Semangat Witri Menabur Kebaikan untuk Teman Tuli

Semangat Witri Menabur Kebaikan untuk Teman Tuli

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Senin, 02 Des 2024 08:30 WIB
Witri Erdiawati SR (30), guru berbahasa isyarat dari SLBN Cicendo Bandung.
Witri Erdiawati SR (30), guru berbahasa isyarat dari SLBN Cicendo Bandung. Foto: Anindyadevi Aurellia/detikJabar
Bandung -

Waktu menunjukkan pukul 12 siang, tanda jam istirahat di SLBN Cicendo. Ruang-ruang kelas sudah kosong, anak-anak bermain di sekitar halaman sekolah. Tanpa suara, semua terasa hening, tak seperti suasana istirahat di sekolah pada umumnya.

Anak-anak tengah bermain, ada yang sedang menunggu dijemput orang tua sambil bermain gawai, ada juga yang sedang bercakap-cakap dan bersenda gurau. Mereka adalah teman tuli. Jadi dalam percakapannya pun mereka pakai bahasa isyarat yang tak mengeluarkan suara.

Sebagian anak-anak berlalu lalang, salah satunya ada yang menengok ke ruang TIK. Witri Erdiawati SR (30), pun menyapa mereka yang masuk menengok ke ruangannya. Guru TIK di SLBN Cicendo ini menyapa anak yang masuk, bertanya 'ada apa?' dengan bahasa isyarat dan wajah yang ramah. Si anak sepertinya hanya penasaran siapa yang ada di ruang komputer ini, kemudian berlalu meninggalkan ruangan Witri.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sewindu sudah Witri mengabdikan hidupnya sebagai seorang guru. Perempuan lulusan Pendidikan Khusus UPI ini, memang selalu mendambakan profesi yang juga dienyam kedua orang tuanya itu.

Tapi profesinya berbeda dan bisa dibilang spesial, karena Witri mendedikasikan waktunya untuk teman tuli. Witri belajar lebih banyak, demi bisa menularkan ilmu pada mereka yang tak bisa mendengar dan berbicara normal.

ADVERTISEMENT

"Mereka memberikan influence ke saya sampai mau jadi guru. Kebetulan mereka adalah guru SD. Saya awalnya cuma mau jadi guru saja, tapi ada satu momen yang bikin saya pengen belajar bahasa isyarat, sampai jadi guru anak-anak," kenang Witri pada detikJabar.

Suatu hari, Witri yang bersekolah di SMAN 1 Cianjur bertemu dengan anak-anak dari SLB Bina Asih Cianjur. Letak SLB itu ada di belakang SMA, mereka biasa bertemu di lapangan yang sama saat pelajaran olahraga.

Dari situlah, anak kedua tiga bersaudara itu mulai menemukan cita-citanya. Ia tertarik mempelajari cara komunikasi anak-anak tuli. Witri tergerak dan bertekad untuk jadi guru pendidikan luar biasa, sehingga mengarahkannya kuliah di Pendidikan Khusus UPI.

"Di dekatnya lapangan itu ada joglo, saya suka ketemu dengan mereka. Di situ saya tertarik, jadi dari situ awal mula ingin jadi guru sekolah luar biasa. Kebetulan di UPI juga ada spesialisasi tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan lain-laini. Saya pilih spesialisasi tunarungu," cerita Witri.

Ia mengatakan ada pembelajaran komunikasi yang mengharuskannya belajar bahasa isyarat. Tapi sebetulnya menurut Witri, belajar bahasa isyarat tak cukup hanya dua semester saja. Sampai kini pun, ia mengaku masih terus belajar karena bahasa yang selalu berkembang dan bertambah kosa katanya.

"Saya juga sudah ikut sertifikasi Bisindo level 2, di Pusbisindo yang di Bandung sudah lulus tahun 2022. Jadi memang bahasa itu belajar terus. Sampai saat ini, selain mengajar sebagai Guru TIK, saya juga menjadi Juru Bahasa Isyarat (JBI) di Polrestabes Bandung," ucap dia.

Witri mengaku mencintai profesinya dengan sepenuh hati. Sehingga ia menggunakan kemampuan yang sudah ia pelajari dengan sebaik-baiknya untuk menabur kebaikan.

