Suasana di Kampung Wisata Katapang Condong, Desa Citepus, Kecamatan Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi terlihat sepi. Hanya ada beberapa orang terlihat mengoprek motor dan duduk-duduk di bangku kayu.
Kondisi itu berbeda saat malam, warung-warung terlihat lebih ramai dengan lampu gemerlap yang semarak. Sebagian pengunjung menyebutnya Warung Dugem alias Dunia Gemerlap, lampu berwarna-warni, musik karaoke yang kencang dan layanan perempuan pemandu karaoke, ala-ala lokasi hiburan malam kawasan pesisir yang apa-adanya.
Kabar soal penggusuran dan uang kerohiman membuat pemilik warung was-was. Mereka bahkan berharap rencana penataan yang saat ini bergulir itu tidak pernah ada, kalaupun memang terjadi, mereka meminta ganti rugi yang layak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau bisa jangan digusurlah, biarkan seperti ini saja.
Kalau mau tiap bulan ada pemasukan (ke pengelola baru) semuanya harus kompak, warga siap memberikan iuran ke pengelola (lahan) yang baru," kata Ujang Hermawan, salah seorang pengelola Cafe di kawasan tersebut kepada detikJabar, Kamis (1/8/2024).
Ia bercerita, ia baru sekitar 5 tahunan mengelola cafe di tempat tersebut. Namun menurutnya jika dihitung sejak pemilik pertama, sudah sekitar 20 tahunan cafe dan warung-warung itu ada di kawasan tersebut.
"Saya sudah lima tahun, sebelum saya juga sudah ada. Aktivitas disini itu sudah 20 tahunan. Nah terkait rencana penggusuran katanya ada penggantian besarnya Rp 10 juta. harapan kami jangan disamakan, masa cafe sama bale sama warung kopi (ganti rugi) segitu. Ini rehab saja lebih dari segitu, hampir Rp 30 juta," tuturnya.
Ia sendiri berharap mendapat ganti rugi sebesar Rp 100 juta, menurutnya hal itu sebanding dengan ancaman pemberhentian operasional cafe miliknya. Ia juga mengingatkan, banyak yang menggantungkan hidup dari keberadaan cafe di kawasan tersebut.
"Minimal kalau buat ganti rugi begini Rp 100 juta minimal seperti itu, jangan sampai rata Rp 10 juta masa disamakan dengan bale. Saya rasa cafe yang lain juga berharap hal yang sama," ungkap dia.
Ia tidak menampik geliat hiburan tengah malam di Katapang Condong bisa menghidupi banyak orang. Terlebih tmu yang datang bahkan mayoritas berasal dari luar kota bahkan para turis asing.
"Kami memang aktivitas malam hiburan dan karaoke. Banyak yang mengantungkan hidup di tempat kami, sudah dikenal sebagai lokasi hiburan. Intinya banyak yang mencari makan, mengais rejeki di sini," lirihnya.
Ukan Sunarya selaku ketua RT 04 RW 03 mengaku sudah 30 tahun tinggal di kawasan Kampung Wisata Katapang Condong. Ia tidak menampik bahwa selama ini banyak yang menggantungkan hidup di lokasi tersebut, dari bisnis hiburan malam.
"Saya hampir 30 tahunan, tegakan mulai dari baru dan karaokean memang sudah ada dari dulu. Banyak yang menyekolahkan anaknya dari SD sampai SMP, SMA, perut orang banyak mungkin bisa dipertimbangkan nilai penggantian," kata Ukan.
"Kita mewakili warga kalau penggusuran dan pembongkaran dan pembenahan semua mendukung program pemerintah hanya harus di mana (relokasi), ada kata-kata kerohiman itu kalau tidak sesuai enggak bisa begitu saja menerima. Sekian-sekian, ada tahap bangunan ada bambu, kayu semi permanen beda. Kedua kita ini sebagai ketua RT mewakili kalau ini dibenahi tidak mau jauh dari pantai wisata lagi kalau memang relokasi," sambung Ukan membeberkan.
Diketahui, warga saat ini waswas dengan adanya rencana penataan kawasan tersebut menjadi area Ruang Terbuka Hijau (RTH). Pelaksananya adalah pihak ke tiga yang kini memiliki izin penataan kawasan.
Tidak Ada Ganti Rugi
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sukabumi Prasetyo justru mengatakan tidak akan ada kerohiman dan ganti rugi terkait rencana penataan tersebut kepada setiap bangunan yang terdampak.
"Di kawasan Sukawayana, termasuk Pasar Monyet. Mulai dari Istiqomah, itu kawasan BKSDA sudah kerja sama dengan pihak ke tiga, itu mau dibangun tempat ekowisata," kata Prasetyo.
DetikJabar kemudian menanyakan soal uang kerohiman seniai Rp 10 juta yang berkembang di warga yang akan terdampak. Prasetyo malah balik bertanya soal jumlah dan kabar tersebut.
"Siapa bilang wadul eta (bohong) siapa bilang, nggak ada itu mana ada. Nggak ada (penggantian) nanti kita rumuskan di tim terpadu. Hanya dikasih kios saja, kios gratis," tegasnya.
Prasetyo mengungkap hingga saat ini pihaknya udah melakukan pengukuran lokasi. "Upaya pengukuran sudah, (terkait pemilik bangunan) semuanya itu (bukan pemilik lahan)," tuturnya.
Prasetyo juga menegaskan soal tidak adanya ganti rugi, termasuk kabar dari pemilik wrung hingga cafe yang sudah membangun hingga ratusan juta. "Diberikan kios secara gratis," pungkasnya.
(sya/sud)