Ijip Sutaji dan anak-anaknya sibuk menggarap lahan di Sungai Cibitung yang merupakan bagian dari aliran Sungai Citarum, di Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Dasar Sungai Cibitung itu mulai mengering di musim kemarau. Kesempatan itu langsung dimanfaatkan Ijip menggarap lahan itu untuk ditanami tanaman jenis cabai merah keriting.
Kemarau yang terjadi hampir sebulan belakangan membuat tanah di dasar sungai tak lagi terairi bahkan sudah retak-retak. Memang setiap kemarau, warga berduyun-duyun menggarap lahan di aliran sungai tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang sudah mulai surut, makanya saya sama anak-anak mulai menggarap lahan di sini. Tahun ini juga mau tanam cabai merah lagi," kata Ijip saat berbincang dengan detikJabar, Sabtu (24/8/2024).
Pria 59 tahun itu mengomandoi tiga anaknya yang sudah dewasa menggarap lahan seluas seribu meter persegi. Tanahnya sudah dibentuk menggunung, kemudian anaknya mulai menyirami tanah untuk mulai ditanami bibit cabai.
"Lahannya seribu meter persegi, sekarang sudah hampir selesai sebelum ditanami. Sebagian memang sudah ada yang ditanami bibit cabai, sebagian lagi belum," kata Ijip.
Uniknya, ia menutup gundukan tanah itu dengan plastik berwarna silver yang dilubangi di sisi kiri kanannya. Fungsinya untuk mengurangi potensi ditumbuhi tanaman hama.
"Kalau enggak dipasang plastik, nanti banyak hama. Ya sebetulnya sama keluar modal juga kalau enggak pasang tapi kan enggak banyak waktu yang kebuang. Soalnya harus sewa tukang bersih-bersih," kata Ijip.
Saat ini, kondisi air di saluran Sungai Citarum sudah menyusut hingga 15 meter hingga airnya hanya menyisakan sekitar 2 meter saja. Kondisi air bisa kian menyusut lagi seiring berjalannya waktu di musim kemarau ini.
"Sekarang masih ada airnya, nanti kalau sudah puncak (kemarau) bisa lebih kering. Biasanya cukup buat menyiram lahan saja," kata Ijip.
Di musim tanam kali ini, Ijip sudah mengeluarkan modal lumayan besar, lebih dari Rp15 juta. Modal itu digunakan untuk membeli bibit, pupuk, biaya perawatan, hingga biaya tak terduga lainnya.
"Tahun ini buat beli bibit cabainya sama pupuk saja udah Rp 10 juta. Belum termasuk obat dan perawatan dan sebagainya. Jadi modalnya kira-kira sekitar Rp 15 juta lebih," ujar Ijip.
Cabai yang ditanamnya itu biasanya baru bisa dipanen tiga bulan kemudian. Jika harga sedang tinggi saat dipanen, keuntungan yang didapat Ijip juga akan semakin besar. Seperti halnya tahun lalu, dimana ia bisa mendapat omzet hingga Rp 50 juta.
"Tahun kemarin itu panennya dapat sekitar 1 ton lebih, dapatnya sekitar Rp 50 juta. Dijualnya biasanya ke Pasar Induk Caringin," kata Ijip.
(dir/dir)