Sejumlah orang tua murid di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 2 Kawalu Kota Tasikmalaya mempertanyakan penjualan buku pelajaran seharga Rp 180 ribu. Mereka yang mengutarakan keluhan adalah orang tua siswa kelas 3.
Orang tua siswa keheranan dengan penjualan buku itu, selain karena harganya mahal, mereka juga mempertanyakan pemanfaatan dana BOS yang diberikan oleh pemerintah.
"Iya saya sudah beli, asalnya harga buku itu Rp 200 ribu, lalu ada diskon jadi Rp 180 ribu. Tapi belum dibayar," kata salah seorang ibu orang tua siswa kelas 3 SDN 2 Kawalu, Rabu (2/10/2024) sore.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perempuan yang tak mau namanya ditulis itu mengatakan pembelian buku itu bisa diangsur sampai akhir tahun ini. "Bisa dicicil, katanya bisa sampai bulan Desember," katanya.
Dia memaparkan penjualan buku itu diawali oleh silaturahmi orang tua siswa bersama pihak sekolah dan penerbit. "Iya ada pertemuan dulu sebelumnya, ada Kepala Sekolah," katanya. Menurut dia buku itu diperlukan untuk mendukung pembelajaran anaknya di sekolah.
Meski akhirnya membeli buku itu, dia mengaku sempat keheranan. Apalagi setelah tahu buku yang sama, dijual di toko online dengan harga jauh lebih murah. "Kata orang tua yang lain, buku seperti itu di toko online cuma Rp 25 ribu," katanya.
Dia juga mengaku akan tetap membayar cicilan buku itu, meski masalah penjualan buku itu sudah jadi buah bibir di lingkungannya. "Ya kalau utang mah harus dibayar, nanti kalau sudah ada uangnya," katanya.
Ditemui terpisah Kepala SDN 2 Kawalu, Darwan membantah pihak sekolah menjual buku itu. Dia berkilah penjualan buku merupakan kesepakatan pihak swasta penjual buku dengan orang tua siswa.
Darwan juga mengaku sudah melakukan klarifikasi kepada orang tua siswa yang keberatan dengan penjualan buku tersebut.
"Iya ini kami baru saja beres mengunjungi orang tua siswa, kami memberikan klarifikasi terkait permasalahan itu," kata Darwan ditemui di sekolahnya, Rabu (2/10/2024) sore.
Dia mengatakan terkait penjualan buku merupakan kesepakatan pihak orang tua dan penerbit buku. Darwan juga memaparkan kronologi dari permasalahan yang jadi sorotan publik itu.
"Jadi awalnya kami mengadakan rapat dengan para orang tua, kami mempresentasikan terkait visi misi sekolah kepada orang tua murid. Kemudian untuk masalah penjualan buku, itu bukan inisiatif sekolah. Jadi kalau ada yang mengatakan SDN 2 Kawalu ini menjual buku itu sebenarnya tidak benar. Untuk masalah penjualan buku, kami sudah wanti-wanti untuk tidak melibatkan kami. Yang terjadi adalah murni dari inisiatif orang tua dengan pihak penerbit," papar Darwan.
Untuk teknis pembelian atau pendataan pun, menurut Darwan pihak sekolah tidak ikut-ikutan. Dirinya juga paham bahwa penjualan buku dilarang. Perwakilan orang tua murid yang dia maksud adalah persatuan orang tua murid yang dibentuk di setiap kelas.
"Ada namanya POM, persatuan orang tua murid di setiap kelas. Kami ingin mengklarifikasi bahwa sekolah tidak pernah mengharuskan apalagi membuat aturan harus membeli buku," kata Darwan.
Terlepas dari permasalahan itu, Darwan mengaku kejadian ini menjadi bahan evaluasi bagi dirinya dalam menghadapi penjual buku dan dalam hal komunikasi dengan orang tua siswa.
"Ke depannya kami harus berhati-hati, artinya untuk penjualan buku tidak dibenarkan. Sarana untuk buku sudah ada. Tentu ini menjadi bahan evaluasi bagi kami," kata Darwan.
(yum/yum)