Kementerian Sosial RI memberikan bantuan stimulan berupa santunan ahli waris dan santunan korban yang merupakan santri di bencana longsor di Sukabumi, Jawa Barat. Diketahui, ada sembilan santri yang menjadi korban dalam insiden ambruknya dinding pematang kolam.
Diketahui, peristiwa itu terjadi di Ponpes Yaspida di Jalan Parungseah, Desa Cipetir, Kecamatan Kadudampit, Sukabumi, Rabu (13/11/2024) malam sekitar pukul 21.30 WIB. Dari sembilan santri yang menjadi korban, empat orang meninggal dunia dan lima orang luka-luka.
Para korban luka di antaranya M. Andrian Wahidin (16) asal Purwakarta, M. Andhika Hutama (14) asal Sukabumi, Wafi (14) asal Bekasi, M. Adnan Asyja (13) asal Sukabumi dan Naswan Harits (18) asal Ciawi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara empat korban yang meninggal dunia yaitu M. Firmansyah (14) asal Cisaat, M. Dzaki Athalah (14) asal Cikembar, M. Awal Rizki (14) asal Kalapanunggal dan M. Rifa Raditya (14) asal Bogor.
"Sesuai dengan arahan Gus Menteri, setelah menerima laporan kejadian kami langsung melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial dan Tagana untuk melakukan asessment di Ponpes tempat santri tersebut," ujar Dika Yudistira petugas dari Direktorat Penanganan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Kemensos dalam keterangan yang diterima detikJabar, Senin (18/11/2024).
Dika menjelaskan, saat ini korban luka-luka masih mendapatkan perawatan di RS Bhayangkara Secapa Lemdiklat Polri, Sukabumi. Pihaknya tengah melakukan pendataan dan pemberkasan administrasi bagi penerima santunan.
"Saat ini kami masih dalam proses menunggu penyelesaian administrasi dari Dinsos agar dapat segera kami salurkan santunan ahli waris maupun santunan korban luka," jelasnya.
Menanggapi peristiwa tersebut, Kemensos akan memberikan santunan kepada ahli waris korban meninggal dunia masing-masing senilai Rp15 juta. Sementara bagi korban luka berat akan menerima santunan Rp5 juta per jiwa.
Insiden ambruknya dinding kolam yang membuat 4 santri meninggal juga membuat Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin prihatin. Bey bahkan meminta ponpes untuk membentuk santri siaga bencana agar tidak ada lagi kejadian serupa di kemudian hari.
"Kami meminta kepada Pak Kyai, pimpinan untuk membentuk santri siaga bencana karena itu penting dan ada 1.200 pesantren jadi mereka harus membentuk santri siaga bencana karena kita tahu dari awal November sampai Februari 2025 itu puncak hujan ekstrem atau ancaman bencana hidrometeorologi," kata Bey.
Menurut Bey, pembentukan santri siaga bencana itu akan dikoordinasikan kepada seluruh BPBD kota kabupaten dan seluruh pesantren-pesantren. Nantinya di tiap asrama harus memiliki koordinator yang berfokus pada kebencanaan.
"Kita tahu di tempat-tempat pesantren banyak asrama, jadi minimal di setiap asrama ada koordinator dan apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana karena yang kejadian kemarin itu saja mereka tidak menyangka karena hujan hanya rintik-rintik tiba-tiba temboknya ambruk, jadi kewaspadaan itu yang paling penting," ujarnya.
(iqk/iqk)