Tahapan pemberitaan penyiaran dan iklan kampanye di media massa cetak hingga elektronik, bakal berlangsung pada 10-23 November 2024. Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat mengimbau, sejumlah regulasi yang tidak boleh dilanggar dalam iklan kampanye tersebut.
Ketua KPID Jabar Adiyana Slamet memaparkan, hasil riset KPID terkait masih tingginya antusias warga dalam menonton televisi dan mendengarkan radio, yakni 3-4 jam jika diakumulasi dalam sehari. Angka ini kata Adiyana cukup baik, dan menandakan masyarakat Jabar harus terpapar informasi yang seimbang.
"Kami harus menjamin lembaga penyiaran tidak boleh partisan, seimbang, terutama berkaitan dengan iklan kampanye. Hasil penelitian kami warga Jabar yang mendengarkan radio dan menonton TV di kisaran 3-4 jam sehari, segmented ke gen X. Ini ada penurunan, tapi Jabar masih relatif cukup baik karena tidak di bawah 2 jam," ucap Adiyana di Kantor KPID Jabar, Selasa (5/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meski memang 54% di antaranya untuk cari hiburan, sisanya cari info. Ini jadi catatan bahwa lembaga penyiaran harus memberi info politik, kampanye, dan memberi pendidikan politik. Kami ingin arah pembangunan demokrasi harus terus coba ditegakkan," sambung dia.
Adiyana menyebut, KPID kembali menyoroti penyiaran pasca Pileg dan Pilpres, dan kali ini pengawasan dilakukan dalam Pilkada. Berkaca dari Pemilu sebelumnya, ia sempat curhat mendapat teguran dari legislator karena adanya lembaga penyiaran yang berafiliasi dengan partai tertentu.
Ia pun kini bakal lebih awas dalam memantau 476 lembaga penyiaran di Jawa Barat. Adiyana mengimbau agar dalam Pilkada kali ini tidak diwarnai dengan banyaknya pelanggaran serupa.
"Pada Pilpres dan Pileg, kami mendapati 108 indikasi temuan pelanggaran. Kurang lebih 32-36 laporan kami tindak lanjuti, 16 indikasi diproses KPI Pusat dan sisanya kita beri sanksi teguran tertulis. Pada intinya Pemilu apapun, ini tidak hanya tugas KPU atau Bawaslu, tapi juga kita semua," kata Adiyana.
Ia mengungkap, bahwa temuan paling banyak yakni pelanggaran durasi iklan kampanye. Selain itu, adanya afiliasi media dengan peserta Pemilu yang membuat pemberitaan tidak proporsional.
Adiyana mengimbau, sesuai dalam regulasi Undang-undang 32 tahun 2002, P3SPS, dan surat edaran KPI, setiap televisi dan radio mempunyai 10 spot (iklan) dengan durasi 30 detik. Selain itu, proporsionalitas pemberitaan juga perlu diperhatikan.
"Yang pertama biasanya lebih dari 10 spot dan lebih dari 30 detik. Lalu tidak proporsionalnya dalam pemberitaan, contoh dalam satu program berita misalkan itu ada 4 kandidat, yang ditonjolin cuma 1 kandidat. Lalu ada program yang kemudian sisipannya itu peserta Pemilu itu jadi talentnya, padahal enggak boleh," ucap Adiyana.
Ia pun menegaskan tak ingin kejadian ini terulang, mengingat frekuensi media adalah milik publik dan harus untuk kepentingan publik. Kalau pun nanti ada yang melanggar, Adiyana mengatakan akan menindak dengan tegas sesuai regulasi.
"Kami lembaga negara harus tegak lurus terhadap regulasi gitu ya, apalagi di masa tenang karena itu tidak boleh ada iklan, kampanye, atau bentuk apapun yang memunculkan nomor urut, visi-misi, atau citra diri. Nggak ada tebang pilih ya," ucap Adiyana tegas.
"Sanksinya tetap kita merujuk pada Undang-undang 32. Ada beberapa tahapan misalkan, teguran 1, lalu ada pembatasan durasi, penutupan program, denda administratif. Lalu ada rekomendasi pencabutan izin di ujung. Ya tentunya kita nggak bisa loncat, kami harus sesuai dengan tahapan pemberian sanksi itu," imbuhnya.
Sementara itu, dalam masa kampanye yang sudah bergulir sebulan lebih, Adiyana mengatakan baru ada 4 indikasi pelanggaran pemberitaan. Ia memastikan pihaknya akan mendalami laporan itu.
"Kemarin baru ada indikasi pelanggaran di pemberitaannya. Kita masih dalami, karena memang itu adalah aduan masyarakat gitu. Baru ada empat kalau nggak salah. Kalau indikasi itu belum pasti juga ya, belum pasti menjadi pelanggaran atau tidak," kata dia.
(aau/mso)