Enam tahun sudah SMPN 60 Bandung berdiri. Namun, sejak didirikan, sekolah tersebut tak memiliki bangunan sekolah sendiri. Hingga kini sebagian siswanya harus belajar di luar kelas demi mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM).
Selain lesehan dengan beralaskan terpal plastik berwarna biru di teras ruangan luar kelas, para siswa juga kerap belajar di bawah pohon rindang atau disingkat DPR. Berikut 5 fakta kejadian ini:
1. Tak Punya Bangunan Sendiri Sejak 2018
Sejak tahun 2018, siswa SMPN 60 Bandung harus menumpang di bangunan SDN 192 Ciburuy, Kecamatan Regol, Kota Bandung. Hal itu dilakukan karena SMPN 60 Bandung belum memiliki bangunan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena siswa SMPN 60 Bandung memiliki 9 rombongan belajar (rombel) dan di SD tersebut hanya ada 7 ruangan kelas yang dapat menampung siswa, maka dua kelas harus belajar di luar ruangan.
Tak hanya ruangan kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru dan tata usaha (TU) juga dijadikan satu. Selain gunakan fasilitas kelas, lapangan milik SDN 192 Ciburuy juga digunakan siswa SMPN 60 Bandung. Karena siswa ini masuknya di siang hari, tidak ada upacara bendera yang dilakukan seperti sekolah umumnya.
2. Ada Kursi-Bangku Tapi Tak Punya Kelas
Rita Nurbaini, Humas SMPN 60 Bandung menuturkan, bukan tidak ada kursi dan meja untuk para siswa ini belajar. Kursi dan meja bantuan dari Disdik Kota Bandung ada tersimpan di teras sekolah. Kursi dan meja itu tidak digunakan karena siswa SMPN 60 Bandung menumpang di bangunan sekolah SDN 192 Ciburuy, Regol, Kota Bandung.
"Siswa ada 9 rombel, tapi kelas ada 7 rombel, jadi mau tidak mau ketika pembelajaran 7 (rombel) masuk yang di luar 2 (rombel), 7 ini semua ruangannya milik SD. Kecuali kursi meja kita dikasih dinas, kursi meja, barang kaya laptop ada, cuman ruangan saja enggak ada," tutur Rita kepada detikJabar, Jumat (27/9/2024).
3. Belajar di Teras-'DPR'
detikJabar juga sempat ditunjukkan oleh Rita terkait lokasi KBM yang ada di luar ruangan. Rita menyebut, jika tidak di teras kelas, mereka juga kadang belajar di bawah pohon.
Namun menurut Rita, karena akhir-akhir ini kerap terjadi hujan di siang hari, KBM pun kadang tak kondusif. "Di bawah pohon satu dan di teras pakai terpal, kalau hujan ke pinggir bubar. Kadang satu ruangan digunakan dua kelas atau gunakan lorong sekolah," ucap Rita.
![]() |
4. Tidak Ada Penolakan dari Siswa dan Orang Tua
Rita mengatakan, meski ada siswa yang harus belajar dengan menggelar terpal plastik, tidak ada penolakan dari siswa dan orang tua dengan kondisi tersebut. Hal itu karena bersifat kedaruratan karena SMP negeri yang ada di wilayah tersebut jaraknya cukup jauh.
"Paham (kondisi sekolah), paham sih, ketika mereka daftarkan anaknya ke sini, tidak akan maksimal untuk dilayani karena memang bangunan tidak ada," kata Rita.
5. Berharap Segera Punya Bangunan Kelas Sendiri
Meski kondisi demikian dan mereka tidak tahu kapan memiliki bangunan seolah sendiri, Rita mengaku jika dia dan guru lainnya tetap bersyukur karena masih dapat menjalankan tugas sebagai guru dan dapat berbagi ilmu dengan siswanya.
"Harapan ya punya bangunan sekolah, kasihan juga buat siswa, guru dan anak-anak juga ingin pagi, tapi kita jalani," harapnya.
(wip/iqk)