Mengurai Permasalahan Rumah Tidak Layak Huni di Jawa Barat

Data Jabar

Mengurai Permasalahan Rumah Tidak Layak Huni di Jawa Barat

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Rabu, 07 Agu 2024 17:30 WIB
Salah satu rumah warga di Desa Sulangai, Kecamatan Petang, Badung, yang tak layak huni dan mendapat program bedah rumah dari Dinas Perumahan Badung, pada 2017.
Ilustrasi rumah tak layak huni (Foto: dok. Dinas Perumahan Badung)
Bandung -

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut sebanyak 17,88% penduduk Indonesia atau sekitar 50.345.200 orang, menjadi penduduk di Provinsi Jawa Barat. Provinsi ini menjadi yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia.

Banyaknya warga yang tinggal, seharusnya diiringi dengan jumlah tempat tinggal layak huni yang juga besar. Namun, BPS Jawa Barat merilis angka rumah layak huni di Tanah Sunda pada tahun 2023 yakni hanya sebesar 54,17%.

Data tersebut dipaparkan dalam katalog 'Provinsi Jawa Barat dalam Angka 2024'. Hal ini menandakan tersisa 45,83% rumah tidak layak huni (rutilahu) di Jabar. Angka ini tentu cukup tinggi, meskipun jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sudah lebih membaik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada tahun 2021, persentase Rumah Layak Huni sebesar 53,14 persen, lalu naik di tahun 2022 menjadi 53,37 persen dan pada tahun 2023 naik kembali menjadi 54,17 persen," tulis BPS Jabar mengutip data Susenas Maret 2020-2023.

Sekedar diketahui, rumah layak huni dan terjangkau adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, kecukupan minimum luas bangunan, serta kesehatan penghuninya, yang mampu dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

ADVERTISEMENT

Hunian layak memiliki empat kriteria yang diwajibkan terpenuhi kelayakannya yakni ketahanan bangunan (durabel housing), kecukupan luas tempat tinggal (sufficient living space), akses air minum layak (access to improved water), dan akses sanitasi layak (access to adequate sanitation).

Disebutkan juga pada komponen rumah layak huni tersebut, dinyatakan sebanyak 93,86% rumah tangga di Jawa Barat memiliki akses terhadap air minum layak. Sebanyak 74,88% rumah tangga di Jawa Barat memiliki akses terhadap sanitasi layak.

Sementara 77,68% rumah layak huni memiliki ketahanan bangunan. Serta 92,40% rumah tangga di Jawa Barat memiliki luas lantai β‰₯ 7,2 meter persegi. "Berdasarkan kriteria di atas, maka persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap hunian yang layak adalah rumah yang memenuhi empat kriteria di atas. Apabila salah satu saja dari empat kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka dikatakan tidak memiliki akses terhadap hunian yang layak (rumah tidak layak huni)," tulis pemaparan data BPS.

Meski begitu, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Barat (Disperkim Jabar), Indra Maha mengaku perlu berkoordinasi soal data BPS tersebut. Menurutnya, hitungan yang digunakan BPS yakni rumah yang tidak memuat satu komponen RLH sekalipun, masuk dalam rutilahu.

"BPS sepengetahuan saya melakukan survei dua kali. Jumlah sample 20-30 ribuan. Itu yang kita coba kroscek. Setahu saya, konteks rutilahu mengacu permen itu ada 4. Ketahanan bangunan, luas bangunan, sanitasi, dan air minum. Kami coba cek karena hasilnya 40 lebih (persen) dan itu kami perlu kami tahu, karena katanya sistemnya begitu tidak masuk di salah satu, langsung masuk rutilahu," kata Indra, Rabu (7/8/2024).

"Ketahanan bangunan yang dicek BPS setahu saya, dinding, lantai dan atap. Luas bangunan itu 7,2 meter persegi per orang. Misalnya dinding oke, atap tidak oke, langsung rutilahu. Nah itu kita perlu cek lebih dalam. Kemen PU menyampaikan katanya, luasan minimal 9 meter persegi tadinya 7,2. Kebayang oleh kita kan? 7,2 aja sudah cukup banyak. Apalagi kalau 9. Itu yang kita koordinasikan dengan BPS supaya jelas," lanjutnya.

Dalam data BPS, turut disebut ada sekitar 14 kabupaten/kota yang angka persentase rumah layak huninya berada di atas Jawa Barat. Sedangkan sisanya sebanyak 13 kabupaten/kota mash di bawah Jawa Barat.

Tiga kabupaten yang memiliki rumah layak huni tertinggi adalah Kabupaten Indramayu sebesar 86,35 persen, Kabupaten Subang 80,35 persen, dan Kabupaten Cirebon 78,78 persen. Sedangkan yang memiliki nilai terendah adalah Kota Sukabumi 34,02 persen, Kabupaten Cianjur 31,50 persen, dan Kabupaten Sukabumi 30,51 persen.

"Perbedaan atau disparitas antara nilai tertinggi yakni Kabupaten Indramayu, dengan nilai terendah yakni Kabupaten Sukabumi, sebesar 55,84 poin. Selain itu, apabila diperhatikan lebih lanjut, untuk Kota Sukabumi dalam dua tahun terakhir angka rumah layak huninya selalu berada di tiga terendah," tulis data BPS.

Langkah Pemprov Jabar Atasi Rutilahu

Indra mengklaim sampai tahun 2023, sebanyak 105.000 rutilahu sudah dibenahi. Tahun 2024 ini, Indra mengaku 2.500 unit rutilahu sudah digarap dari target 2.600.

Dikutip dari laman Disperkim Jabar, nilai bantuan per unit rumah yang diberikan yakni Rp 20 juta. Hitungannya dengan belanja bahan Rp17,5 juta, BOP Rp2 juta, upah kerja minimal Rp2juta, dan administrasi BKM/LKM maksimal Rp500 ribu.

"Kita rutilahu sampai 2023 kemarin sudah 105 ribu. Sekarang kita laksanakan rutilahu di 2.500. Targetnya di 2.600 berapa gitu. Ada peraturan Kemendagri tahun sekarang penanganan rutilahu masih dengan kabupaten/kota. Tapi kita tahun depan khusus Provinsi saja," kata Indra.

Ia memaparkan dalam SK kawasan kumuh Provinsi, ada sekitar 967 hektar. Target tahun depan, Indra mengaku masih dalam pembicaraan sambil melihat kemampuan keuangan.

"(Anggaran idealnya berapa?) Idealnya gak ada, kita tujuannya pelayanan ke masyarakat. Selama kemampuan cukup, kita bantu. Kita keluar SK Desember 2022, baru mulai. Kita punya target bisa penuntasan kawasan kumuh provinsi dan kab/kota di 2030 tapi bergantung kemampuan masing-masing daerah," ucapnya.

Indra mengaku belum bisa memetakan daerah dengan wilayah kumuh terbanyak, karena tersebar di seluruh kabupaten/kota. Yang jelas, ia menargetkan agar kawasan kumuh tuntas pada tahun 2030.

(iqk/iqk)


Hide Ads