Ratusan hektare sawah di Kabupaten Bandung mengalami kekeringan parah akibat kemarau panjang yang melanda wilayah tersebut. Puncak musim kemarau diprediksi akan terjadi pada bulan September 2024, semakin memperburuk kondisi pesawahan di beberapa kecamatan.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung, Ningning Hendasah, menyatakan bahwa wilayah yang paling terdampak berada di Bandung Timur. Pihaknya saat ini terus melakukan berbagai upaya untuk menangani dampak kekeringan tersebut.
Baca juga: Berkah Kemarau bagi 'Bos Air' di Kuningan |
"Iya kami menerima laporan ada sekitar 856 hektare sawah yang terdampak kekeringan. Daerahnya ada di Solokan Jeruk, Majalaya, Ciparay, Cileunyi, hingga Rancaekek," ujar Ningning, saat dikonfirmasi, Jumat (6/9/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sawah yang terdampak kekeringan tersebut memiliki variasi waktu tanam. Ada petani yang baru menanam padi, sementara sebagian lainnya sudah beberapa bulan menanam. Kondisi ini menimbulkan tantangan tersendiri dalam upaya mitigasi kekeringan. "Jadi yang terdampak waktu tanamnya bervariatif," katanya.
Untuk menangani kekeringan, Dinas Pertanian Kabupaten Bandung telah melakukan beberapa langkah, termasuk pompanisasi dan irigasi teknik. Namun, ancaman gagal panen tetap membayangi sebagian besar petani.
"Tapi mudah-mudahan ada hujan dan sedang berupaya. Kita juga lakukan pompanisasi, irigasi perpompaan, ada sumber dalam, sumur dangkal, itulah yang dilakukan untuk yang sawah yang irigasi teknik," jelasnya.
Meski begitu, Ningning menyebutkan beberapa daerah persawahan yang masih tergolong aman pasokan airnya terutama di wilayah Pasir Jambu, Ciwidey, dan Rancabali.
"Kondisinya kalau kemarin saya lihat yang Cadas gantung, itu masih Alhamdulillah masih bisa mengair. karena itu irigasi teknis bukan termasuk ke tada hujan, jadi masih ada Insyaallah, kalau yang daerah Pasir Jambu, Ciwidey hingga Rancabali," pungkasnya.
(iqk/iqk)










































