Linimasa sosial media di Sukabumi, Jawa Barat (Jabar) saat ini sedang ramai dengan kisah yang begitu memilukan. Seorang ibu bernama Defhisa Abriani Husein, kehilangan bayi yang begitu ia cintai setelah diduga menjadi korban kelalaian dari pihak RSUD Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi.
Cerita menguras air mata itu Defhisa bagikan di akun media sosial Facebook miliknya. Dalam narasinya, Defhisa memastikan bakal menuntut keadilan setelah sang buah hati meninggal dalam keadaan tidak wajar.
"Sabar ya, Dede. Maafin Mama ya. Tunggu Mama sehat, Mama minta keadilan buat Dede. Udah keseringan kejadian kaya gini. Kalau yang lain diem, maaf-maaf tidak dengan saya. Mungkin kalau masih ada yang ingat, dulu juga saya pernah ngelakuin hal sama ya," kutip detikJabar dari unggahan tersebut, Jumat (29/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam perbincangan dengan detikJabar, Defhisa kemudian menceritakan kisah pilu yang dia rasakan. Semuanya terjadi pada Rabu (27/11/2024) lalu, saat warga Kampung Ciwaru, Desa Loji, Kecamatan Simpenan, Kabupaten Sukabumi hendak menjalani proses persalinan di rumah sakit.
Saat tiba di rumah sakit, Defhisa sudah memberitahu petugas medis yang mengurusnya supaya persalinan itu bisa dilakukan melalui operasi sesar. Defhisa punya alasan karena dokter yang menangani kehamilannya sudah menyarankan bahwa ia tak bisa menjalani persalinan dengan normal.
Namun kemudian, meski Defhisa dan suaminya berulang kali sudah menyampaikan informasi ini kepada para perawat di sana. Tapi yang terjadi, proses persalinan tetap dilakukan secara normal dengan alasan pertimbangan berat badan bayi dan usia kandungan yang belum matang.
"Kami sudah bilang ke entah bidan atau perawat, saya mau sesar. Tapi katanya enggak bisa, ini sudah pembukaan. Saya bilang posisi bayi saya melintang, bukan sungsang, tapi lintang. Usia kandungan masih 8 bulan, berat badan bayi kecil, dan air ketuban sudah habis," ungkap Defhisa.
"Saya bilang saya enggak bisa normal, dokter bilang saya harus sesar, itu berulang kali sampai di detik saya mau melahirkan. Mereka bilang 'bisa bu, ibu berjuang sendiri, ini pantat anak ibu sudah keluar duluan'. Setelah itu, dia bilang 'kakinya bu sudah kelihatan', katanya 'ayok bu dorong'. Ternyata kaki saya dipegang dua-duanya sama masing-masing dua orang, ditarik dipaksa keluar kaki ternyata yang keluar bukan kaki, tapi tangan bayi," lirih Defhisa.
Di detik-detik menegangkan, Defhisa kemudian mengalami hal yang mengejutkan. Petugas medis yang membantu persalinannya malah menyarankan supaya Defhisa ditangani dengan operasi sesar, sesuatu yang ia minta dari awal tapi malah mengalami penolakan.
"Setelah itu dia bilang bu, ibu nggak bisa normal, ini yang keluar tangan katanya, ibu harus operasi. Saya dari tadi bilang saya harus operasi kenapa dipaksa harus lahiran," keluh Defhisa.
Defhisa menyebut saat itu dokter yang menangani selama masa kehamilannya tidak ada di dalam ruangan. Ia menyebut saat proses melahirkan ditangani oleh bidan dan perawat.
"Iya sudah minta sendiri karena dokternya karena dokternya sendiri sudah bilang ibu ini enggak bisa normal harus sesar," tutur Defhisa mengatakan sejak mendapat kabar posisi bayi melintang ia dan suaminya berharap bisa melahirkan secara sesar.
Bukan hanya itu saja. Saat operasi dilakukan, persiapannya pun serba begitu mendadak. "Mereka baru mempersiapkan operasi setelah saya tidak kuat lagi. Saya kontraksi berat, tapi harus menahan agar bayi tidak terdorong keluar," katanya lirih.
Proses pembiusan juga sempat menjadi persoalan. Defhisa menginginkan pembiusan dilakukan sambil berbaring miring karena tubuh bayi sudah keluar sebagian, tetapi petugas tetap memaksanya duduk.
"Saya minta dibius sambil miring, tapi mereka bilang tidak bisa. Posisi duduk lebih nyaman buat mereka untuk menyuntik, padahal pikir saya dalam kondisi berbaring miring pun bisa. Saya akhirnya menurut saja dalam keadaan duduk, dengan tubuh diminta condong ke depan, tidak terbayang saat itu posisi tangan bayi sudah keluar," tuturnya.
Selepas sadar dari bius, Defhisa sempat mencari-cari bayinya. Perasaannya terasa tidak menentu, seperti kebanyakan biasanya bayi yang baru dilahirkan akan di simpan di dada sang ibu, tapi tidak dengan Defhisa saat itu.
"Di situ saya sudah enggak enak perasaan, harusnya saya nunggu, harusnya bayi ditaruh di dada, kok ini enggak ada kemana. Jadi sejak dibius total perasaan saya enggak enak. Saya enggak lama juga sadar, saat saya mencari anak semua enggak ada yang jawab. Katanya enggak tahu enggak tau katanya di bawa sama petugas bayi," lirihnya.
Selang beberapa jam kemudian, barulah Defhisa tahu, bayinya sudah dalam keadaan tidak bernyawa. "Saya mengamuk, saya mau lihat bayi saya, meskipun sudah meninggal. Saat itu terdapat banyak luka memar di dada, di belakang, tulang rusuknya, dan tangan sebelah bengkak ada bekas kuku," teriak Defhisa.
Defhisa pun sebetulnya sudah menyiapkan nama Marsiano Putra Sandiego untuk buah hatinya. Nama yang indah dan penuh harapan, tapi pada akhirnya takdir berkata lain karena sang buah hati dipanggil kembali oleh Yang Maha Kuasa.
"Saya jelas tidak akan diam, mau bertindak entah nanti mau ke polisi, semua harus ada prosesnya, cukup di anak saya. Jangan sampai ada korban lagi, karena saya lihat dari sebelumnya sudah banyak, orang jadi korban seperti ini. Artinya iya saya akan melakukan tindakan hukim namun masih menunggu kondisi pulih, seperti itu," tegasnya.
Saat dikonfirmasi akan hal ini, Humas RSUD Palabuhanratu, Bili Agustian, mengatakan akan menyampaikan kasus ini ke bidang pelayanan. "Sebentar, saya sampaikan dulu ke Bid Pelayanan," singkat Bili.
Sementara itu, Direktur RSUD Palabuhan Ratu dokter Rika Mutiara membenarkan adanya kejadian tersebut. "Kami sedang mengupayakan penyelesaian dengan keluarga. Mudah-mudahan hari ini selesai," kata Rika.
Namun, Rika enggan memberikan kronologi lengkap kejadian tersebut. "Kronologinya belum bisa diberikan karena masih harus dilengkapi dengan hasil mediasi. Silakan komunikasi lebih lanjut dengan humas," pungkasnya.
(ral/iqk)