Witri ingin bisa memberikan dunia bagi mereka yang punya keterbatasan. Karena sesungguhnya, mereka yang tak bisa mendengar dan bicara juga punya kemampuan berpikir yang sama, bahkan kadang bisa jauh lebih baik jika dipandu maksimal.

Kesukaannya berorganisasi, kemampuannya berkomunikasi dengan baik, ia terapkan seiring dengan kemampuannya berbahasa isyarat. Witri menggunakan seluruh kemampuannya untuk membuat inovasi dalam pembelajaran bagi teman tuli.

"Saya itu memang orangnya suka hal-hal baru, suka belajar sesuatu yang keluar dari zona nyaman. Jadi saya dari SMP-SMA sudah ikut organisasi, marching band, terus ikut Mojang Kabupaten Cianjur di tahun 2012, jadi Duta Pendidikan Bumi Siliwangi UPI tahun 2015, lalu jadi Mojang Mimitran Jawa Barat, Pasanggiri Mojang Jajaka Jawa Barat tahun 2015," cerita Witri.

"Nah dari situ saya lulus dari UPI tahun 2016, saya melamar waktu dibuka guru honorer di SLBN Cicendo. Sebelumnya kan saya juga sudah PPL di sini, jadi anak-anak sudah tahu dengan saya. Ya kemampuan itu ya mungkin yang saya tampilkan saat mengajar, jadi bisa mudah bonding dengan anak," imbuhnya.

Selama pembelajaran jarak jauh (PJJ) saat pandemi COVID-19 melanda, ini jadi tantangan untuk Witri. Sebagai guru TIK, tak mudah baginya mengajarkan materi praktek secara jarak jauh. Tapi hal ini justru membuat Witri semakin bersemangat untuk melakukan inovasi.

"Saya pernah membuat video pembelajaran untuk guru-guru yang PJJ. Alhamdulillah dapat Juara 2 Video Pembelajaran SLB Kategori Sains/Teknologi KUWL Challenge Tikomdik Dinas Pendidikan Jabar di tahun 2020. Masih di tahun yang sama, saya juga dapat Juara 1 Blog/Artikel SLB Jabar Bermasker Challenge Tikomdik Dinas Pendidikan Jabar," ucap Witri.

"Alhamdulillah dari juara-juara tersebut, diakumulasi sehingga pada Hari Guru kemarin, saya dapat penghargaan 'Anugerah Bagimu Guru' kategori Prestasi. Ini semakin membuat saya semangat, alhamdulillah saya memang tertarik dan passion di bidang ini jadi seneng bisa belajar terus," sambungnya.

Pemicu semangat Witri bukan hanya dari besarnya upah dan penghargaan dari pemerintah. Witri juga makin termotivasi setelah melihat kemampuan anak-anak didiknya.

Ia menceritakan bahwa anak-anak tuli lebih mudah belajar keterampilan dengan visual, dibandingkan pengajaran dengan teori-teori. Dari sini, ia membuat inovasi website yang dibayar dengan biaya sendiri secara berkala. Namanya Sicantikmelati.com.

"Bahasa TIK itu kan juga kebanyakan bahasa asing yang susah untuk memahamkannya. Jadi saya buat inovasi website untuk belajar TIK dengan literasi digital. Istilah-istilah bidang TIK kayak arti Fontsize, dll itu saya tulis di sini," ucap Witri sambil menunjukkan laman buatannya.

"Ya memang ini masih berkembang bertahap, ini juga saya bayar website berkala dengan biaya sendiri. Ya saya percaya dari sebagian rejeki saya itu ada rejeki mereka," imbuhnya.

Panggilan Hati untuk Teman Tuli

Menjadi guru adalah profesi mulia yang tak mudah dilakukan. Apalagi mengajar anak-anak tuli dengan bahasa isyarat. Tapi nyatanya Witri tak pernah bosan dengan profesi dan niatnya untuk berdaya dengan bahasa isyarat.

Beberapa rintangan sempat menyandungnya, tapi Witri tetap kuat pendirian menyebarkan kemampuannya sebagai guru berbahasa isyarat. Witri juga masih setia, meski setelah delapan tahun mengajar ia masih berstatus guru honorer.

