Sebuah data mencengangkan mengungkap kondisi anak-anak yang menjalani cuci darah akibat penyakit ginjal. Di Jawa Barat sendiri, tercatat ada 77 anak yang rutin melakukan cuci darah atau prosedur hemodialisis.
Berikut fakta--fakta yang terungkap dari data-data tersebut
1. Puluhan Anak Menjalani Hemodialisis
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada tahun 2024, di Jawa Barat tercatat ada 77 anak yang rutin menjalani prosedur hemodialisis atau cuci darah. Jumlah ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2023, di mana terdapat 125 anak yang menjalani prosedur serupa.
Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jawa Barat, Rochady Hendra Setya, anak-anak yang membutuhkan hemodialisis berasal dari berbagai daerah dan dirujuk ke rumah sakit tertentu, salah satunya Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS).
"Kasus anak yang perlu di hemodialisis di Jawa Barat tahun 2023 sekitar 125 anak, dan 2024 sampai Juli tercatat 77 anak," kata Rochady saat dihubungi, Kamis (1/8/2024).
2. Penyebab Penyakit Ginjal pada Anak
Penyakit ginjal pada anak bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Rochady Hendra Setya menjelaskan bahwa penyebabnya bisa meliputi efek samping obat tertentu, dehidrasi hebat, dan konsumsi makanan atau minuman dengan kadar gula yang berlebihan.
Penyakit diabetes melitus pada anak juga dapat menyebabkan kerusakan ginjal, yang pada akhirnya membuat anak-anak memerlukan hemodialisis.
"Jadi misalnya perlu kayak hemodialisis tapi ada gagal ginjal yang memang sudah bertahun-tahun, dia harus diterapi ya itu yang gagal ginjal akut," ujar Rochady.
"Efek samping dari penyakit gula pada anak atau diabetes melitus pada anak ini ujung-ujungnya akan ada kerusakan ginjal. Nah nanti kerusakan ginjal ini yang akhirnya anak itu perlu Hemodialisis atau tidak," tuturnya menambahkan.
3. Imbauan PJ Gubernur soal Produk Kemasan
Pj Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin, mengharapkan Kementerian Kesehatan untuk lebih ketat dalam meminta produsen makanan dan minuman kemasan mencantumkan kadar gula, garam, dan lemak pada produk mereka.
Bey menekankan bahwa informasi mengenai kandungan tersebut saat ini masih sulit dipahami oleh masyarakat luas. Dengan penandaan yang lebih jelas, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada terhadap konsumsi produk yang dapat berdampak buruk pada kesehatan, terutama terkait tingginya kasus anak-anak yang memerlukan cuci darah.
"Saya berharap Kemenkes segera menerapkan penandaan pada makanan dan minuman kemasan terkait kandungan gula, garam, dan lemak supaya memberikan kepastian pada masyarakat terutama menyikapi tingginya kasus anak cuci darah," ujar Bey.
(sya/dir)