Menjelang siang, kondisi jalan Diponegoro masih cukup senggang. Sesekali kendaraan bertenaga mesin berupa motor, mobil hingga bus terlihat melintas cepat meninggalkan kepulan debu yang terangkat dari aspal jalan.
Di jalan yang sama, tepat di tepian sebelum tikungan menuju jalan Cilaki, sebuah delman diam terparkir, berteduh dari teriknya matahari sekaligus mencari peruntungan dari wisatawan yang berkunjung di sekitar area tersebut.
Imam (31) duduk di bangku sudut belakang delman, bersandar pada papan kayu yang mengelilingi delman dengan warna merah biru ini. Tak banyak yang dilakukannya, selain bermain handphone sembari sesekali melihat kondisi sekitar dan menjaga tali kendali kuda yang menarik delmannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rambutnya yang dicat pirang membuat Imam semakin mudah dikenali, terlebih memang tak banyak delman beserta kusirnya yang tersisa dan masih berkeliaran di Kota Bandung hari ini. Kendaraan tradisional ini mulai ditinggalkan baik sebagai transportasi ataupun hanya sekedar rekreasi.
"Saya jadi kusir sejak 2015 sampai sekarang, kadang mangkal di sini (Cisangkuy), kadang di depan Gedung Sate, kadang juga di Cilaki, ya muter-muter sekitar sini aja," tutur Imam seraya menggerakan tangan kanannya yang dipenuhi tato menunjuk jalan-jalan yang dimaksud.
Mengandalkan Wisatawan Luar Kota
Menjadi kusir adalah pekerjaan satu-satunya bagi Imam saat ini. Diakuinya, penghasilan sebagai juru kendali delman ini sebenarnya memang belum bisa menghidupinya secara aman. Terlebih, dengan adanya setoran yang perlu ia berikan pada pemilik kuda, praktis membuat penghasilan yang ia dapatkan semakin berkurang.
Sehari-hari Imam sangat mengandalkan pendapatan dari para wisatawan luar kota yang sedang berlibur di Bandung. Mengajak para wisatawan tersebut berkeliling area sekitar kota dengan bertukar imbalan uang senilai 50 ribu rupiah untuk setiap putarannya.
"Ya jarang sekarang mah, kebanyakan yang dari luaran (luar kota), kalo ada pengunjung ya ada, kalo lagi gak ada ya sepi," keluh Imam yang tangan kirinya kini menggenggam tali kendali kuda delmannya.
Karena alasan wisatawan itu pula, Imam memilih hanya mangkal di area sekitar Gasibu dan Cisangkuy pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Hari di mana biasanya area tersebut dipenuhi oleh wisatawan. Kebanyakan para wisatawan naik bersama rombongan 5-6 orang untuk seru-seruan. Menciptakan kenangan bersama untuk kenang-kenangan berlibur di Kota Kembang.
Sedangkan untuk wisatawan dalam Kota Bandung sendiri, berdasarkan pengakuan Imam, sudah sangat sedikit yang tetap memilih menggunakan delman. Selain itu, pada hari-hari weekday biasa pun, kawasan Cisangkuy bukanlah kawasan padat orang. Beberapa destinasi wisata di area tersebut seperti museum dan taman terbuka publik, belum cukup menarik wisatawan datang di hari-hari weekday.
Harapan Imam
Meski dengan ketidakjelasan penumpang dan pendapatan, Imam tak punya pilihan lain selain menjadi kusir delman. Diakuinya sulit baginya mendapatkan pekerjaan lain saat ini. Hal ini pula yang membuatnya tetap menjalani pekerjaan yang telah dijalaninya selama kurang lebih 9 tahun ini.
"Gak ada pekerjaan lain, gak ada sekarang mah, susah," ujar Imam.
Dengan kegamangan tersebut, Imam mencoba berbagai cara agar tetap bisa mendapatkan penumpang. Salah satunya dengan datang lebih pagi ke area tempat biasa ia mencari penumpang. Hal itu mulanya dilakukan dengan tujuan agar bisa mendapatkan penumpang berupa wisatawan yang berkunjung pada pagi hari.
Namun, untuk hari Jumat ini (18/10/2024), hal tersebut tampaknya belum cukup membuahkan hasil. Imam belum mendapatkan satupun penumpang setelah kurang lebih satu setengah jam berdiam menunggu penumpang di tepian jalan Diponegoro. Menjadi satu-satunya delman yang ada di antara mobil yang melaju dan terparkir.
"Kalau penumpangnya sih pengennya rame. Semoga ada dukungannya juga dari pemerintah dengan diperbolehkan buat narik (delman) di kota," harap Imam sekaligus menutup pembicaraan.
(yum/yum)