Regulasi Alat Kontrasepsi untuk Pelajar Tuai Kecaman dari DPRD Jabar

Round Up

Regulasi Alat Kontrasepsi untuk Pelajar Tuai Kecaman dari DPRD Jabar

Tim detikJabar - detikJabar
Kamis, 08 Agu 2024 09:00 WIB
Gedung DPRD Jabar.
Gedung DPRD Jabar. (Foto: Mukhlis Dinillah)
Bandung -

Kumandang bernada kecaman atas regulasi penyediaan alat kontrasepsi untuk pelajar kembali bermunculan. DPRD Jawa Barat (Jabar) kali ini menjadi pihak yang menentang wacana tersebut karena khawatir malah membuat target dari regulasi ini jadi menyimpang.

Sekedar diketahui, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang menjadi turunan dari Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Meski tak disebutkan secara detail mengenai penjelasannya, tapi pada regulasi tersebut, diatur pengadaan alat kontrasepsi bagi anak siswa sekolah dan remaja yang akhirnya menimbulkan pro-kontra.

Kecaman atas regulasi yang baru diteken pada akhir Juli 2024 itu kemudian bermunculan. Di Jabar pun juga tak ketinggalan. Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, Siti Muntamah memprotes keras dan ikut geram karena menilai regulasi anyar ini tak sesuai dengan nilai ideologi Indonesia yakni Pancasila.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebenarnya peraturan pemerintah yang ditekan oleh Pak Jokowi 26 Juli itu kan turunan dari UU Kesehatan. Yang memang perlu digaris bawahi itu keterkaitan dengan pemberian alat kontrasepsi kepada anak sekolah itu loh. Itu yang membuat kepala jadi pening. Saya kurang setuju tentang bab itu. Pokoknya dari Umi sebagai komisi lima itu tidak setuju ya, mengecam," kata Siti pada detikJabar, Rabu (7/8/2024).

"Seperti yang kita ketahui tentang bab kespro kesehatan reproduksi untuk remaja. Sebelum kita berbicara kespro dulu itu, kuatin dulu dong Pancasila sila pertama. Agar semua anak-anak kita ini menjadi orang beriman dan bertakwa, yang berarti ngerti agama, yang berarti dia tahu pergaulan laki-laki dan perempuan. Itu harus dikuatkan," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Sekedar diketahui, bunyi penyediaan alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja berada di pasal 103 ayat 4. Poin tersebut sebetulnya diawali dengan pentingnya memberikan edukasi kesehatan reproduksi di kalangan siswa dan remaja, mulai dari mengetahui sistem, fungsi, sampai proses reproduksi.

Selain menjaga kesehatan reproduksi, anak usia sekolah dan remaja juga diminta mendapatkan edukasi mengenai perilaku seksual berisiko beserta akibatnya. Tidak hanya itu, anak dinilai penting mengetahui pentingnya keluarga berencana sampai kemampuan melindungi diri dari tindakan hubungan seksual atau mampu menolak ajakan tersebut, demikian bunyi ayat 2.

Alat kontrasepsi disinggung dalam pasal 103 ayat 4 dengan detail deteksi dini penyakit atau skrining; pengobatan; rehabilitasi; konseling; dan penyediaan alat kontrasepsi. Regulasi inilah yang membuatnya ikut pening bukan kepalang. Pasalnya, Jabar sedang fokus mewujudkan daerah ramah anak.

"Hari ini, kita ini sedang didorong untuk hadirnya Provinsi layak anak, masa dikasih kontrasepsi? Usia anak itu 0-18 tahun, kecuali usia anaknya 0-10 tahun. Nanti kalau ada kecelakaan, kontrasepsi, aborsi, entar kayak Kanada tuh? Tempat sampahnya banyak bayi-bayi. Anak-anak jadi seks bebas," ucap Siti.

"Terus kita juga sekarang sedang gencar-gencarnya edukasi keterkaitan dengan penyakit infeksi menular yang diidap beberapa remaja karena seks bebas. Malah sekarang dilegalitas. Harusnya pemerintah itu adalah orang-orang yang bijak di sana, peraturan pemerintah ini kayak kecolongan, masa kontrasepsi dibagi di sekolah? Saya sih mengecam," sambung politikus yang akrab disapa Umi Oded tersebut.

Umi Oded pun khawatir regulasi ini malah berujung kepada perilaku penyalahgunaan alat kontrasepsi di kalangan remaja. Sehingga menurutnya, tiap daerah perlu ikut menyuarakan kondisi ini agar regulasi tersebut bisa ditinjau ulang.

"Nah, kalau bertentangan dengan hati nurani kita semuanya, ya kita pasti tentunya akan protes, membuat sikap. Tinjau kembali, Pancasila dikuatin lagi, agama dimasukkin lagi ke sekolah biar tidak terjadi pergaulan yang di luar batas," ucap Siti.

"Intinya saya kurang setuju deh. Nanti dengan Komisi 5, saya juga akan membicarakan apa yang kira-kira bisa Provinsi Jawa Barat menyikapi itu. Saya sangat menyayangkan kalau itu akhirnya harus berlaku untuk negeri Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sila pertama ketuhanan Yang Maha Esa," janjinya.




(ral/dir)


Hide Ads