"Pekerjaan ini itu panggilan hati aja, ingin jadi pengajar sekolah luar biasa juga dari diri saya sendiri. Memang kalau mau cari uang mungkin di sini nggak banyak, jadi saya juga sambil jadi JBI atau melakukan kegiatan lain yang bisa menghasilkan dari kemampuan saya," ucap Witri.

"Tuntutannya juga mungkin berat, tapi saya tetep ingin mengabdi karena ingin lihat anak berkebutuhan khusus itu bisa berprestasi. Saya nggak merasa lelah, karena memang saya juga suka dengan anak kecil," tambah dia.

Witri yang juga menjadi Pembina OSIS SLBN Cicendo ini, merasa sangat bangga dan terharu saat anak-anak Tim Angklung dari sekolahnya bisa bertandang ke Jepang. Dari UKM yang pernah diikutinya, Witri ikut membantu agar Tim Angklung yang dibanggakan SLBN Cicendo bisa unjuk gigi di Negeri Sakura.

Seperti diketahui, tahun ini menjadi tahun kedua murid-murid SLBN Cicendo tampil di Jepang, dalam rangka Festival Seni dan Budaya Nasional Penyandang Disabilitas di sana. Mereka berada di Jepang selama lima hari yakni tanggal 14-19 November 2024.

Pada tanggal 17 November, para murid tampil di Gifu University dan Juroku Plaza. Lalu keesokan harinya, mereka melakukan study tour dan tampil di Tsukuba University of Technology.

Para murid membawakan beberapa lagu Jepang dan Indonesia di ketiga tempat tersebut. Seperti Ooki Na Kuri No Ki No Shita De, Sukiyaki, Anpanman March, Mirai e, Ooki Na Kuri No Ki No Shita De, dan lagu Merakit yang dipopulerkan oleh Yura Yunita.

"Waktu SLBN Cicendo diundang untuk main angklung ke sana, rasanya senang dan bangga. Itu juga pengalaman pertama buat saya mendampingi mereka, tahun pertama saya jadi leader dan tour guide itu lumayan pusing," tutur Witri.

Di tengah kesibukan yang padat, untungnya Witri setia mendapat support dari sang suami, Yan Ramadhan Gahinsah (38). Bahkan keduanya saling menularkan kemampuan satu sama lain.

Yan banyak belajar ilmu bahasa isyarat dan mendampingi anak berkebutuhan khusus, sementara Witri jadi bisa mengampu anak-anak Tim Angklung berkat kemampuan suaminya yang merupakan seorang musisi.

Para murid SLBN Cicendo pergi ke Jepang bukan hanya membanggakan nama Kota Bandung dan Indonesia, atau sekedar jalan-jalan, melainkan juga melakukan study tour. Para guru dan murid mencari tahu, apa yang bisa mereka lakukan untuk memperoleh beasiswa di Tsukuba University of Technology.

Kini, Witri bakal bertemu dengan target pencapaian yang baru. Ia akan berdiskusi dan koordinasi dengan relasi dosen Bahasa Jepang, untuk mewujudkan cita-cita anak didiknya belajar di sana.

Ia ingin membuat kamus isyarat Jepang-Indonesia untuk bisa mencapai itu. Harapannya, dalam waktu paling cepat 2 tahun, SLBN Cicendo sudah bisa mengirim siswa lanjut sekolah ke sana.

"Sekarang saya dan anak-anak sedang ngelist kosakata yang diperlukan kalau ingin komunikasi dengan bahasa Jepang. Karena luar biasa di sana itu aksesibilitasnya bagus sekali, kami betul-betul berharap bisa mengirim siswa sekolah ke sana," harap Witri.

"Ya memang akan selalu ada target baru. Jadi kalau ditanya pesan bagi anak muda yang ingin jadi guru, saya katakan kalau ngajar itu harus pakai hati. Karena semua tidak akan maksimal kalau kita tidak berusaha memberika yang terbaik dari diri kita. Inovasi dalam pendidikan juga akan jadi maksimal kalau kita mengerjakannya dari hati," pesan dia

(aau/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads