Dahlan (51), korban pergerakan tanah di Gunungbatu, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi kini dapat bernapas lega usai hidupnya terombang-ambing tak tentu arah sejak rumahnya hancur.
Selama lima tahun terakhir, Dahlan bersama istri dan kedua anaknya terpaksa berpindah-pindah tempat tinggal, dari yang asalnya di rumah hunian sementara (huntara) hingga mengontrak kala musim hujan. Kini, pria paruh baya itu bersyukur keluarganya usai mendapatkan satu rumah di kawasan 'Kampung Haji.'
"Nggak was-was lagi di sini. Dulu kalau lagi musim hujan suka ngontrak karena takut. Di sini adem dan lebih aman," kata Dahlan kepada detikJabar di Kampung Haji BPKH, Desa Kertaangsana, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, Rabu (14/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sehari-hari, Dahlan bekerja sebagai petani dan tukang pembuat pagar. Jarak antara rumah hunian tetap (huntap) ke lahan garapannya sekitar satu kilometer.
Dahlan menuturkan, sudah tiga bulan ini menempati huntap bersama 129 penyintas bencara pergerakan tanah lainnya. Selama tiga bulan, ia mendapatkan fasilitas air bersih dan listrik gratis. Rumah hunian itu memiliki luas sekitar 5x7 meter persegi dengan panjang 13 meter.
"Nyaman alhamdulillah. Ada dua kamar dan toilet, dapur harus bangun sendiri. Kalau rumah di sana (terdampak pergerakan tanah) sudah miring, keramik miring ada pergeseran satu meter ke bawah. Ada sawah, ada kebun masih bisa ditanami palawija," jelasnya.
BPKH Habiskan Anggaran Rp7,99 M
Pembangunan hunian tetap bagi korban pergerakan tanah itu diinisiasi oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) RI dengan menghabiskan anggaran Rp7,99 miliar. Anggaran itu bersumber dari dana abadi umat yang berjumlah Rp3,7 triliun dengan nilai manfaat setiap tahunnya mencapai Rp200 miliar.
"Kami pastikan hingga saat ini setiap distribusi kemaslahatan tidak menggunakan dana setoran awal haji yaitu hanya menggunakan dana abadi umat dan itu pun tidak menggunakan pokok dari dana abadi umat tapi menggunakan hasil atau nilai manfaat dari pengelolaan keuangan haji di dana abadi umat," kata Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah.
Dia mengatakan, huntap itu dibangun di atas tanah milik Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi dengan luas mencapai lima hektare. Kawasan itu pun dikenal sebagai nama Kampung Haji BPKH.
"Kalau kita lihat dari perkampungan ini selain dari 129 unit rumah juga ada miniatur Ka'bah kemudian miniatur dari Shofa Marwah, Jamratul, sampai dengan sumur zam-zam. Ini merupakan dari sosialisasi dan edukasi dari BPKH terkait dengan rekrutmen calon jemaah haji Indonesia," ujarnya.
Selama menempati huntap tersebut, warga sebagai penerima manfaat diimbau untuk tidak menjual atau menyewakan kepada orang lain. Kemudian, dia juga berharap, masyarakat dapat menjadi pelopor menabung untuk ibadah haji.
"Tentu saja masyarakat di kampung haji BPKH ini diharapkan dapat memahami bahwa pembangunan dari dana yang dikeluarkan dari kemaslahatan ini berasal dari dana abadi umat yang merupakan milik calon jemaah haji yang disisihkan dari pengeluaran keuangan haji sehingga dengan demikian diharapkan para warga yang tinggal di sini ke depannya dapat 'mengembalikan' dana tersebut dengan cara mendaftar menjadi calon jemaah haji," kata dia.
"Walaupun mungkin masih belum memiliki kemampuan untuk dicukupkan dari setorannya namun dengan memulai minimal Rp100 ribu atau Rp10 ribu per hari mereka bisa menyisihkan dana haji, InsyaAllah berkah buat mereka karena mereka sebenarnya dibantu oleh calon jemaah haji Indonesia," tutupnya.
(orb/orb)