Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Setukpa Lemdiklat Polri Sukabumi, Komisaris Besar Polisi dr. Much Sofwan mengungkap kondisi empat santri yang tewas usai tertimpa dinding pematang kolam di pondok pesantren wilayah Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi.
Diketahui, peristiwa nahas itu terjadi pada Rabu (13/11/2024) lalu di mana sembilan orang santri jadi korban longsor susulan. Lima di antaranya mengalami luka ringan dan luka berat sehingga dirawat di RS Bhayangkara Polri.
Adapun identitas santri yang meninggal dunia di antaranya M. Firmansyah (14) asal Cisaat, Kabupaten Sukabumi; M. Dzaki Athalah (14) asal Cisarua, Bogor; M. Awal Rizki (14) asal Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi dan M. Rifa Radtya (14) asal Caringin, Kabupaten Bogor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Korban yang meninggal dunia sebagian besar karena cedera kepala, mungkin tertimpa batu atau reruntuhan. Karena itu dinyatakan meninggal dunia kita lakukan seperti biasa, kita bersihkan, kita salatkan dan kita kirim ke pondok pesantren. Betul meninggal di lokasi," kata Sofwan kepada detikJabar, Jumat (15/11/2024).
Sementara itu, kondisi kelima korban yang mengalami luka disebut berangsur membaik. Wafi (13) salah satu korban yang terluka dinyatakan pulih dan diperbolehkan pulang.
"Dari korban akibat longsor sekarang sudah ada perkembangan yang lebih baik tapi kita masih observasi karena ada beberapa variabel, fungsi organ yang perlu diobservasi terutama bagian liver. Secara umum luka semuanya membaik, aman, tidak ada yang serius," ujarnya.
"Semuanya mengalami luka terutama pada bagian dada, pinggang dan lengan. Penanganan kemarin tidak perlu kita lakukan tindakan operasi karena cukup dengan kita observasi," sambungnya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Yaspida Sukabumi, Rahmat Adi Kusuma mengatakan, peristiwa itu terjadi pada Rabu (13/11) malam sekitar pukul 21.00-22.00 WIB. Pada jam tersebut, kegiatan rutin santri melakukan pengajian namun para korban berkumpul di lokasi kejadian yang jaraknya cukup jauh dari asrama dan majelis.
"Itu terjadi ada sejumlah anak yang berkumpul di lokasi kejadian, agak sedikit apa ya, mereka terhimpit oleh pematang kolam yang sebelumnya pada tanggal 5 sudah terjadi kejadian longsor. Jadi di daerah itu seharusnya tidak boleh ada orang yang lalu lalang," kata Rahmat.
"Dari pihak ponpes tentunya, sudah dimasukkan ke rumah sakit, masalah pembiayaannya kami dari ponpes insyaallah akan menanggung semua, begitupun untuk korban meninggal dunia sudah diserahkan ke keluarganya masing-masing alhamdulillah mereka menerimanya dengan baik dan tentunya in sya Allah akan ada santunan-santunan yang akan diberikan kepada para korban," sambungnya.
Atas peristiwa tersebut, pihaknya akan melakukan evaluasi dan upaya penanggulangan bencana. Salah satunya dengan perbaikan-perbaikan area yang dianggap rawan bencana.
Ponpes Diminta Bentuk Santri Siaga Bencana
Tak ingin kejadian serupa terjadi lagi, Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin akan membentuk santri siaga bencana di seluruh pondok pesantren se-Jawa Barat.
"Kami meminta kepada Pak Kyai, pimpinan untuk membentuk santri siaga bencana karena itu penting dan ada 1.200 pesantren jadi mereka harus membentuk santri siaga bencana karena kita tahu dari awal November sampai Februari 2025 itu puncak hujan ekstrem atau ancaman bencana hidrometeorologi," kata Bey kepada detikJabar di Kota Sukabumi, Jumat (15/11/2024).
Pembentukan santri siaga bencana ini akan dikoordinasikan kepada seluruh BPBD kota kabupaten dan seluruh pesantren-pesantren. Nantinya di tiap asrama harus memiliki koordinator yang berfokus pada kebencanaan.
"Kita tahu di tempat-tempat pesantren banyak asrama, jadi minimal di setiap asrama ada koordinator dan apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana karena yang kejadian kemarin itu saja mereka tidak menyangka karena hujan hanya rintik-rintik tiba-tiba temboknya ambruk, jadi kewaspadaan itu yang paling penting," ujarnya.
Plt Kepala Pelaksana BPBD Jabar, Anne Hermadianne Adnan menambahkan, untuk persiapan membentuk santri siaga bencana, pihaknya akan berkoordinasi dengan Karo Kesra yang membina pesantren se-Jawa Barat.
"Karena pesantren ini mempunyai tanggung jawab, karena sudah mengumpulkan orang dalam satu kawasan terutama pesantren-pesantren yang ada dalam kawasan rawan bencana. Nanti kita coba kolaborasi dengan pondok pesantren juga BPBD kabupaten kota untuk membentuk santri siaga bencana di mana nanti di setiap gedungnya itu ada emergency responsive," kata Anne.
Pihaknya akan memberikan edukasi dan pelatihan terkait simulasi bencana, tanda-tanda bencana, dan penggunaan aplikasi waspada bencana. "Jadi dia sudah tahu dan dia bisa me-warning, warning-nya bisa dengan toa atau bahkan mungkin seperti yang saya bawa (peluit)," sambungnya.
Pihaknya mengimbau kepada BPBD kabupaten kota dan pesantren di daerah rawan bencana agar merespons pembentukan santri siaga bencana ini. Secara fokus, santri siaga bencana ini akan selesai terbentuk pada awal tahun 2025.
"Ini target, kan sudah di akhir tahun nih, kami mungkin pertama-tama akan melakukan imbauan dulu karena kami juga melakukan penanganan. November itu sudah mulai banyak bencana hidrometeorologi karena Jawa Barat ini paling tinggi bencana hidrometeorologinya se-Indonesia," kata dia.
"Nah kami akan melakukan imbauan dulu kemudian mungkin kalau ada permintaan bisa berkolaborasi dengan kabupaten kota dan kita mungkin akan lebih banyak di awal tahun tapi tetap kita akan me-warning dulu dari sekarang November," tutupnya.
(yum/yum)