Tanah jenis ini umumnya mudah mengalami penurunan tanah dan dapat dipicu keairan, curah hujan dan juga oleh getaran yang memperbesar tekanan dinamis pada tanah," tambahnya.

Menurut Wafid, gerakan tanah yang terjadi di Perumahan Mandalika Residence merupakan ambrolnya dinding penahan tanah yang tidak mampu menahan beban tanah dan bahan rombakan. Kejadian ini akibat adanya ketidakseimbangan antara gaya yang bekerja pada dinding penahan dan kemampuan dinding penahan tanah tersebut menahan gaya tersebut. Morfologi yang curam, jenis tanah dan kondisi batuan, kelembaban tanah dan sistem drainase mempengaruhi daya dukung tanah dan memberikan gaya tekanan yang lebih tinggi sehingga memungkinkan terjadinya gerakan tanah.

Kondisi internal seperti kemiringan lereng, jenis tanah yang memiliki kekerasan rendah, dan tumpukan timbunan bahan rombakan pada area yang curam dapat menyebabkan tanah menjadi tidak stabil dan mudah bergerak. Drainase atau keairan yang tidak tertata juga dapat membuat tanah sangat jenuh air, sehingga menambah tekanan pada lapisan tanah. Pengaruh external seperti getaran kendaraan, gempa bumi, curah hujan, penurunan stabilitas tanah dapat memicu pergerakan tanah.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan, kejadian bencana di Perumahan Mandalika Residence, potensi pergerakan tanah tinggi dan untuk menghindari terjadinya gerakan tanah susulan serta mengurangi dampak akibat gerakan tanah, maka direkomendasikan. Pembangunan permukiman hendaknya menyesuaikan dengan RTRW dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Cimahi dan kewaspadaan terhadap aktivitas masyarakat/pekerja di area longsoran saat hujan dan setelah hujan," terangnya.

Selain itu, dua rumah yang rusak dan permukiman berada pada area longsoran sebaiknya dipindahkan ketempat yang aman hingga selesai dilakukan rekayasa penguatan lereng sesuai dengan kaidah yang berlaku, perlunya modifikasi desain lereng dan timbunan berupa pelandaian lereng berjenjang dilengkapi Dinding Penahan Lereng (DPT) dengan pancang (cantilever wall), untuk menghindari jatuhan batu, perlu ditambahkan dinding penahan jaring, geotekstil, geogrid yang akan memperkuat stabilitas material pada lereng.

Badan Geologi juga memberi saran teknis berdasarkan sifat keteknikan tanah berdasarkan data pemboran, mekanika tanah, hasil sondir dan geolistrik, rekayasa vegetasi berakar kuat dan dalam pada kaki longsoran untuk perkuatan tanah, juga tanaman penutup sebagai penahan erosi pada lereng dan melakukan penataan sistem drainase dengan sistem aliran yang kedap agar aliran air bisa terkendali.

"Pengurangan penggunaan alat berat sehingga tidak menghasilkan getaran besar untuk mengurangi pemicu gerakan tanah, pemantauan retakan tanah dan deformasi tanah secara berkala pada lereng, pemasangan rambu rawan gerakan tanah di sekitar lokasi bencana dan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana gerakan tanah. Masyarakat setempat dihimbau untuk selalu mengikuti arahan dari BPBD/aparat pemerintah daerah setempat," pungkasnya.

(wip/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads