Dinding kolam di kawasan Ponpes Salafi Terpadu Darussyifa Al-Fithroh (Yaspida) di Kabupaten Sukabumi ambruk dan menimpa sejumlah santri. Akibat insiden itu, 4 santri tewas dan 5 lainnya mengalami luka-luka.
Peristiwa itu terjadi di sebuah Ponpes Yaspida di Jalan Parungseah, Desa Cipetir, Kecamatan Kadudampit, Sukabumi, Rabu (13/11/2024) malam sekitar pukul 21.30 WIB. Saat kejadian, ada 9 santri yang merupakan siswa kelas 2 SMP yang menjadi korban.
"Telah terjadi musibah tertimpa dinding tembok kolam yang mengakibatkan empat orang meninggal dunia dan lima orang luka-luka," kata Kasubsi PIDM Polres Sukabumi Kota, Ipda Ade Rulli saat dikonfirmasi, Kamis (14/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Empat santri yang meninggal dunia, yakni M. Firmansyah (14), M. Dzaki Athalah (14), M. Awal Rizki (14) dan M. Rifa Raditya (14). Sedangkan lima santri yang mengalami luka ialah M. Andrian Wahidin (16), M. Andhika Hutama (14), Wafi (14), M. Adnan Asyja (13) dan Naswan Harits (18).
Menurut Ade, peristiwa santri tertimpa tembok itu pertama kali diketahui oleh IN, penjaga sapi di lokasi kejadian. Saat itu, IN mendengar ada teriakan minta tolong. Dia pun mencari sumber suara itu dan melihat kondisi santri yang tertimpa dinding pematang kolam.
Menurut keterangan IN, para santri itu diduga bersembunyi di kolam yang dalam kondisi kering karena menghindari kegiatan pengajian rutin di ponpes tersebut.
"Anak santri tersebut sembunyi di antara dinding yang roboh karena diduga tidak ikut kegiatan pengajian rutin (membolos) dan selanjutnya pihak ponpes melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Kadudampit sekitar pukul 24.00 WIB, sementara para korban dibawa ke Rumah Sakit Setukpa Polri," jelas Ade.
Dari hasil identifikasi atas peristiwa itu, insiden ambruknya dinding kolam itu terjadi karena adanya longsor susulan. Sebelum kejadian, terjadi longsor di lokasi akibat hujan deras.
"Ini adalah longsor susulan kayaknya, longsor susulan, sebetulnya kejadiannya terjadi pada tanggal 5 November longsor besarnya itu cuma pada saat itu, malam juga terjadi hujan sehingga terjadinya longsor susulan yang mengakibatkan dampak ada beberapa siswa yang meninggal dunia dan luka-luka," kata Kepala Pelaksana BPBD Sukabumi Deden Sumpena.
"Jadi ada dampak tambahan dari longsoran yang terjadi pada tgl 5. Sebetulnya longsor besarnya terjadi tanggal 5 November lalu," sambungnya.
Menurut Deden, saat kejadian para korban berada di kolam karena tidak mengikuti pengajian di ponpes. Namun nahas, tembok kolam yang jadi tempat 'sembunyi' itu ambruk dan menimpa 9 santri.
Deden mengungkapkan, sebelumnya telah terjadi tiga kali longsor di kawasan pondok pesantren tersebut. BPBD pun menyarankan pihak ponpes mengevaluasi kondisi terasering dan alur air sehingga potensi bencana dapat diminimalisir.
"Yang pertama tentunya karena masih ada dua kolam, disarankan kepada pihak ponpes untuk segera dikosongkan. Kemudian alur air lebih dirapihkan supaya yang kemarin longsor itu tidak bertambah lagi karena kita ketahui bahwa sekarang ini kita sedang siaga bencana hidrometeorologi sampai bulan Maret," jelasnya.
Para korban baik santri yang mengalami luka maupun meninggal dunia kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Setukpa Lemdiklat Polri Sukabumi. Ketika tiba di sana, korban penuh luka di sekujur tubuh terutama di bagian kepala.
"Korban yang meninggal dunia sebagian besar karena cedera kepala, mungkin tertimpa batu atau reruntuhan. Karena itu dinyatakan meninggal dunia kita lakukan seperti biasa, kita bersihkan, kita salatkan dan kita kirim ke pondok pesantren. Betul meninggal di lokasi," kata Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Setukpa Lemdiklat Polri Sukabumi, Kombes Pol dr. Much Sofwan, Jumat (15/11/2024).
Sementara itu, kondisi kelima korban yang mengalami luka disebut berangsur membaik. Menurut Sofwan, tidak ada luka serius yang dialami kelima santri.
"Dari korban akibat longsor sekarang sudah ada perkembangan yang lebih baik tapi kita masih observasi karena ada beberapa variabel, fungsi organ yang perlu diobservasi terutama bagian liver. Secara umum luka semuanya membaik, aman, tidak ada yang serius," ujarnya.
Insiden ambruknya dinding kolam yang membuat 4 santri meninggal membuat Pj Gubernur Jabar Bey Machmudin prihatin. Bey bahkan meminta ponpes untuk membentuk santri siaga bencana agar tidak ada lagi kejadian serupa di kemudian hari.
"Kami meminta kepada Pak Kyai, pimpinan untuk membentuk santri siaga bencana karena itu penting dan ada 1.200 pesantren jadi mereka harus membentuk santri siaga bencana karena kita tahu dari awal November sampai Februari 2025 itu puncak hujan ekstrem atau ancaman bencana hidrometeorologi," kata Bey.
Menurut Bey, pembentukan santri siaga bencana itu akan dikoordinasikan kepada seluruh BPBD kota kabupaten dan seluruh pesantren-pesantren. Nantinya di tiap asrama harus memiliki koordinator yang berfokus pada kebencanaan.
"Kita tahu di tempat-tempat pesantren banyak asrama, jadi minimal di setiap asrama ada koordinator dan apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana karena yang kejadian kemarin itu saja mereka tidak menyangka karena hujan hanya rintik-rintik tiba-tiba temboknya ambruk, jadi kewaspadaan itu yang paling penting," ujarnya.
(bba/mso)